Aplikasi Model Screen3 Sebaran Polutan di Kawasan Industri

tontahun. Pabrik ini membutuhkan energi listrik sebesar 65.000.000 KWHbulan yang bersumber dari PT KDL. Selain listrik, pabrik ini juga menggunakan gas sebesar 16.000 m 3 bulan untuk kegiatan industri yang bersumber dari Perusahaan Gas Indonesia PGI. Pabrik baja slab atau Steel Slab Plant SSP-2 pada dasarnya sama dengan pabrik SSP-1. Kapasitas produksinya mencapai 800.000 tontahun. Pabrik ini membutuhkan energi listrik sebesar 93,5 MW, sedangkan per bulannya sebesar 39,6 juta KWH yang bersumber dari PT KDL. Selain listrik, pabrik ini juga menggunakan energi gas alam sebesar 659,520 Nm 3 bulan untuk kegiatan industri yang bersumber dari PGI. Pabrik billet baja atau Billet Steel Plant BSP membutuhkan energi listrik dengan kapasitas 165 MW yang bersumber dari PT KDL. Pemakaian perbulannya berkisar 125 MW yang dibutuhkan untuk proses melting. Pabrik batang kawat atau Wire Rod Mill WRM menggunakan bahan baku hasil produksi pabrik BSP dengan berat 1,1 – 2,2 tonbatang billet. Kapasitas produksi pabrik batang kawat adalah 375.000 tontahun. Energi yang digunakan di pabrik WRM adalah energi listrik, khususnya untuk proses rolling, dengan jumlah sebesar 20 MW yang disuplai dari PT KDL. Pabrik ini juga menggunakan energi gas yang disuplai dari Pertamina dengan kapasitas terpasang 8.000 Nm 3 jam sedangkan pemakaian per bulannya sebesar 1508 Nm 3 jam. Pabrik canai panas atau Hot Strip Mill HSM menggunakan bahan baku slab yang berasal dari pabrik SSP-1 dan SSP-2 dengan kapasitas maksimum 2.520.000 ton per tahun. Penggunaan energi yang dibutuhkan pabrik ini adalah energi listrik yang bersumber PT KDL dengan kapasitas terpasang sebesar 17.478.896 KWH sedangkan rata-rata pemakaian per bulannya sebesar 14.512.774 KWH. Pabrik canai dingin atau Cold Rolling Mill CRM menggunakan bahan baku yang berasal dari HSM dalam bentuk gulungan hot rolled coil HRC dengan volume 56.181 ton per bulan. Kapasitas energi yang digunakan sebesar 17.513.852 KWH yang bersumber dari PT KDL dengan pemakaian per bulannya sebesar 10.313.419 KWH.

4.2.2 Aplikasi Model Screen3

Screen3 adalah dispersi model single-source yang dibangun oleh US EPA untuk mengestimasi konsentrasi maksimum pelbagai polutan. Model ini digunakan sebagai penilaian awal untuk sumber titik dan sumber area Jungers et. at. 2006. Berikut ditampilkan aplikasi model screen3 untuk menentukan konsentrasi maksimum polutan yang diemisikan dari cerobong pabrik. Output dari model ini akan didapat konsentrasi maksimum dan jarak polutan yang diemsikan dari setiap cerobong. a. Input data yang berhubungan dengan sumber emisi b. Input data yang berhubungan dengan data meteorologi Gambar 14. Model input data pada model screen3 Cara penggunan model tersebut hádala sebagai berikut: a. pada Title tulis judul analisis, kemudian pada Source Type pilih Point. Selanjutnya pada Dispersion Coeficient pilih Rural, sedangkan Flagpole Receptor tertulis Receptor Height Above Ground, tulis 0 untuk ground level atau 1.5 m untuk ketinggian standar b. pada Point Source Parameters masukkan data tingkat emisi, tinggi stack, diameter dalam stack, kecepatan gas keluar dari stack, temperatur gas keluar dari stack, dan temperatur udara ambien. Setelah semua data diisi, kemudian clik option maka muncul layar Source Type: Point c. pada Terrain Option pilih: Simple Terrain untuk daerah yang simpel, Complex Terrain untuk daerah yang kompleks, dan Complex + Simple Terrain. Untuk Simple Terrain pilih Flat Terrain atau Elevated Terrain. Pada Choose At Least One Option pilih Automated Distances atau Discrete Distances, dan pada Option pilih Fumigation dan Building Downwash d. untuk berbagai stabilitas atmosfer pilih Single Stability Class and Wind Speed. Pada Stability Class pilih A sampai F sesuai dengan stabilitas atmosfer suatu daerah, kemudian tulis kecepatan angin pada ketinggian 10 meter dengan range 1 sampai 5 ms.

