prinsip konservasi massa, dengan perubahan total massa pada sistem tertutup adalah nol.
2.7.4 Aplikasi Model untuk Menganalisis Konsentrasi Polutan
Untuk menganalisis sebaran pencemar udara dari sumber dilakukan model. Suatu model untuk menganalisis sebaran pencemar udara digunakan model
Gaussian. Proses model plume Gauss, cocok untuk mengidentifikasi hubungan
input dan output dari data yang di uji Sabin et al., 2000. Gaussian plume model adalah salah satu model matematika yang digunakan untuk mempresentasikan
proses dispersi polutan di udara. Persamaan dari model tersebut digunakan untuk menentukan konsentrasi polutan hasil dispersi cerobong asap pabrik di lokasi
tertentu di sekitar cerobong asap. Pada model ini perilaku polutan mengikuti distribusi normal atau distrbusi Gaussian. Model Gausian secara luas digunakan
untuk mengestimasi impact polutan non-reaktif dari sumber titik atau garis Arya, 1999.
Model Gaussian pertama-tama dikembangkan untuk mengolah emisi dari sebuah sumber titik
plumes dalam skala lokal, model multi kotak sengaja dikembangkan sebagai model regional skala meso untuk menangani pencemaran
di daerah urban yang secara spesifik akan mengolah penyebaran pencemar di daerah berdasarkan distribusi emisi pencemarnya. Formula pada Gaussian plume
model dapat digunakan untuk menentukan tinggi fisik cerobong asap yang minimum agar dispersi polutan tidak membahayak makhluk hidup di sekitar
pabrik. Soriano et.al. 2003 melakukan pengukuran dampak emisi dari cerobong
industri, dengan menggunakan model Gaussian dan mesoscale. Model Gaussian digunakan untuk memprediksi konsentrasi pelbagai polutan pada
ground-level yang diemisikan dari cerobong industri. Sementara itu dampak emisi dari
cerobong indutri di Eastern Spanyol digunakan model TAPM The Air Pollutan Model.
Model sebaran pencemar udara dari sumber titik disajikan pada Gambar 8. Hasil model
plume Gaussian sebagai solusi dari persamaan difusi. Pada model ini faktor lain yang dipertimbangkan yaitu stabilitas atmosfer yang mempengaruhi
penyebaran polutan baik secara horisontal searah angin downwind maupun
melintasi arah angin crosswind. Formula dasar fungsi Gaussian dapat digunakan secara tepat untuk mengestimasi distribusi polutan dari
single source Forsdyke, 1970. Model dispersi Gauss dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan:
2 2
2 2
2
1 1
1 , , ;
exp exp
exp 2
2 2
2
y z
y z
z
Q y
z H
z H
C x y z H u
πσ σ σ
σ σ
⎧ ⎫
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎡ ⎤
⎛ ⎞
⎛ ⎞
⎛ ⎞
− +
⎪ ⎪
⎢ ⎥
⎢ ⎥
= −
− +
− ⎢
⎥ ⎜
⎟ ⎨ ⎬
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎜ ⎟
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎢ ⎥
⎝ ⎠
⎝ ⎠
⎪ ⎪
⎝ ⎠
⎣ ⎦
⎣ ⎦
⎣ ⎦
⎩ ⎭
……. 2.18
keterangan : C adalah konsentrasi polutan pada suatu titik x,y,z, dalam gm
-3
Q adalah laju emisi, dalam gs
-1
σ
y
, σ
z
adalah parameter penyebaran horisontal y dan vertikal z, merupakan
fungsi dari jarak x
u adalah kecepatan angin rata-rata pada ketinggian cerobong, dalam ms
-1
y adalah kepulan horisontal dari centerline, dalam m x adalah kepulan vertikal dari permukaan, dalam m
H adalah ketinggian efektif H=h+ ∆h, h adalah ketinggian cerobong dan ∆h
adalah tinggi kepulan di atas cerobong
Gambar 8 memberikan ilustrasi tentang pemodelan dispersi polutan dengan Gaussian plume model. Polutan bergerak searah dengan arah angin pada
sumbu-x. Sumbu-y adalah arah tegak lurus horisontal dengan sumbu-x dan sumbu-z adalah vertikal dengan permukaan tanah. Pada proses difusi polutan,
terjadi difusi tiga dimensi karena molekul-molekul polutan berdifusi pada sumbu- x, sumbu-y dan sumbu-z. Selain proses difusi, pada sumbu-x juga terjadi proses
adveksi atau transportasi polutan yang diakibatkan oleh angin. Persamaan 2.18 dapat digunakan dengan asumsi; kecepatan dan arah angin
dari sumber titik sampai reseptor konstan, turbulensi atmosfer konstan, seluruh kepulan tidak mengalami deposisi ataupun washout, komponen yang mencapai
