Konsep Co-management untuk TNLL

176 Menurut Borrini-Feyerabend et al. 2000 bahwa konsensus kesepakatan yang dihasilkan seharusnya melalui proses negosiasi yang melibatkan minimal stakeholder inti masyarakat lokal dan BTNLL untuk duduk bersama membicarakan perbedaan kepentingan untuk mencapai konsensus kesepakatan yang dipahami dan dapat dijadikan kontrol oleh masing-masing pihak dalam pengelolaan taman nasional. Akan tetapi pendapat Fisher 1995 mengemukakan bahwa konsep dasar dari co-management yang berkaitan dengan sektor kehutanan adalah tercapainya kesepakatan tentang pengelolaan hutan antara pihak pengelola dengan masyarakat lokal. Oleh sebab itu konsensuskesepakatan yang telah dibangun dan telah disepakati di desa KKM antara masyarakat lokal dengan pihak BTNLL dikaitkan dengan pendapat Fisher 1995 sebagaimana yang telah dikemukakan, dapat dikatakan bahwa konsensuskesepakatan yang telah dicapai di desa KKM tersebut telah sejalan dengan konsep dasar dari co-management dan akan lebih legitimate lagi kalau konsensus yang disepakati tersebut dihasilkan melalui proses negosiasi yang sesuai dengan tataran co-management. Sementara masyarakat yang bermukim di desa non-KKM, 84,44 diantara mereka yang mengatakan bahwa belum ada konsensuskesepakatan yang dibangun antara masyarakat dengan pihak BTNLL. Menurut masyarakat di desa non-KKM, sudah beberapa kali dilakukan dialog dengan pihak BTNLL hanya saja belum ada satupun kesepakatan yang dihasilkan dari kegiatan dialog tersebut. Bukti bahwa belum ada kesepakatan yang berhasil dibangun yakni pada saat penelitian ini dilaksanakan, masyarakat di desa non-KKM mengemukakan bahwa kami telah melakukan pengukuran dan membuat patok sebagai batas wilayah yang kami bisa manfaatkan dan batas tersebut telah disetujui oleh Kepala BTNLL. Namun, ketika pemasangan patok tersebut dikonfirmasi dengan Kepala BTNLL, hal itu tidak dibenarkan oleh Kepala Balai. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa konsensuskesepakatan antara stakeholder masyarakat lokal dengan pihak BTNLL di desa non-KKM memang belum ada.

5.6. Konsep Co-management untuk TNLL

Berdasarkan hasil analisis kepentingan stakeholder, analisis partisipatif, dan analisis co-management maka teridentifikasi lima belas faktor yang diduga sebagai faktor penentu keberhasilan pengembangan co-management untuk pengelolaan TNLL . Kelima belas faktor yang dimaksud yakni: 177 A Partisipasi stakeholder adalah peran atau kegiatan yang dilaksanakan oleh stakeholder masyarakat lokal terkait dengan upaya pengelolaan TNLL. B Batas teritori adalah bagian wilayah TNLL yang dapat diakses oleh masyarakat lokal untuk memanfaatkan sumberdaya yang bernilai ekonomi. C Negosiasi adalah suatu proses kegiatan yang dilakukan dengan melibatkan minimal stakeholder masyarakat lokal dan pihak BTNLL untuk membicarakan hal-hal yang terkait dengan perbedaan kepentingan. D Kejelasan hak dan tanggung jawan adalah semua hak masyarakat lokal yang terkait dengan pemanfaatan sumberdaya di dalam kawasan TNLL diketahui oleh stakeholder masyarakat lokal maupun pihak BTNLL dan masyarakat mengerti serta mau melaksanakan tanggungjawab yang harus diemban terkait dengan kelestarian taman nasional. E Pengakuan terhadap hak lahan adat adalah pengakuan terhadap hak adathak kelola masyarakat terhadap sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan TNLL pemanfaatan sumberdaya lahan, pemetikan hasil tanaman kopikakaonya, serta pengambilan rotan dan damar. F Terbangun pusat informasi adalah pembangunan pusat informasi yang terkait dengan TNLL untuk memudahkan akses yang terkait dengan pendidikanpenelitian. G Pengambilan rotan dengan sistem rotasi yakni pengambilan rotan di bagian kawasan yang telah ditentukan bersama dengan