87
Bubalus sp, babirusa Babyrousa babyrussa, monyet hitam Macaca tonkeana, tarsius Tarsius spectrum, kuskus Palanger sp, dan biawak
Varanus sp; dan 3. Potensi pendidikan dan kebudayaan dengan adanya peninggalan Megalith
dan nilai-nilai budaya tradisional masyarakat suku asli Sulawesi Tengah diantaranya Adat Kulawi, musik bambu, dan Tarian Dero tarian daerah.
4.1.2. Zonasi Taman Nasional
Sistem pengelolaan Taman Nasional sesuai dengan Undang-Undang. No. 5 Tahun 1990, adalah sistem zonasi. Dalam rangka menjaga efektivitas
pengelolaan TNLL dimana tujuan pelestarian dan pemanfaatannya dapat dilaksanakan dan dikembangkan secara optimal atas dasar pertimbangan
ekologis, ekonomis, dan sosial serta sesuai dengan rencana pembangunan wilayah maupun kebijaksanaan nasionalregional. Pembagian zonasi di kawasan
TNLL didasarkan beberapa kriteria pembentukan dan sistem pengelolaan. Zonasi kawasan TNLL terdiri dari zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan
tradisional, intensif, dan zona rehabilitasi. Meskipun telah dibuat konsep penunjukkan zona-zona pengelolaan
TNLL zona inti, zona rimba, zona pemanfaatan intensif, zona pemanfaatan tradisional, namun sampai saat ini belum ada realisasi penataan batas dari
zona-zona tersebut. Penataan zonasi akan ditentukan berdasarkan: 1 penilaian potensi kawasan, 2 penentuan kriteria zonasi, dan 3 pembagian zona dan tata
batas zona-zona yang bersangkutan.
1 Penilaian Potensi Kawasan
Zonasi suatu kawasan sangat ditentukan oleh potensi yang dimiliki kawasan dan arah pengembangan yang diinginkan. Potensi kawasan yang
dimaksud disini lebih ditekankan pada kepentingan pelestarian sumberdaya alam yang ada dan upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang selama ini
punya ketergantungan pada areal TNLL. Potensi yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat adalah hasil hutan non kayu, pengolahan lahan secara tradisional
untuk kebun kopi dan cacao, pemanenan madu alam, dan penangkapan kupu- kupu, serta pariwisata yang belum dikembangkan secara optimal.
Potensi-potensi yang lain adalah potensi sumberdaya alam baik hayati maupun non hayati yang dimiliki oleh TNLL yang dapat menarik wisatawan
maupun untuk kepentingan ilmiah. Perlu ditambahkan bahwa sumberdaya alam
88
hayati baik flora maupun fauna yang terdapat di dalam TNLL merupakan endemik Sulawesi sehingga perlu dikelola dengan seksama agar tetap lestari.
2 Penentuan Kriteria
Penetapan zonasi didasarkan pada UU No. 5 tahun 1990 dan PP No. 68 Tahun 1998 serta pedoman Penataan Zonasi Taman Nasional dari Ditjen PHPA.
