Kabupaten Donggala: Kabupaten Poso:

95 lagi, dilakukan di pondok kerja dan pos jaga yang di tempatkan di desa–desa terpilih. Resort-resort yang berada di bawah Seksi Konservasi Wilayah, bertanggung jawab langsung kepada Kepala Seksi Konservasi Wilayah dan dapat melakukan koordinasi kegiatan dengan Seksi Konservasi Wilayah lain atau instansi terkait di wilayah tersebut. 4.2. Kondisi Sosial Ekonomi 4.2.1. Kependudukan Penduduk yang bermukim di sekitar Kawasan TNLL saat ini adalah perpaduan antara penduduk asli dan penduduk migran. Jumlah penduduk di sekitar TNLL adalah 70.449 jiwa dengan 17.121 KK. Perincian total populasi tersebut pada masing-masing wilayah kecamatan dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9 Jumlah penduduk disetiap wilayah kecamatan yang ada dalam dua wilayah kabupaten pada kawasan TNLL. No. KabupatenKecamatan Jumlah Desa Jlh Penduduk Jiwa Jumlah KK

I. Kabupaten Donggala:

1. Sigibiromaru 12 24.984 6.221 2. Palolo 10 12.215 2.882 3. Kulawi 19 19.077 4.408

II. Kabupaten Poso:

1. Lore Utara 10 7.669 1.908 2. Lore Tengah 8 3.824 1.070 3. Lore Selatan 6 2.680 632 Jumlah 65 70.449 17.121 Sumber: TNC 2004; BPS Kabupaten Donggala 2006; BPS Kabupaten Poso 2006. Tabel 9 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang bermukim di sekitar TNLL sebanyak 70.449 jiwa atau sebanyak 17.121 KK. Apabila setiap KK membutuhkan lahan seluas 2 HaKK maka total luas lahan yang dibutuhkan oleh penduduk di sekitar kawasan TNLL seluas 34.242 Ha. Pertambahan jumlah penduduk di sekitar TNLL dengan laju pertumbuhan rata-rata 3,08tahun berdampak pada kelestarian TNLL sebab peningkatan jumlah populasi berarti peningkatan kebutuhan akan sumberdaya lahan yang pada akhirnya akan mengakibatkan pula meningkatnya tekanan terhadap Kawasan TNLL. Upaya yang dapat dilakukan untuk menghindari tekanan terhadap kawasan taman 96 nasional akibat dari pertambahan jumlah penduduk adalah suatu pola pendekatan pengelolaan yang melibatkan stakeholder terkait. Selanjutnya, komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin yang ada di sekitar TNLL terdiri atas 34.309 orang pria 48,7 dan 36.140 orang wanita 51,3. Sementara komposisi umur penduduk di sekitar TNLL ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10 menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berada pada usia produktif 16-65 tahun atau masuk dalam kategori tenaga kerja 2 manpower sebanyak 46.145 orang 65,50. Penduduk yang masuk dalam kelompok bukan tenaga kerja berjumlah 21.902 orang 31,09 sedang yang berusia lanjut 65 tahun berjumlah 2.402 orang 3,41. Tabel 10 Jumlah penduduk di sekitar TNLL menurut kelompok umur 2007 No. Kelompok umur tahun Jumlah orang Persentase 1. 0 - 5 1.613 2,29 2. 6 - 15 20.289 28,80 3. 16 - 30 21.248 30,16 4. 31 - 50 19.522 27,71 5. 51 - 65 5.375 7,63 6. 65 2.402 3,41 Jumlah 70.449 100,00 Sumber : TNC 2004; BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006.

4.2.2. Pertumbuhan dan Tekanan Penduduk

Angka pertumbuhan penduduk menunjukan rata-rata pertambahan penduduk per tahun pada periode tertentu yang dinyatakan dalam persen . Pertumbuhan penduduk biasanya dihitung dengan menggunakan metode pertumbuhan eksponensial 3 Yasin 2004. Berdasarkan metode ini diketahui bahwa tingkat pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL pada periode 2001 - 2006 rata-rata sebesar 2,32 per tahun. Pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Tingkat pertumbuhan penduduk di sekitar TNLL 2007 2 Tenaga kerja adalah jumlah seluruh penduduk yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisiasi dalam aktivitas tersebut Kusmosuwidho 2004 3 Dalam penelitian ini digunakan metode Pertumbuhan Eksponensial, dengan formulasi: P t = P o . e r n di mana P t = banyaknya penduduk pada tahun terakhir,P o = jumlah penduduk pada tahun awal, dan e = angka eksponensial 2,71828. 97 Tahun Jumlah penduduk jiwa Jumlah KK Laju pertumbuhan tahun 2001 62.508 12.501 - 2002 64.785 15.744 3,51 2003 66.100 16.525 2,03 2004 68.420 17.105 3,10 2005 69.515 17.379 1,60 2006 70.449 17.121 1,34 Sumber : BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006. Tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi pada periode 2001-2002 sebesar 3,51. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata pertumbuhan penduduk per tahun sebesar 2,32. Lonjakan ini terkait erat dengan kerusuhan yang terjadi di Poso, di mana wilayah di sekitar TNLL menjadi salah satu lokasi penampungan pengungsi. Keadaan ini berlangsung hingga akhir tahun 2002. Kemudian setelah kondisi di Poso sudah relatif aman, sebagian pengungsi kembali ke Poso dan selebihnya memilih untuk tetap tinggal di desa-desa sekitar TNLL. Bagi yang menetap dipinjamkan lokasi oleh pemerintah desa untuk tempat bermukim dan lahan-lahan yang dapat dikelola untuk bercocok tanam.

