90
zona wisata, dan 5 zona budaya. Hanya saja luasan dari zona-zona tersebut belum diketahui secara pasti.
TNLL yang mengalami kerusakan sampai pada tahun 2004 sekitar 14.770 Ha yang tersebar di beberapa lokasi di dalam areal TNLL yang
disebabkan oleh perambahan dan pengambilan hasil hutan yang tidak terkontrol. Kerusakan terparah terjadi di kawasan Dongi-dongi dengan luasan kurang lebih
4000 ha. Kerusakan tersebut disebabkan oleh perambahan lahan dan okupasi penduduk yang berasal dari desa sekitar taman nasional sebagaimana yang
telah diuraikan pada latar belakang. Kondisi ini memberikan indikasi bahwa banyak kegiatan terkait dengan TNLL yang memang membutuhkan
partisipasi dari semua pihak untuk saling bekerjasama agar kepentingan dari pihak yang terkait dengan TNLL dapat diakomodir, sehingga konflik yang terjadi
dapat dieliminir dan diharapkan akan berdampak pada menurunnya kerusakan taman nasional.
4.1.3. Potensi Pariwisata
Potensi parawisata di sekitar TNLL dapat dikelompokkan kedalam kondisi biofisik alamnya, keutuhan hutan dan keragaman hayatinya, serta keadaan sosial
budayanya. Jika ingin menarik wisatawan maka sistem dan struktur tertentu perlu dibenahi, seperti kegiatan petualangan yang terencana, lokasi-lokasi yang
menarik dan fasilitas yang layak. Pariwisata di dalam dan sekitar TNLL mempunyai tiga 3 tujuan dasar:
Budaya megalith, kegiatan pertanian, kerajinan tangan; Basis-alam pengamatan burung, pengamatan satwa, studi botani, studi geologi;
dan Basis-aktifitas arung jeram, jalan kaki, dan berkemah.
1 Pariwisata berbasis budaya
Budaya yang terdapat di sekitar kawasan TNLL diantaranya adalah Budaya Kulawi, Pekurehua, dan Budaya To Besoa yang memerlukan beberapa
perbaikan agar dapat menarik perhatian pengunjung, misalnya rumah adat dan megalith, diperlukan pula bahan penunjang untuk dapat membantu interpretasi,
dan menyusunnya dalam kontekskerangka sejarah. Pembuatan baju dari kulit kayu melalui pemukulan merupakan suatu proses yang menarik, juga kegiatan
pertanian mempunyai potensi untuk menarik wisatawan, namun memerlukan
91
petunjuk menyangkut metoda dan teknik serta arti dari adatkebiasaan yang dilakukan masyarakat.
2 Pariwisata berbasis-alam
Kekayaan alam TNLL seperti mamalia besar misalnya anoa Bubalus sp, babi rusa Babyrousa babyrussa, bahkan monyet hitam Macaca tonkeana tidak
secara langsung dapat dilihat, sehingga bantuan dan interpretasi sangat diperlukan. Pengamatan burung merupakan jenis ekowisata yang memiliki
jaringan tersendiri seperti Oriental Bird Clubs; dengan adanya jenis burung endemik diantaranya: burung alo Rhyticeros cassidix yang dapat diamati, akan
merupakan daya tarik tersendiri bagi pengamat burung dan peniru suara burung untuk berkunjung ke kawasan ini BLTNLL 2001.
Bentuk lain dari pariwisata berbasis alam yang telah dikembangkan dan cukup menarik untuk dinikmati serta juga bisa menunjukkan bagaimana manusia
dapat memanfaatkan sumberdaya alam secara lestari, seperti peternakan kupu- kupu dan produksi madu, yang keduanya dapat menarik wisatawan.
3 Pariwisata berbasis-aktifitas
Wisata yang berbasis aktivitas dan cukup menarik yakni kegiatan arung jeram di Sungai Lariang. Sungai Lariang adalah sungai terpanjang di Sulawesi
yang mengitari sebagian besar dan merupakan batas TNLL di Bagian Barat, memiliki potensi yang sangat baik bagi aktivitas arung jeram karena memiliki
variasi tingkatan tantangan untuk peruntukan olahragawan arung jeram yang ahli, maupun pemula. Pengembangan aktivitas arung jeram seharusnya
mempertimbangkan peralatan keamanan yang digunakan dan diawasi oleh instruktur yang berpengalaman. Pengembangan potensi wisata arung jeram
diperlukan koordinasi dengan sektor pariwisata terutama dalam aktivitas pemasaran dan pemberdayaan masyarakat agar terlibat dalam pengelolaan
arung jeram.
4.1.4. Jumlah Wisatawan