melibatkan masyarakat lokal, lembaga adat, kepala desa, dan BTNLL melalui polisi hutan. H Masyarakat tidak melakukan kegiatan illegal loging yakni masyarakat hanya menebang kayu di dalam wilayah adat untuk kebutuhan konstruksi rumah tinggal dan kegiatan sosial dengan izin lembaga adat. I Konsensus kesepakatan adalah point-point yang disepakati oleh stakeholder melalui proses negosiasi. J Penerapan sanksi adat adalah pemberlakuan sanksi bagi setiap pelanggaran terkait dengan TNLL berdasarkan nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat lokal. 178 K Masyarakat tidak memperluas kebun dalam kawasan yakni masyarakat dengan sadar hanya mengelola kebun yang telah disepakati dan mendapat pengakuan dari pihak BTNLL. L Penataan kembali pal batas adalah pemindahan pal batas dari posisi semula ke tempat yang disepakati oleh stakeholder yang mempunyai kepentingan terkait dengan pal batas TNLL M Dana hibah untuk pengelolaan kawasan adalah dana yang diharapkan dari negara donor untuk kelestarian kawasan TNLL sebagai warisan dunia. N Pengembangan objek wisata adalah pembangunan objek-objek wisata yang terdapat di sekitar TNLL agar dapat menjadi sumber pendapatan bagi masyarakat sekitar. O Pemberian insentif bagi anggota masyarakat adalah sejumlah uang yang diharapkan diperoleh dari dana monitoring BTNLL untuk anggota masyarakat yang aktif dalam pengamanan kawasan TNLL. Sebelum dilakukan analisis prospektif terlebih dahulu dilakukan penilaian antar faktor yang hasilnya ditunjukkan pada Lampiran 4. Mengacu pada nilai pengaruh antar faktor Lampiran 4, maka untuk menentukan faktor kunci keberhasilan konsep co-management untuk pengelolaan TNLL, dilakukan analisis prospektif yang hasilnya dapat dilihat pada Gambar 40. Berdasarkan hasil analisis pada Gambar 40 terlihat bahwa ada tiga faktor yang berada pada kuadran I dan merupakan faktor input yang mempunyai pengaruh tinggi terhadap keberhasilan co-management dengan ketergantungan yang rendah antar elemen. Ketiga faktor yang terdapat pada kuadran I yang dimaksud adalah: partisipasi stakeholder dalam pengelolaan taman nasional, ada proses negosiasi, dan ada konsensus yang disepakati. Sementara empat faktor yang terdapat pada kuadran II yakni: batas teritori, kejelasan hak dan tanggung jawab stakeholder, pengakuan terhadap hak lahan adat, dan penerapan sanksi adat, merupakan faktor penghubung yang mempunyai pengaruh tinggi dan ketergantungan antar elemen yang tinggi pula dalam pendekatan co- management. Ketujuh faktor yang terdapat pada kuadran I dan kuadran II yakni : partisipasi stakeholder dalam pengelolaan taman nasional, ada proses negosiasi, ada konsensus yang disepakati, ada batas teritori, ada kejelasan hak dan tanggung jawab stakeholder, pengakuan terhadap hak lahan adat dan 179 penerapan sanksi adat merupakan faktor kunci keberhasilan co-management dalam pengelolaan TNLL. Hasil penelitian ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Claridge Oā€¯Callaghan 1995; Fisher 1995; IUCN 1997; Borrini-Feyerabend et al. 2000; Nikijuluw 1999; Knight Tighe 2003; Alikodra 2004, mengemukakan beberapa prinsip dasar atau karakteristik dari keberhasilan co-management termasuk tujuh faktor kunci keberhasilan co- management untuk pengelolaan TNLL. Gambar 40 Tingkat kepentingan faktor-faktor yang menentukan keber- hasilan pengembangan co-management dalam pengelolaan TNLL. Selanjutnya faktor yang terdapat pada kuadran III dengan pengaruh yang rendah akan tetapi keterkaitannya tinggi dengan elemen-elemen yang lain, merupakan pula faktor yang perlu mendapat perhatian sebagai penentu output keberhasilan pengembangan co-management. Sedang faktor yang terdapat pada kuadran IV merupakan faktor yang dapat diabaikan unused factor karena pengaruh