Gambar 8. Model penyebaran polutan dari sumber titik berdasar sebaran Gauss
Carbon, 2004
permukaan dipantulkan kembali ke dalam kepulan, tidak ada komponen yang diserap oleh badan air atau vegetasi, dan secara kimia tidak ada komponen yang
mengalami transformasi, dispersi hanya terjadi pada arah vertikal dan crosswind
Leonard, 1997. Stabilitas atmosfer dan downwind distance pada model Gaussian, bukan merupakan input langsung, tapi seluruhnya terkaper pada
parameter dispersi σ
y
dan σ
z
. Parameter tersebut diasumsikan sebagai standar deviasi horisontal dan vertikal. Parameter dispersi yang biasa digunakan untuk
model Gaussian adalah koefisien dispersi PGT Pasquill-Gifford-Turner untuk
rural area. Ashrafi dan Hoshyaripour 2008 membuat model untuk menganalisis stabilitas atmosfer dan hubungannya dengan konsentrasi CO. Metode yang
digunakan untuk menganalisis stabilitas atmosfer adalah PTM Pasquill-Turner
Method dengan program PORTRAN90. Untuk aplikasi model digunakan data meteorologi dari Tahun 2000 sampai 2005 dari stasiun Mehrabad. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ada hubungan antara konsentrasi CO dengan stabilitas atmosfer. Klasifikasi stabilitas atmosfer sebesar 38,77, 27,26, 33,97 untuk
kondisi stabil, netral dan tidak stabil. Hasil frekuensi relatif mengindikasikan kondisi stabil menurun selama periode Januari sampai Juni, dan meningkat selama
periode Juli sampai Desember. Sementara itu Ruhiat et.al. 2009 melakukan
analisis karkateristik udara di Kota Cilegon. Data meteorologi yang digunakan dari Tahun 2005 – 2007. Hasil analisis menunjukkan bahwa stabilitas atmosfer di
Kota Cilegon berada pada stabilitas A sangat tidak stabil sampai E agak stabil. Aplikasi model untuk single source pada berbagai stabilitas atmosfer
digunakan model screen3 suatu model yang dikembangkan oleh badan
lingkungan Amerika USEPA United States Environmental Protection Agency. Model dispersi
Screen3 digunakan untuk menganalisis pola sebaran polutan yang tidak reaktif pada periode jangka pendek harian, sehingga diperoleh pola
sebaran pada tingkat stabilitas yang berbeda. Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Daerah Bapedalda Banten 2002 melakukan analisis pola
penyebaran polusi udara di Provinsi Banten. Sebaran polutan dikaji dengan menggunakan model
screen3. Hasil analisis sebaran menunjukkan bahwa jarak sebaran terjadi pada berbagai kondisi stabilitas atmosfer. Pada stabilitas E yaitu
pada saat kondisi udara agak stabil slightly stable, penyebaran polutan dapat
terjadi sampai jarak puluhan ribu meter atau puluhan kilometer dari sumbernya. Konsentrasi terbesar maksimum yang jatuh pada permukaan tanah adalah pada
stabilitas A yaitu pada kondisi udara labil mantap very unstable.
Aplikasi model untuk multiple sources digunakan model ISCST3 Industrial Source Complex Short Term3. Rahmawati 2003 mengaplikasikan
model dispersi Gauss untuk menduga pencemaran udara di kawasan industri. Analisis emisi dari sumber menggunakan model
ISCST3. Sementara itu Venegas dan Mazzeo 2002 membuat model dispersi untuk mengevaluasi konsentrasi NO
2
di Buinos Aires. Aplikasi model dari sumber titik menggunakan model ISCST3 sedangkan dari sumber area menggunakan model DAUMOD The Atmospheric
Dispersion Model. Model ini diaplikasikan untuk mengevaluasi sebaran polutan pada setiap grid untuk Kota Buinos Aires. Konsentasi NO
2
perjam dan pertahun dapat diestimasi. Hasil prediksi terjadinya konsentrasi perjam lebih besar dari
yang ditunjukan WHO. Ruhiat et.al. membuat prediksi sebaran SO
2
di Kota Cilegon. Model dibangun dengan menggunakan persamaan adveksi-difusi untuk
aliran unsteady. Kemudian Tan, Vergel dan Camagay 2006 membangun dan
mengkalibrasi model dispersi polutan. Model dispersi udara digunakan untuk mengestimasi konsentrasi polutan yang diemisikan pada berbagai sumber industri.