4.2.3 Sebaran Polutan di Kawasan Industri

Berdasarkan penerapan model screen3, maka didapat jarak sebaran dan konsentrasi maksimum SO 2 dan debu yang jatuh pada permukaan tanah. Hasil running model screen3 pada berbagai stabilitas atmosfer dengan kecepatan angin rata-rata bulanan 2,5 ms ditampilkan pada Tabel 18 sampai Tabel 20. Tabel 18. Jarak sebaran SO 2 dan debu dengan konsentrasi maksimum μgm 3 yang jatuh pada permukaan tanah di kawasan industri zona Pulomerak Sumber: PT Indonesi Power Unit 1-4 Sumber: PT Indonesi Power Unit 5-7 SO2 Debu SO2 Debu Stabilitas Atmosfer Jarak Sebaran m Konsentrasi Maksimum μgm 3 Konsentrasi Maksimum μgm 3 Stabilitas Atmosfer Jarak Sebaran m Konsentrasi Maksimum μgm 3 Konsentrasi Maksimum μgm 3 A 1090 866,0000 143,0000 A 1223 592,4000 132,9500 B 3841 374,4000 127,2000 B 4801 237,2000 119,9000 C 8519 245,3000 107,0000 C 11086 148,9000 106,8700 D 18800 24,8500 94,3000 D 18800 4,8200 98,3000 E 18800 12,6800 63,4000 E 18800 1,0700 73,8000 Tabel 19. Jarak sebaran SO 2 dan Debu dengan konsentrasi maksimum di kawasan industri zona KS Sumber: PT KDL Sumber: PT KS SO2 Debu SO2 Debu Stabilitas Atmosfer Jarak Sebaran m Konsentrasi Maksimum μgm 3 Konsentrasi Maksimum μgm 3 Stabilitas Atmosfer Jarak Sebaran m Konsentrasi Maksimum μgm 3 Konsentrasi Maksimum μgm 3 A 1000 78,6400 10,4700 A 1000 194,3300 27,1800 B 1000 222,2000 29,5900 B 1539 153,3800 26,7000 C 1514 192,6000 25,6500 C 2917 140,6900 20,3500 D 3847 102,0000 13,5900 D 10001 116,1900 8,0970 E 4302 61,1300 8,1430 E 11011 119,1630 4,5830 Tabel 20. Jarak sebaran SO 2 dan Debu dengan konsentrasi maksimum di kawasan industri zona Ciwandan Sumber: PT Candra Asri Sumber: PT Ciwandan SO2 Debu SO2 Debu Stabilitas Atmosfer Jarak Sebaran m Konsentrasi Maksimum μgm 3 Konsentrasi Maksimum μgm 3 Stabilitas Atmosfer Jarak Sebaran m Konsentrasi Maksimum μgm 3 Konsentrasi Maksimum μgm 3 A 1000 0,5785 0,0214 A 1000 49,5200 9,8940 B 1909 0,3811 0,0141 B 1555 47,1200 9,4150 C 3757 0,2849 0,0106 C 2948 36,2100 7,2350 D 14052 0,1031 0,0038 D 10001 14,6200 2,9220 E 8741 0,1682 0,0062 E 9296 11,9900 2,3960 Hasil analisis sebaran pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa jarak sebaran pada berbagai kondisi stabilitas atmosfer terlihat sangat bervariasi, sebagai berikut: a zona Pulomerak Pada zona ini, pabrik yang dikaji adalah PT Indonesia Power yang dikenal sebagai PLTU Suralaya. Perusahaan ini memiliki tujuh cerbong, pada unit 1 - 4 cerobong yang digunakan setinggi 200 meter sedangkan pada unit 5 - 7 menggunakan cerobong setinggi 275 meter. Konsentrasi maksimum SO 2 dan debu yang diemisikan pada berbagai stabilitas atmosfer sangat bervariasi. Pada stabilitas sangat tidak stabil sampai netral A – D jarak sebaran SO 2 dan debu semakin besar, sedangkan konsentrasi SO 2 dan debu yang diemisikan semakin kecil. Jarak sebaran SO 2 dan debu terbesar terjadi pada stabilitas D netral dan E agak stabil. Sementara itu konsentrasi terbesar SO 2 dan debu yang diemisikan yang jatuh pada permukaan tanah terjadi pada stabilitas A yaitu pada kondisi udara labil mantap very unstable. Penyebaran SO 2 dan debu dapat terjadi sampai jarak puluhan ribu meter atau beberapa puluh kilometer dari sumbernya. SO 2 dan debu yang diemisikan mencapai 18800 meter. b zona Kraktaua Steel KS Pada zona ini, pabrik yang dikaji adalah PT KS dan PT KDL. Jumlah