2.6.4 Kondisi Topografi
Kondisi topografi suatu wilayah akan mempengaruhi angin dan suhu udara di atasnya. Perbedaan penerimaan radiasi matahari antara datar dan berlereng
menyebabkan terjadinya pola aliran udara yang mengikuti perbedaan suhu dan tekanan udara di atasnya.
Pengaruh topografi cukup rumit, sehingga menurut Barry 1968, perlu mengenali jenis pegunungan dengan kriterianya. Pada dasarnya perlu dibedakan
antara puncak yang terisolasi, yaitu rangkaian pegunungan yang cukup besar untuk memodifikasi aliran udara ke atas maupun ke bawah, dan dataran tinggi
yang membentuk penghalang utama untuk gerakan udara dan memiliki iklim sendiri. Puncak yang tinggi mengalami suhu yang hampir sama dengan udara
bebas pada ketinggian yang sama, sementara dataran tinggi dipanaskan dan didinginkan oleh proses radiasi. Lembah diantara dataran tinggi memiliki
atmosfer ‘tertutup’ yang secara diurnal dimodifikasi oleh pendinginan malam hari, khususnya di musim dingin dan dinaikkan suhunya oleh pemanasan siang
hari. Wilayah dengan topografi datar, pola anginnya relatif tidak mengalami
gangguan, seperti yang dikemukakan oleh Zhang dan Ghoniem 1993 bahwa pengaruh topografi datar terhadap dispersi dan lintasan kepulan sangat kecil.
Untuk daerah dengan berpegunungan gerakan udara angin akan mendapatkan hambatan sehingga terjadi gerakan udara ke atas secara mekanik forced
convective. Topografi juga dapat mengubah arah dan kecepatan angin dengan cepat karena adanya saluran chanelling melalui lembah, dan city-street canyon,
atau pemisahan aliran. Menurut Bibero dan Young 1974 profil kota yang kasar menjadi tempat penyerapan energi kinetik dan memperlambat angin.
2.7 Model Prediksi
2.7.1 Model Dispersi
Secara umum terdapat empat model kualitas udara yang digunakan, yaitu: 1 model empirik atau statistik, model ini digunakan untuk menghubungkan data
konsentrasi suatu lingkungan dengan lingkungan lain, misalnya CAR-model, suatu model untuk mengestimasi kepadatan lalulintas dengan perubahan area; 2 model
Gaussian atau plume-model, merupakan model teori dasar penyebaran mengenai distribusi polutan karena turbulensi, model ini dapat digunakan pada skala lokal;
3 model Lagrangian, model untuk paket udara sebagai fungsi waktu sepanjang aliran streamlines dalam atmosfer. Model ini digunakan untuk menganalisis emisi
polutan pada topografi yang kompleks, sedangkan aliran dan perubahan konsentrasinya dikaji secara particulary Noonan, 1999. Jenis model partikel
Lagrangian merupakan satu level di atas model puff. Model ini membutuhkan sejumlah banyak partikel untuk membangun signifikansi statistik pada simulasi
Mikkelsen, 2003; dan 4 model Eulerian, suatu model untuk menganalisis konsentrasi satu atau beberapa kotak, pergerakan dari kotak ke kotak dipengaruhi
oleh kecepatan angin. Untuk memprediksi penyebaran pencemar udara dikenal dua level
pemodelan, yakni screen modeling dan refined modeling. Analisis penyebaran dengan screening modeling memberikan prediksi yang bersifat konservatif
terhadap dampak sumber pencemar dengan menggunakan masukan data dari kasus terburuk konsentrasi zat pencemar maksimum atau data yang minimum
ketersediaannya NSW-EPA 2001 dan ODEQ 2002. Menurut New South Wales Environment Protection Authority 2001, screening modeling ini akan
memberikan suatu penilaian yang disebut ‘penilaian dampak tingkat 1’ level 1 impact assessment. Dalam publikasi World Bank 1997 diungkapkan bahwa
screen models dapat digunakan untuk menentukan dispersi pencemar udara dengan lebih cepat karena prosesnya yang tidak terlalu kompleks.