Konsentrasi polutan dianalisis searah dengan arah angin. Model ini diaplikasikan di Kota Manila, sebarannya dianalisis sebagai fungsi ruang dan waktu.
Untuk menganalisis penyebaran pencemar udara pada suatu wilayah, Santoso 2005 membuat model penyebaran pencemar udara dari kendaraan
bermotor dengan menggunakan metode volume terhingga di Kota Bogor. Model yang dibangun, diturunkan dari persamaan umum tranpor untuk aliran
steady. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pencemar udara, menyebar ke semua arah
melalui proses difusi. Sementara itu Lastdrager, Koren dan Verwer 2001 membuat teknik kombinasi masalah adveksi
time-dependent pada setiap grid. Persamaan adveksi didiskretisasi menjadi persamaan linear. Hasil analisis
menunjukkan bahwa teknik kombinasi lebih efisien dari pada pendekatan single-
grid. Schulze et.al. 2002 membuat model distribusí dan simulasi spasial-
temporal. Untuk mendukung informasi spasial digunakan HILA High Level
Architecture. Spasial-temporal pada standar geoinformasi digunakan DALI Distributed Spatial-temporal Interoperability architecuture. Sementara itu
Alimaman 2004 membuat model matematis monitoring kualitas lingkungan untuk kawasan perkotaan. Model ini dilakukan pada lokasi; Kota Bogor, Kota
Jakarta, Kota Semarang, Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Bandung. Model matematis yang dibangun adalah model regresi. Hasil pola regresi dengan
variabel yang dikembangkan, didapat bahwa jumlah rumah dan jumlah industri yang bertambah, akan membutuhkan kebutuhan kapasitas jalan sesuai kebutuhan
dengan jumlah kendaraan yang ada, akan mengakibatkan kerusakan lingkungan. Kemudian Chenevez, Baklanov dan Sorensen 2004 membuat model prediksi
transpor polutan dengan scheme integrasi numerik. Sebaran konsentrasi polutan
C dianalisis dengan menggunakan persamaan adveksi-difusi. Persamaan dibangun dalam bentuk spasial dan temporal. Konsentrasi yang diemisikan pada
waktu t t
+ Δ di dalam grid didapat solusi: 2
.
t t
t t
C t Q t
C
+Δ −Δ
= Δ +
dengan Q tergantung pada volume emisi grid. Sementara itu Tartakovsky, Federico 1997
membuat solusi analitik untuk transpor pencemaran pada aliran nonuniform.
Persamaan dibangun dari persamaan difernsial dispersi-konveksi steady-state untuk kasus 2 dimensi. Kemudian
Fadimba 2005 membuat linierisasi dengan scheme Euler pada persamaan adveksi-difusi nonlinear. Fungsi aliran faksional,
fungsi invers, dan koefisien difusi menggunakan deret Taylor-expansion. Hasil
analisis linearisasi untuk time-step ditunjukkan dengan matrik.
III. METODOLOGI
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2005 sampai April 2008 termasuk untuk persiapan, perijinan dan penyusunan proposal. Penelitian dilakukan di Kota
Cilegon Provinsi Banten. Wilayah kajian melingkupi kawasan industri, dan perumahan atau pemukiman Kota Cilegon dengan Kabupaten Serang, seperti
terlihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Wilayah studi Cilegon dikenal sebagai kota baja, karena di kota ini berdiri perusahaan
pengolah baja terbesar di Indonesia. Berdirinya perusahaan ini, diikuti oleh perusahaan lain sebagai penunjang, sehingga membutuhkan lahan yang cukup
luas. Lahan yang digunakan untuk industri menurut penggunaan tanah seluas 2.846,89 ha BPN Kota Cilegon, 2004. Industri tersebut menyebar di tiga
kecamatan yakni: kecamatan Ciwandan, Citangkil dan Pulomerak.
3.2 Prosedur Penelitian
Proses pendugaan dan analisis dispersi pada penelitian ini terbagi menjadi beberapa tahap kegiatan. Tahapan tersebut mencakup kegiatan pengumpulan data,
pembuatan model prediksi serta aplikasi model pada studi kasus, hingga pemetaan penyebaran pencemar udara di Kota Cilegon. Tahapan pengolahan dan analisis
data penelitian, selengkapnya disajikan pada Gambar 10. 39