4.2.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan penduduk yang bermukim di desa-desa pada Wilayah TNLL masih relatif rendah. Rata-rata tingkat pendidikan penduduk adalah sekolah dasar dan hanya sebagian kecil saja yang berpendidikan Sekolah Lanjutan Pertama dan Sekolah Lanjutan Atas. Salah satu masalah yang menyebabkan keterbasan pendidikan adalah sarana sekolah yang ada di desa- desa umumnya Sekolah Dasar dan Sekolah Lanjutan Pertama berada di ibukota- ibukota kecamatan sehingga untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, penduduk harus keluar dari desanya dan pergi ke ibukota kabupaten atau ke ibukota propinsi. Selain itu biaya pendidikan untuk sampai ke jenjang pendidikan tinggi tergolong mahal. Gambar 11 menunjukkan tingkat pendidikan penduduk yang ada di sekitar TNLL pada setiap tingkatan. 98 41.6 36.54 13.25 6.23 0.38 5 10 15 20 25 30 35 40 45 P e rs e n ta s e 1 TStidak tamat SD Tamat SD SLTP SLTA PT Diploma S1 Gambar 11. Persentase jumlah penduduk di sekitar TNLL berdasarkan tingkat pendidikan 2007. Sumber : TNC 2004; BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006. Gambar 11 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan penduduk di sekitar TNLL masih tergolong rendah, yang ditandai dengan sebagian besar penduduk 41,6 tidak tamat SD. Apabila tingkat pendidikan penduduk di sekitar TNLL dikaitkan dengan program wajib belajar 9 tahun, maka total penduduk yang berhasil menamatkan pendidikannya sampai pada jenjang SLTP hanya 13,25.

4.2.4. Mata Pencaharian

Mayoritas penduduk yang hidup di sekitar TNLL mempunyai mata sebagai petani dan pengumpul hasil hutan antara lain: pengumpul rotan dan getah damar. Selain itu terdapat sejumlah pedagang dan pegawai negeri sipil. Secara keseluruhan, mata pencaharian penduduk yang ada di sekitar TNLL ditunjukkan pada Tabel 12. Tabel 12 menunjukkan bahwa mata pencaharian sebagai petani mendominasi sumber mata pencaharian penduduk yang ada di sekitar TNLL. Sebagian besar hasil pertanian digunakan untuk kebutuhan hidup mereka sehari- hari dan sisanya dijual di pasar desa atau ke Palu. Pendapatan yang dihasilkan selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan dasar juga untuk membayar uang sekolah anak-anak mereka. Beras adalah makanan pokok penduduk yang hidup di sekitar TNLL. Akan tetapi, beberapa desa di sekitar Lembah Kulawi tidak memiliki akses pada lahan datar yang cocok untuk pertanian lahan basah dan hampir bergantung sepenuhnya pada pertanian lahan kering. 99 Tabel 12 Jenis mata pencaharian penduduk di sekitar TNLL 2007 No. Mata pencaharian Jumlah orang Persentase 1. Petani 25.098 54,39 2. Buruh tani 5.565 12,06 3. Pengumpul rotan 678 1,47 4. Pengumpul getah damar 378 0,82 5. Peternak 78 0,17 6. Pengrajin 92 0,20 7. Pedagang hasil bumi 89 0,19 8. Pedagang kayu 14 0,03 9. Pedagang rotan 32 0,07 10. Pertukangan 328 0,71 11. PNS dan Peg. Pemerintah 157 0,34 12 Lain-lain 13.636 29,55 Jumlah 46.145 100,00 Sumber : TNC 2004; BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006. Di beberapa desa, padi ditanam di sawah tadah hujan yang dipanen sekali dalam setahun, sementara untuk lahan sawah yang beririgasi dipanen dua kali dalam setahun. Penggunaan pestisida serta pupuk sangat jarang bahkan ada petani yang sama sekali tidak menggunakannya dalam kegiatan pertaniannya. Mata pencaharian penduduk di sekitar TNLL lainnya adalah sebagai pengrajin dalam pembuatan gula aren merupakan pula sumber pendapatan yang penting bagi beberapa keluarga yang bermukim di sekitar TNLL. Air yang disadap dari pohon enau Arenga pinnata, Merr selain dapat dibuat gula aren juga dapat diminum langsung atau difermentasi untuk menghasilkan minuman sejenis anggur saguer. Sejak krisis ekonomi 1997, terlihat peningkatan tanaman tahunan untuk perdagangan khususnya cacao dan dianggap sebagai salah satu ancaman terbesar bagi TNLL. Tanaman semusim terutama jagung dan singkong juga ditanam pada lahan hutan yang telah digunduli. Sapi dan kerbau dipelihara untuk tenaga penarik dalam transportasi, sumber daging, dan disimpan sebagai modal. Kuda secara umum dapat ditemui di beberapa wilayah, khususnya Lembah Bada dan jalan setapak ke Lindu, dan digunakan sebagai alat transportasi untuk penduduk dan barang. Sebagian besar keluarga di wilayah ini juga memelihara beberapa ekor ayam untuk dimanfaatkan daging dan telurnya. Rotan dan kayu dari hutan merupakan 100 sumber pendapatan bagi sejumlah keluarga untuk menunjang kebutuhan hidup mereka.