maupun ketergantungannya rendah terhadap faktor lain, sehingga membutuhkan dana yang besar apabila dijadikan sebagai driven factor dalam merumuskan kebijakan. Mengacu pada ke tujuh faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan co-management dalam pengelolaan TNLL sebagaimana yang Gambaran Tingkat Kepentingan Faktor-Faktor yang Menentukan Keberhasilan Co-management untuk Pengelolaan TNLL Masy. tidak melakukan illegal loging Negosiasi Partisipasi SH Konsensus Batas teritori Terbangun pusat informasi Masyarakat tidak memperluas kebun Pengakuan hak lahan adat Pengembangan objek wisata Kejelasan hak dan t. jawab Penerapan sanksi adat Penataan kembali pal batas Dana hibah untuk pengelolaan Pengambilan rotan dg. rotasi Pemberian insentif bagi anggota masy. --------- 0.0 1.0 2.0 0.0 1.0 2.0 Ketergantungan P e n g a r u h 180 ditunjukkan pada Gambar 40, maka konsep co-management yang akan diterapkan pada pengelolaan TNLL ke depan sekaligus diharapkan dapat menginisiasi penyelesaian konflik yang terjadi di sekitar kawasan, agar TNLL tetap lestari dan ekonomi masyarakat di sekitar taman nasional dapat menigkat, ditunjukkan pada Gambar 41. Gambar 41 Konsep co-management TNLL. Gambar 41 menunjukkan bahwa konsep co-management untuk TNLL memperlihatkan bahwa dalam pengelolaan TNLL seyogyanya ada partisipasi stakeholder dan ada konsensus atau kesepakatan yang dicapai melalui proses negosiasi. Selanjutnya ditunjukkan pula bahwa pendekatan co-management dalam pengelolaan TNLL seharusnya ada batas teritori yang disepakati, kejelasan hak dan tanggung tanggung jawab stakeholder, pengakuan terhadap hak lahan adat, dan ada penerapan sanksi adat. Konsep co-management yang dihasilkan dari penelitian ini sejalan dengan pendapat Borrini-Feyerabend et al. 2000 yang intinya bahwa prinsip dasar dari keberhasilan co-management adalah partisipasi stakeholder, negosiasi, kejelasan hak dan tanggung jawab, serta lebih menghargai dan mementingkan proses ketimbang hasil atau produk jangka pendek. Implementasi dari konsep co-management ini, membutuhkan adanya produk hukum yang mengikat para stakeholder berupa peraturan desa tentang faktor-faktor kunci Penerapan sanksi adat Partisipasi SH Negosiasi Konsensus Batas teritori Kejelasan hak dan t. jawab Pengakuan terhadap hak lahan adat Penyele- saian konflik - Proses yang dikawal - Produk Hukum yang mengikat -Kelesta- rian taman nasional - Pening- katan ekonomi masya- rakat 181 keberhasilan co-management untuk TNLL serta pengawalan atas proses penerapannya dengan melibatkan masyarakat lokal, pihak BTNLL, dan akademisi melalui kegiatan pengabdian pada masyarakat. Deskripsi masing-masing faktor kunci yang menentukan keberhasilan konsep co-management dalam pengelolaan TNLL sebagaimana yang telah ditunjukkan pada Gambar 41 diuraikan sebagai berikut. 1 Partisipasi stakeholder Partisipasi stakeholder merupakan faktor kunci dalam penerapan konsep co- management pada pengelolaan kawasan konservasi. Konsep pengelolaan taman nasional yang diterapkan sebelumnya lebih memandang masyarakat lokal sebagai musuh daripada sebagai mitra; pendekatan yang digunakan adalah pendekatan keamanan yang tujuannya untuk memelihara ekosistem kawasan konservasi agar tetap utuh. Kenyataan yang terjadi di lapangan memperlihatkan bahwa, sumberdaya alam yang terdapat di dalam kawasan TNLL tetap rusak dan masyarakat lokal melakukan perlawanan terhadap otoritas taman nasional. Hal ini disebabkan karena adanya aturan yang melarang masyarakat lokal mengakses sumberdaya yang terdapat di dalam kawasan, yang secara turun temurun telah menjadi sumber penghidupan mereka jauh sebelum penetapan kawasan taman nasional. Di sisi lain konsep konservasi keragaman hayati sulit dipahami oleh masyarakat lokal terutama tentang fungsi dan manfaat konservasi. Keadaan ini mengakibatkan semakin rusaknya kawasan taman nasional, sehingga dibutuhkan suatu pendekatan baru yang didukung oleh partisipasi stakeholder. Partisipasi stakeholder terutama masyarakat lokal dalam pengelolaan TNLL diharapkan bahwa tujuan pengelolaan taman nasional untuk perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan dapat tercapai . 