cerobong pada PT KS sebanyak 25 cerobong dan PT KDL sebanyak 5 cerobong. Konsentrasi terbesar SO 2 dan debu yang jatuh pada permukaan tanah dari sumber PT KDL adalah pada stabilitas B yaitu pada kondisi udara cukup labil moderate unstable. Sementara itu dari sumber PT KS konsentrasi terbesar SO 2 dan debu yang jatuh pada permukaan tanah adalah pada stabilitas A yaitu pada kondisi udara labil mantap very unstable. Penyebaran SO 2 dan debu dapat terjadi sampai puluhan ribu meter atau beberapa puluh kilometer dari sumbernya. Secara umum SO 2 dan debu yang diemisikan pada stabilitas sangat tidak stabil sampai agak stabil A – E menunjukkan semakin jauh jarak sebaran, semakin kecil konsentrasinya. c zona Ciwandan Pada zona ini, pabrik yang dikaji adalah PT Candra Asri dan PT Cigading. Banyaknya cerobong pada PT Candra Asri 2 cerobong dan PT Cigading 5 cerobong. Konsentrasi terbesar SO 2 dan debu yang jatuh pada permukaan tanah adalah pada stabilitas A yaitu pada kondisi udara labil mantap very unstable. Pada stabilitas A sampai D menunjukkan bahwa jarak sebaran semakin besar, sedangkan konsentrasi yang diemisikan semakin kecil. Kemudian pada stabilitas E yaitu pada saat kondisi udara agak stabil slightly stable, baik jarak sebaran maupun konsentrasi SO 2 dan debu menurun. Penyebaran SO 2 dan debu dapat terjadi sampai puluhan ribu meter atau beberapa puluh kilometer dari sumbernya. Hasil analisis untuk setiap kondisi stabilitas atmosfer menunjukkan bahwa umumnya penyebaran SO 2 dan debu akan terkumpul di sekitar jarak maksimum dari sumber emisi, kemudian akan menyebar dengan konsentrasi yang menurun sampai jarak yang cukup jauh dari sumbernya. Konsentrasi maksimum SO 2 yang diemisikan dari unit 1 PLTU Suralaya sebagai fungsi jarak pada stabilitas A dengan kecepatan angin 2 ms ditunjukkan pada Gambar 15.a sedangkan pada stabilitas B dengan kecepatan angin yang sama ditunjukkan pada Gambar 15.b selengkapnya ditampilkan pada Gambar 31 dan 32 Lampiran 2. Berdasarkan Gambar 15 terlihat bahwa pada stabilitas atmosfer A konsentrasi maksimum SO 2 berada pada kisaran 800 – 900 μgm 3 dengan jarak 1000 – 2000 meter, sedangkan pada stabilitas B konsentrasi maksimum berada pada kisaran 350 – 400 μgm 3 dengan jarak 4000 meter. Jarak dan besarnya kadar polutan yang jatuh pada permukaan tanah selain dipengaruhi oleh stabilitas juga akan sangat dipengaruhi oleh besarnya sumber emisi dan ketinggian cerobong. Pada stabilitas E yaitu pada saat kondisi udara agak stabil slightly stable, penyebaran polutan dapat terjadi sampai jarak puluhan ribu meter atau puluhan kilometer dari sumbernya. Konsentrasi terbesar maksimum yang jatuh pada permukaan tanah terjadi pada stabilitas A yaitu pada kondisi udara labil mantap very unstable. Semakin stabil kondisi atmosfer, konsentrasi polutan di sekitar cerobong asap semakin kecil. Hal ini dikarenakan tingkat pengolakan udara lebih kecil sehingga polutan tidak banyak berdispersi atau menyebar. Hasil ini didukung oleh Ashraf dan Hoshyaripour 2008 yang membuat model untuk menganalisis CO pada stabilitas atmosfer dengan PTM Pasquill-Turner Method. Cahyono 2005 yang meneliti sebaran SO 2 dan NO 2 dari industri di Bandung. Metode yang digunakan adalah semi top-down untuk data gradien menggunakan MM5. Hasil penelitiannya menyatakan bahwa angin dapat membawa materi polutan melintasi batas kota dan negara sampai ratusan kilometer. Huang et.al. 2005 menganalisis dispersi polutan dengan kondisi non istermal di Kota Kawasaki Jepang. Hasil simulasi menunjukkan penyebaran polutan searah dengan arah angin. Kemudian Drew et.al. 2006 yang membuat model penyebaran bioaerosol dari fasilitas pupuk kompos, yang menyatakan bahwa pada kondisi very unstable konsentrasi bioaerosol pada ground level lebih tinggi dari pada kelas stablitias yang lain. Kapasitas emisi dari setiap kegiatan industri sangat tergantung pada jenis dan jumlah bahan bakar yang digunakan dalam setiap proses produksi. Berdasarkan analisis sebaran pada kecepatan angin 1 ms debu dan SO 2 yang diemisikan dari kawasan industri sebagai berikut: dari zona Ciwandan pada stabilitas A sangat tidak stabil dan B tidak stabil menengah masih di dalam kawasan, sedangkan pada stabilitas C – E sedikit tidak stabil sampai agak stabil menyebar sampai ke luar kawasan industri; dari zona KS pada stabilitas A – C masih di dalam kawasan, sedangkan pada stabilitas D – E netral sampai agak stabil menyebar sampai ke luar kawasan industri; dan dari zona Pulomerak, pada stabilitas A masih di dalam kawasan, sedangkan pada stabilitas B – E menyebar sampai ke luar kawasan industri. a. Jarak versus konsentrasi pada stabilitas A dengan v = 2,5 ms b. Jarak versus konsentrasi pada stabilitas B dengan v = 2,5 ms Gambar 15. Konsentrasi maksimum SO 2 sebagai fungsi jarak Pada kecepatan angin 2,5 ms rata-rata bulanan, debu dan SO 2 yang diemisikan dari kawasan industri sebagai berikut: dari zona Ciwandan pada stabilitas A – C masih di dalam kawasan, sedangkan pada stabilitas D – E menyebar sampai ke luar kawasan industri; dari zona KS pada stabilitas A – C masih di dalam kawasan, sedangkan pada stabilitas D – E menyebar sampai ke luar kawasan industri; dan dari zona Pulomerak, pada stabilitas A – B masih di dalam kawasan, sedangkan pada stabilitas C – E menyebar sampai ke luar kawasan industri. Sementara itu jarak sebaran polutan, kecuali tergantung pada stabilitas atmosfer juga tergantung pada kecepatan angin dan tinggi cerobong. Semakin besar kecepatan angin, konsentrasi polutan di sekitar cerobong asap semakin besar. Hal ini dikarenakan polutan akan lebih cepat mencapai lokasi tertentu karena terbawa angin. Selain itu, angin yang lebih kencang akan lebih cepat membelokkan polutan saat bergerak naik sehingga lintasan pergerakan polutan akan lebih dekat dengan permukaan tanah. Contour sebaran polutan yang menyebar ke luar kawasan industri pada kecepatan angin 2,5 ms dari kawasan industri di Kota Cilegon, disajikan pada Gambar 16. Gambar 16. Contour sebaran SO 2 dari kawasan industri Dari gambar tersebut tampak bahwa, dari tiga zona kawasan industri yang ada di Kota Cilegon sebaran polutan yang menyebar ke luar kawasan industri adalah dari zona Pulomerak. Hal ini disebabkan pada zona tersebut, menggunakan tinggi cerobong 200- 275 meter. Sementara itu dari zona Ciwandan, sebarannya masih di sekitar kawasan industri. Hasil ini didukung oleh hasil penelitian Bapedalda Banten 2002 yang menyatakan bahwa sebaran polutan yang menyebar di provinsi Banten diemisikan dari PLTU Suralaya. Kemudian Bokowa dan Liu 2003 yang mengestimasi kebauan yang diemisikan dari sumber fugitive dengan menggunakan model screen3.

4.3 Hasil Pengukuran Emisi di Kawasan Industri