Konsep Negosiasi Konsep untuk Mengembangkan Co-management 1. Konsep Partisipasi

47 pengurus dan sekarang masih aktif, dan 6 jika sekarang menjadi pengurus Goldhamer 1943; Duncan dan Artis 1952 dalam Slamet 1989. Penelitian lain yang dilakukan oleh Kaufman di Kentucky 1949 yang mengukur partisipasi dalam organisasi formal di masyarakat pedesaan dengan menggunakan dua variabel yakni: 1 keanggotaan, dan 2 jabatan yang dipegang. Selanjutnya Slamet 1989 mengemukakan bahwa status sosial ekonomi pekerjaan, pendidikan, dan pendapatan berkaitan erat dengan tahapan partisipasi, lapisan penduduk dengan status sosial lebih tinggi lebih banyak terlibat dalam proses perencanaan dan pelaksanaan, kelas sosial menengah lebih banyak dalam proses pelaksanaan, sedangkan kelas sosial yang lebih rendah lebih banyak hanya dalam proses pemanfaatan.

2.5.2. Konsep Negosiasi

Pendekatan negoisasi dalam co-management adalah kata kunci untuk mencapai kesepakatan. Sebagaimana yang ditunjukkan sebelumnya, Borrini- Feyerabend et al. 2000 mendefinisikan co-management sebagai suatu situasi dimana dua atau lebih stakeholder bernegosiasi, menetapkan dan menjamin diantara mereka sendiri suatu pembagian yang adil mengenai fungsi manajemen, kepemilikan dan tanggung jawab untuk suatu teritori tertentu, wilayah atau seperangkat sumberdaya alam. Leeuwis 2000 menjelaskan bahwa proses negosiasi merupakan suatu strategi untuk penyelesaian konflik. Lebih jauh lagi Leeuwis 2000 membagi proses negosiasi kedalam dua kategori. Pertama, distributif: Berbagai stakeholders berpegang pada persepsi dan posisi mereka sendiri, dan pada dasarnya menggunakan negosiasi untuk membagi sumberdaya, keuntungan salah satu pihak merupakan kerugian bagi pihak lain. Kedua, integratif: Stakeholder mengembangkan suatu definisi dan persepsi masalah yang baru dan sering kali lebih luas yang berubah berdasarkan proses pembelajaran kolektif yang kreatif dan berujung pada win-win solution atau pemecahan yang menguntungkan semua pihak. Dalam rangka memfasilitasi negosiasi integratif, Venema dan van Den Breemer 2000 mengidentifikasi sejumlah hal yang secara khas mendasari suatu proses negosiasi, termasuk persiapan, kesepakatan tentang proses desain, eksplorasi bersama, analisis situasi, pencarian fakta bersama, menyusun kesepakatan, berkomunikasi dengan perwakilan, dan memonitor pelaksanaanya. Jika mengadopsi suatu pendekatan negosiasi membantu terciptanya hasil yang secara mutual dapat disetujui dalam manajemen sumberdaya alam. 48 Menurut Fisher 1995 ada tiga hal yang harus dipenuhi sebelum negosiasi dapat dilaksanakan yakni: 1 keragaman kepentingan: konflik kepentingan kemungkinan timbul dimana saja ketika masyarakat berjuang untuk perubahan yang berarti; 2 saling ketergantungan: stakeholder harus merasa saling bergantung satu dengan lainnya dalam menyelesaikan suatu masalah. Suatu pendekatan negosiasi menjadi mustahil jika stakeholder kunci tidak percaya kalau mereka saling membutuhkan dalam rangka pencapaian kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak; 3 kemampuan komunikasi: stakeholder yang terkait harus mampu berkomunikasi satu dengan lainnya. Berkaitan dengan negosiasi sebagai pendekatan pencapaian kesepakatan negosiasi, suatu hal yang penting untuk dicatat adalah pencapaian sebuah kesepakatan yang dinegosiasi sangat dipengaruhi oleh nilai orientasi dari fasilitator. Pada kenyataannya, menerapkan pendekatan negoisasi mungkin merupakan strategi terbaik untuk mendorong terciptanya keharmonisan diantara stakeholder. Pengakuan terhadap berbagai stakeholder yang terlibat dalam manajemen sumberdaya alam merupakan basis pendekatan co-management. Dalam pengaruhnya, co-management berbasis pada identifikasi kepentingan, hak dan masalah sosial yang terkait dengan sumberdaya alam tertentu, mempublikasikan semua ini kepada semua pihak yang berkepentingan dan memulai debat publik untuk mencapai sebuah kesepakatan umum atau kontrak legal diantara para pihak yang dijalankan oleh pemerintah bila diminta Venema dan van Den Breemer 2000. Sejalan dengan itu, Borrini-Fayerabend 1996 lebih khusus mengemukakan bahwa posisi stakeholder berdasarkan pada kapasitas dan kepentingan mereka untuk terlibat dalam negosiasi, dengan kriteria sebagai berikut: 1 Hak-hak yang telah ada terhadap tanah atau sumberdaya alam dan pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki untuk manajemen sumberdaya alam yang berada dalam sengketa; 2 Kehilangan dan kerusakan yang terjadi dalam proses manajemen dan pentingnya hubungan historis dan kultural dengan sumberdaya alam yang disengketakan; 3 Tingkat ketergantungan ekonomi dan sosial terhadap sumberdaya alam, tingkat usaha dan kepentingan dalam manajemen dan keadilan dalam 49 akses terhadap sumberdaya dan distribusi keuntungan dari sumberdaya alam; dan 4 Kompatibilitas antara kepentingan dan aktivitas stakeholder dengan kebijakan konservasi, yang mengakui keberadaan atau potensi akibat dari aktivitas stakeholder terhadap basis sumberdaya. Banyak kasus menunjukkan kalau masyarakat cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi bukan karena mereka tidak peduli terhadap yang lain, tetapi karena mereka kurang percaya terhadap institusi dan peraturan danatau informasi menyebabkan mereka memilih opsi kooperatif Aarts 1998. Terkait dengan itu, dibutuhkan ruang untuk pembelajaran sosial dan kooperatif yang tergantung pada kondisi awal dan jenis institusi, hal ini mungkin membutuhkan negosiasi strategi terlebih dahulu Baland dan Plateau 1996.

2.5.3. Konsep Property Rights