2 Negosiasi Negosiasi dalam co-management merupakan kata kunci untuk mencapai kesepakatan. Negosiasi dibutuhkan dalam pengembangan co-management untuk TNLL karena adanya perbedaan kepentingan dari berbagai stakeholder. Penyelesaian berbagai kepentingan tersebut dapat diselesaikan melalui pendekatan negosiasi dengan syarat bahwa stakeholder terkait saling membutuhkan dan saling percaya untuk take and give. 3 Konsensus 182 Konsensus atau kesepakatan merupakan faktor kunci yang harus dicapai dalam pengembangan co-management untuk pengelolaan kawasan konservasi. Kesepakatan hanya dapat dicapai apabila tujuan pengelolaan kawasan konservasi dipahami oleh seluruh stakeholder yang terkait. Konsensus atau kesepakatan yang dicapai tanpa melibatkan stakeholder inti masyarakat lokal dan BTNLL, maka kesepakatan tersebut tidak dapat dikatakan sebagai bentuk dari co-management. 4 Batas teritori Batas teritori dibutuhkan sebagai salah satu kunci dalam pengembangan co- management untuk kawasan TNLL, sebab ketidak jelasan batas teritori memberikan gambaran ketidak jelasan hak teritori yang akan dikolaborasikan oleh para stakeholder. Dalam pengelolaan taman nasional, tidak mungkin setiap aspek akan melibatkan pula semua stakeholder. Oleh sebab itu batas teritori dalam pengembangan co-management untuk pengelolaan TNLL ke depan merupakan salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan co- management. Ketidak jelasan batas teritori akan menghasilkan ketidak jelasan kepentingan yang akan dikolaborasikan. Kalau kondisi ini yang terjadi maka tujuan akhir dari co-management untuk menginisiasi penyelesaian konflik kepentingan tidak dapat tercapai. 5 Kejelasan hak dan tanggung jawab stakeholder Kejalasan hak dan tanggungjawab stakeholder dalam konsep co-management akan memperjelas status kepemilikan lahan atau sumberdaya yang ada dalam kawasan taman nasional serta akan memperjelas pula tanggungjawab yang akan dilaksanakan oleh stakeholder yang bersangkutan, terkait dengan hak yang melekat pada masing-masing stakeholder. Menurut stakeholder masyarakat lokal ketidak jelasan hak maupun tanggungjawab yang akan diemban dalam pengelolaan TNLL akan memberikan dampak ketidak nyamanan dalam pemanfaatan sumberdaya terutama sumberdaya lahan, yang merupakan kebutuhan dasar bagi masyarakat lokal. Apabila kebutuhan dasar tersebut tidak terpenuhi maka konflik antara masyarakat lokal dengan pihak BTNLL belum dapat terselesaikan. Karena itu salah satu kunci keberhasilan co-management dalam pengelolaan TNLL adalah kejelasan hak dan tanggungjawab dari stakeholder. Kejelasan hak dan tanggungjawab stakeholder diharapkan dapat memberikan kejelasan bagi masyarakat bahwa 183 di bagian kawasan mana mereka dapat mengakses sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhannya memungut hasil tanaman kopi, rotan, pandan hutan sebagai bahan kerajinan, dan tanaman obat untuk dijadikan ramuan. Selain itu kejelasan hak dan tanggungjawab akan memperjelas pula tugas dan kewenangan dari stakeholder lainnya dalam menangani permasalahan ekonomi, sosial, dan budaya masyarakat. 