4.2.5. Pendapatan

Tingkat pendapatan penduduk yang bermukim di sekitar TNLL masih tergolong rendah bila dibandingkan dengan UMP-Sulawesi Tengah. Tingkat pendapatan penduduk di sekitar TNLL ditunjukkan pada Gambar 12. Gambar 12 menunjukkan bahwa lebih dari 50 KK yang ada di sekitar TNLL berpendapatan kurang Rp500.000,- dan hanya 9,10 dari total KK yang berpendapatan lebih dari Rp2.000.000,- per bulan. Hal ini memberikan gambaran bahwa rata-rata pendapatan masyarakat di sekitar TNLL memang masih rendah. 52.13 27.45 11.32 9.10 - 10.00 20.00 30.00 40.00 50.00 60.00 P e rs e n ta s e 500,000 500,000- 1,000,000 1,000,000- 2,000,000 2,000,000 Gambar 12 Persentase tingkat pendapatan masyarakat di sekitar TNLL 2007. Sumber : BPS Kab. Donggala 2006; BPS Kab. Poso 2006, diolah.

4.2.6. Pemanfaatan Lahan

Tekanan yang disebabkan oleh pemanfaatan lahan dan pemukiman penduduk terhadap TNLL terus meningkat jumlahnya, bahkan penyerobotan Kawasan TNLL untuk kegiatan pertanian belum bisa teratasi pada beberapa desa yang berbatasan langsung dengan TNLL diantaranya Desa Sintuwu, Desa Kamarora, Desa Rahmat, dan Desa Kadidia. Terlihat pula pembukaan lahan pada kedua enclave Besoa dan Lindu serta konversi lahan di sekitar Bagian Utara TNLL. Untuk membatasi pembukaan lahan baru di wilayah ini diperlukan penegakan hukum yang ketat, terutama dengan adanya jalan setapak yang diidentifikasi bahwa rute-rute ini merupakan akses utama untuk perburuan, pengambilan hasil hutan lainnya, dan hasil bumi untuk perdagangan. 101

4.2.7. Hidrologi

Wilayah TNLL sangat penting bagi pembangunan Provinsi Sulawesi Tengah karena daerah ini merupakan daerah tangkapan hujan bagi dua sungai besar, yakni Sungai Gumbasa di Bagian Utara yang bergabung dengan Sungai Palu di Bagian Barat serta Sungai Lariang di Bagian Timur dan Selatan serta sebagian Bagian Barat BTNLL 2001. Ditinjau dari posisi TNLL, areal ini adalah salah satu daerah yang sangat penting karena di samping merupakan daerah tangkapan hujan, juga sebagai lokasi yang dapat menunjang peningkatan ekonomi mengingat air merupakan komponen dasar peningkatan produksi pertanian, pembangunan industri, dan pesatnya pertumbuhan urbanisasi tergantung pada terjaminnya pasokan air bersih yang berasal dari wilayah tangkapan di TNLL dan juga pegunungan-pegunungan sekitarnya. Ketergantungan pada TNLL sebagai sumber air secara berkesinambungan menjadi aspek penting bagi pertumbuhan ekonomi dan infrastuktur di Palu dan sekitarnya. Kota Palu sebagai Ibukota Propinsi Sulawesi Tengah sering disebut sebagai kota yang relatif kering di Indonesia dengan menerima kurang dari 500 mm curah hujan dalam setahun dengan beberapa bulan kering yang memiliki curah hujan kurang dari 100 mm. Data yang diperoleh dari BTNLL, TNC, dan Ditjen PHKA 2004 ternyata bahwa air dari TNLL ditaksir bernilai sekitar US 900 juta dalam setahun yang dapat diberikan kepada ibu kota Provinsi Sulawesi Tengah.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN