Proses terbentuknya KKM dan Implementasinya

105 Tabel 16 menunjukkan bahwa sekitar 48,89 masyarakat di desa KKM yang pendapatannya kurang dari Rp500.000bulan. Sementara pendapatan masyarakat di desa non-KKM menunjukkan bahwa lebih dari 50 masyarakat lokal yang berpendapatan kurang Rp500.000,-. Berdasarkan pendapatan rata-rata masyarakat yang ada di desa KKM Rp442.365bulan maka dapat dikatakan bahwa pendapatan yang diterima masyarakat di desa KKM lebih tinggi sekitar 6,3 dibanding dengan pendapatan yang diterima oleh masyarakat di desa non-KKM Rp416.217. Hal ini disebabkan karena jumlah masyarakat yang berpendidikan SLTP maupun SLTA di desa KKM lebih banyak dibanding dengan jumlah masyarakat yang bermukim di desa non-KKM Tabel 14, begitu pula dengan jumlah masyarakat yang intensitas penyuluhannya tinggi lebih banyak di desa KKM dibanding dengan jumlah masyarakat yang bermukim di desa non-KKM Tabel 15. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Soekartawi et al. 1985 bahwa pendidikan pada umumnya mempengaruhi cara berpikir dan keterampilan seseorang petani untuk lebih dinamis, berani menerima dan mencoba suatu hal baru dibanding dengan petani yang berpendidikan rendah. Selanjutnya dikemukakan bahwa pendidikan yang tinggi kemungkinan akan lebih mudah menangkap dan mencerna materi penyuluhan sehingga menyebabkan petani lebih menguasai pekerjaannya Soekartawi et al.1985.

5.2. Proses terbentuknya KKM dan Implementasinya

Kesepakatan konservasi masyarakat KKM dibangun untuk menjembatani kepentingan konservasi dan kepentingan ekonomi masyarakat yang didasarkan pada kesejarahan dan hukum adat masyarakat setempat. Penyusunan draf kesepakatan pada beberapa desa yang ada di sekitar TNLL menunjukkan peran LSM yang cukup besar dalam memformulasi atau menghasilkan draf kesepakatan. Berikut ini akan diuraikan bagaimana proses terbentuknya KKM di beberapa desa yang terdapat di sekitar TNLL diskusi pribadi dengan ketua lembaga adat ; kepala desa; LSM April 2007. Kesepakatan yang telah dibangun di beberapa desa di sekitar TNLL dengan keterlibatan LSM sebagai fasilitator, diformulasi atau disusun secara langsung oleh masyarakat bersama-sama dengan lembaga adat dan kepala desa. LSM sebagai fasilitator dalam penyusunan kesepakatan percaya bahwa masyarakat lokal merupakan orang yang terbaik dalam menjaga sumberdaya 106 alam mereka, sehingga perwakilan masyarakat lokal memiliki tanggung jawab untuk menyusun draf kesepakatan. Konsep kesepakatan konservasi KKM yang telah disusun oleh penduduk lokal wakil dari masyarakat, lembaga adat, dan kepala desa diserahkan kepada pihak LSM, memuat tentang sistem kepemilikan tanah dan sanksi adat yang kemudian menjadi poin yang esensial dalam pengakuan kesepakatan itu. Pada prinsipnya, fokus dari ide kesepakatan tersebut adalah masalah pengakuan hak-hak tanah adat mereka yang terdapat di dalam kawasan taman nasional. Mengacu pada konsep kesepakatan yang diterima oleh LSM tersebut, maka final kesepakatan konservasi tersebut diformulasi oleh pihak LSM. Berdasarkan kesepakatan yang telah disusun, maka otoritas taman nasional mengakui naskah kesepakatan tersebut. Selanjutnya implementasi dari kesepakatan ini berdampak positif pada kecenderungan kelestarian taman nasional dengan adanya partisipasi masyarakat lokal dalam mengawasi masyarakat luar agar tidak memanfaatkan atau mengambil sumberdaya yang terdapat dalam kawasan. Proses penyusunan draf kesepakatan lainnya yang juga difasilitasi oleh LSM, masyarakat tidak terlibat langsung dalam penyusunan kesepakatan tetapi berperan penting dalam memberikan informasi kepada LSM yang kemudian draf kesepakatan diformulasi oleh LSM. Jadi draf kesepakatan tersebut lebih mengarah pada hasil pemikiran LSM ketimbang sebagai wujud dari hasil diskusi masyarakat desa. Pihak LSM juga menyatakan bahwa penduduk lokal tidak secara langsung bertanggung jawab terhadap penyusunan draf kesepakatan, tetapi semua informasi dari masyarakat digunakan dalam penyusunan draf kesepakatan. Laporan yang dihasilkan dalam waktu dua bulan terakhir sebelum proyek tersebut berakhir juga menunjukkan keterbatasan partisipasi masyarakat dalam penyusunan kesepakatan tersebut. Kesepakatan yang dihasilkan tersebut lebih cenderung untuk mengejar target terbangunnya kesepakatan konservasi di beberapa desa sekitar kawasan, dibanding dengan bagaimana proses yang seyogyanya dilaksanakan untuk membangun suatu kesepakatan. Implementasi dari kesepakatan ini memperlihatkan bahwa masih ditemukan kegiatan perambahan maupun kegiatan illegal logging. 107

5.3. Kepentingan Stakeholder