Model prediksi dapat diberlakukan untuk setiap evolusi dan seluruh spesies polutan dalam lingkungan dengan perubahan yang konstan. Menurut
Ching et al. 2005 keluaran model secara kuantitatif tergantung pada seleksi grid serta aplikasi komputasi yang digunakan. Lee, Geem, Kim dan Nam Yon 1998
membangun simulasi komputer untuk memprediksi polutan beracun melalui adveksi dan difusi untuk aliran unsteady. Model simulasi komputer dibangun
dengan UNET, model simulasi kualitas air, TOX15. Model ini diaplikasikan pada phenol di sungai Nakdong Korea. Hasil model menunjukkan secara akurat dapat
memprediksi transpor polutan pada sistem sungai. Sementara itu Reza, Kingham dan Pearce 2005 mengevaluasi model dispersi PM
10
dengan menggunakan
model TAPM The Air Pollutan Model di Christchurch New Zeland. Hasil pembandingan statistik dengan monitoring dengan IOA Index of Agreement 0,6
untuk variabel meteorologi menunjukkan hasil yang baik. Penggunaan model dispersi udara secara esensi menggambarkan laju
emisi. Model dispersi adalah melakukan penghitungan sebaran udara dengan
koefisien dari setiap udara bebas pada waktu dan keadaan tertentu. Mayinger,
Pultz dan Durst 1989 membuat model simulasi numerik penyebaran polutan pada lapisan batas atmosfer. Model yang dibangun menggunakan model Euler.
Persamaan difernsial dikembangkan dari hukum konservasi massa, momentum dan energi. Prosedur solusi numerik untuk unsteady secara spesipik dilakukan
melalui: metode finite volum, menggunakan scheme implicit time step, sedangkan penyelesaian matrik menggunakan Strongly-Implicit-Procedure SIP.
Secara umum penyebaran plume pada lapisan batas atmosfer melalui dua mekanisme yaitu konveksi atau adveksi dan difusi. Difusi adalah pergerakan
atau perpindahan molekul-molekul dari material tertentu, dari tempat konsentrasi tinggi ke tempat dengan konsentrasi lebih rendah. Difusi merupakan sifat alamiah
molekul yang terjadi karena setiap molekul memiliki energi kinetik untuk terus bergerak dengan bebas, cepat dan acak sehingga molekul-molekul akan saling
bertabrakan sampai terdistribusi merata. Model dispersi yang digunakan, tingkat kerumitannya akan beragam,
tergantung pada input yang digunakan dan output yang diharapkan. Drew et.al. 2006 membuat model penyebaran bioaerosol dari fasilitas pupuk kompos. Data
konsentrasi bioaerosol diukur dan dianalisis secara berurut dengan menggunakan model dispersi ADMS. Model ini adalah model dispersi Gausian untuk durasi
penyebaran yang singkat dan permukaan yang kompleks. Hasilnya kemudian dibandingkan dengan hasil pengukuran untuk mendapatkan model prediksi yang
akurat. Dalam membandingkan hasil model, didasarkan pada tiga kelas stabilitias Pasquill very unstable, neutral dan very stable. Pada kondisi very unstable
konsentrasi bioaerosol pada ground level lebih tinggi dari pada kelas stablitias yang lain. Sementara itu Cemas dan Rakovec 2003 membangun model spasial
dan temporal untuk menganalisis emisi SO
2
dari termal Powerplant di Europa. Konsentrasi polutan di atmosfer dianalisis menggunakan konservasi massa. Model
yang dibangun menggunakan model dispersi MEDIA yaitu suatu model Eulerian untuk grid tiga dimensi dengan sigma sebagai koordinat vertikal. Konsentrasi
polutan diukur pada setiap titik grid node pada setiap waktu.
2.7.2 Sistem Peramalan Kualitas Udara