Kriteria-kriteria yang digunakan dalam penetapan zonasi pengelolaan TNLL disesuaikan dengan tujuan pengelolaan. Penentuan zona didasarkan pada
potensi sumberdaya alam yang ada di dalam bagian kawasan tersebut: ciri spesifiknya, kuantitas dan kualitasnya, nilai ekologisnya, nilai sosial-budayanya,
dan ancaman terhadapnya. Zona inti ditentukan berdasarkan kriteria: ciri spesifiknya sangat tinggi, kuantitas dan kualitasnya sangat tinggi, nilai
ekologisnya sangat tinggi, nilai sosial-budaya sedang, dan ancaman terhadapnya sedang ancaman yang dimaksud diantaranya adalah perburuan,
perambahan, pemungutan hasil hutan, penanaman eksotik. Kriteria untuk zona rimba: ciri spesifiknya tinggi, kuantitas dan kualitasnya tinggi, nilai ekologisnya
sangat tinggi, nilai sosial-budayanya sedang, dan ancaman terhadapnya tinggi. Zona pemanfaatan: ciri spesifiknya rendah, kuantitas dan kualitasnya sedang,
nilai ekologisnya sedang, nilai sosial-budaya sangat tinggi, dan ancaman terhadapnya sangat tinggi. Zona rehabilitasi: ciri spesifiknya sangat tinggi,
kuantitas dan kualitasnya sangat tinggi, nilai ekologisnya juga sangat tinggi, nilai sosial-budayanya sedang, dan ancaman terhadapnya sangat tinggi pula
Kerjasama BTNLL; TNC; dan Ditjen PHKA 2004. Kriteria yang mendasari penetapan zona pemanfaatan intensif didasarkan
pada intensitas pemanfaatan lahan maupun sumberdaya alam yang ada di dalam dan di sekitar TNLL selama ini, termasuk penyesuaiannya dengan
rencana tata ruang daerah. Zona pemanfaatan intensif diarahkan pada pengembangan dan dukungan terhadap ekonomi wilayah terutama bagi
masyarakat di sekitarnya. Zona pemanfaatan tradisional dan penilaian terhadap pemanfaatan dilaksanakan berdasarkan kajian historis maupun pertimbangan
aspek sosial budaya yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat selama ini. Penilaian terhadap pemanfaatan tradisional akan mempengaruhi ancaman
terhadap perambahan kawasan. Kriteria penetapan daerah penyangga didasarkan kepada upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat di sekitar TNLL
dengan penanaman pohon untuk kayu bakar dan penanaman tanaman buah- buahan yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sehingga
89
ketergantungan masyarakat terhadap TNLL akan berkurang. Daerah penyangga sekaligus berfungsi sebagai batas yang dapat mengamankan potensi
sumberdaya alam yang terdapat di dalam areal TNLL. Zona rehabilitasi adalah zona peralihan untuk dirubah menjadi zona lain
sesuai dengan karakteristik kawasan setelah dilakukan perbaikan. Kawasan yang termasuk dalam zona rehabilitasi adalah kawasan yang rusak akibat
gangguan kebakaran, perambahan atau bencana alam. Usaha rehabilitasi yang akan dilaksanakan diprioritaskan pada daerah yang diperuntukkan untuk zona
inti. Rehabilitasi yang dilakukan hendaknya dengan pola suksesi alami agar karakteristik yang timbul sesuai dengan kriteria awal sebelum mengalami
kerusakan.
3 Pembagian Zona
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria yang digunakan dalam penentuan zonasi, maka rencana pembagian luas areal zonasi TNLL ditunjukkan pada
Gambar 9.
44.26 35.42
7.3 13.02
Zona inti Zona rimba
Zona pemanfaatan Zona rehabilitasi
Gambar 9 Persentase rencana zonasi TNLL 2007
Sumber: Rencana Pengelolaan TNLL 2004-2029.
Gambar 9 menunjukkan rencana pembagian zona untuk kawasan TNLL yakni zona inti seluas 35, zona rimba 45, zona pemanfaatan 13,, dan zona
rehabilitasi 7 dari total luas TNLL 217.991,18 ha. Lebih spesifik khusus untuk zona pemanfaatan akan dibagi ke dalam zona: 1 zona penangkapan kupu-
kupu, 2 zona pemanenan madu alam, 3 zona pemanfaatan tradisional, 4
90
zona wisata, dan 5 zona budaya. Hanya saja luasan dari zona-zona tersebut belum diketahui secara pasti.
TNLL yang mengalami kerusakan sampai pada tahun 2004 sekitar 14.770 Ha yang tersebar di beberapa lokasi di dalam areal TNLL yang
disebabkan oleh perambahan dan pengambilan hasil hutan yang tidak terkontrol. Kerusakan terparah terjadi di kawasan Dongi-dongi dengan luasan kurang lebih
4000 ha. Kerusakan tersebut disebabkan oleh perambahan lahan dan okupasi penduduk yang berasal dari desa sekitar taman nasional sebagaimana yang
telah diuraikan pada latar belakang. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa banyak kegiatan terkait dengan TNLL yang memang membutuhkan
partisipasi dari semua pihak untuk saling bekerjasama agar kepentingan dari pihak yang terkait dengan TNLL dapat diakomodir, sehingga konflik yang terjadi
dapat dieliminir dan diharapkan akan berdampak pada menurunnya kerusakan taman nasional.
4.1.3. Potensi Pariwisata