6 Pengakuan terhadap hak lahan adat Salah satu faktor yang paling sering menyebabkan konflik di sekitar TNLL adalah masalah pemanfaatan lahan. Hal ini terjadi karena adanya hak akuan dari masing-masing pihak yang merasa memiliki hak atas kawasan taman nasional. Pihak masyarakat lokal, dengan alasan kesejarahan mengklaim lahan adat mereka yang terdapat dalam kawasan taman nasional. Sementara pihak BTNLL dengan mengacu pada SK. Menteri Pertanian No. 593Kpts- II1993 pada tanggal 5 Oktober 1993 tentang penunjukan kawasan TNLL mengklaim bahwa masyarakat yang berkebun di dalam kawasan dikategorikan sebagai perambah. Kondisi ini memicu terjadinya konflik yang akhirnya pada suatu saat, TNLL unsustainable. Oleh sebab itu untuk menghindari terjadinya konflik kepentingan antar stakeholder dan diharapkan dapat meningkatkan kinerja pengelolaan maka dibutuhkan suatu paradigma pengelolaan dengan mengembangkan co-management. Salah satu faktor kunci keberhasilan dari pengembangan co-management untuk TNLL ke depan, adalah pengakuan terhadap wilayah hak adat. 7. Penerapan sanksi adat Pengelolaan kawasan konservasi dengan pendekatan hukum negara atau hukum formal bentukan pemerintah, kelihatannya ada beberapa hal yang agak sulit dilakukan termasuk masalah konflik pemanfaatan lahan yang terjadi di sekitar TNLL. Oleh karena itu diperlukan alternatif penyelesaian konflik atau alternative conflict resolution ACR yang dapat diterapkan untuk tujuan kelestarian TNLL. Alternatif yang dimaksud adalah penerapan sanksi adat sebagai salah satu faktor kunci yang menentukan keberhasilan pengembangan co-management, karena sanksi adat terkait erat dengan nilai- nilai yang berlaku dalam suatu komunitas masyarakat adat sehingga lebih bertahan dan lebih dipatuhi bila dibandingkan sanksi-sanksi formal bentukan pemerintah. Untuk itu diharapkan menjadi jaminan terhadap kelestarian TNLL. 184

VI. SIMPULAN DAN SARAN

6.1. Simpulan

1. Kepentingan stakeholder terkait dengan TNLL yakni masyarakat lokal berkeinginan untuk tetap memanfaatkan lahan adatnya yang terdapat dalam kawasan taman nasional baik masyarakat yang ada di desa KKM maupun desa non-KKM; BTNLL lebih ke perlindungan kawasan; lembaga adat berkepentingan dalam hal pengakuan terhadap hak adat dan kejelasan batas TNLL; kepala desa menginginkan pula pengakuan terhadap hak adat dan jaminan keamanan; Pemda berkepentingan dalam peningkatan produksi pertanian, ekowisata, dan pembangunan infrastruktur; LSM lebih kepada penyadaran dan edukasi, pelestarian, dan peningkatan ekonomi masyarakat; pelaku bisnis berorientasi pada objek usaha baik hasil hutan maupun hasil pertanian; akademisipeneliti berkepentingan dalam hal pendidikan dan penelitian. 2. Konflik di TNLL terjadi karena adanya perbedaan kepentingan antara masyarakat lokal dengan pihak BTNLL, ditunjukkan dengan adanya kegiatan perambahan, Illegal logging, pengrusakan pal batas, dan pembakaran pos polisi hutan. Konflik ini terkait dengan penghasilan masyarakat yang rendah, pendidikan, dan respon masyarakat yang rendah terhadap pelestarian taman nasional. 3. Ada perbedaan partisipasi masyarakat lokal dalam upaya pelestarian kawasan, pengamanan kawasan, dan keaktifan masyarakat dalam mengikuti pelatihanpenyuluhan antara desa KKM dan desa non-KKM; hal ini terkait dengan kepentingan masyarakat di desa KKM untuk tetap memanfaatkan hak adatnya: mengolah sumberdaya lahan yang terdapat dalam kawasan, memetik hasil tanaman kopikakaonya, serta mengambil rotan dan damar telah diakomodir oleh pihak BTNLL, sementara kepentingan masyarakat di desa non-KKM belum mendapatkan pengakuan dari pihak BTNLL. 4. Penerapan prinsip-prinsip co-management yaitu partisipasi stakeholder, konsensus, batas teritori, kejelasan hak dan tanggung jawab, pengakuan terhadap hak lahan adat, dan penerapan sanksi adat di desa KKM berada pada kategori tinggi atau telah dilaksanakan dengan baik sementara proses negosiasi pelaksanaannya masih pada kategori sedang; untuk desa non-KKM