Perseroan dipengaruhi secara negatif oleh risiko operasional dan infrastruktur, kondisi cuaca
77 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
Selain itu, IUPOP Indomining akan habis masa berlakunya pada Juni 2013. Indomining sedang dalam
proses pembaharuan IUPOP-nya dan telah mengajukan permohonan perpanjangan pada bulan Desember 2011. Akan tetapi, sesuai dengan ketentuan IUPOP, Indomining disyaratkan untuk
mengajukan permohonan perpanjangan 2 dua tahun sebelum masa berlaku IUPOP berakhir. Meskipun permohonan perpanjangan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan, Indomining
memperkirakan akan menerima konfirmasi atas perpanjangan IUPOP-nya selama 10 tahun, pada akhir tahun 2012. Namun, tidak terdapat kepastian bahwa IUPOP tersebut dapat diperbaharui dalam periode
ini, ataupun dapat diperbaharui sama sekali. Apabila ada IUPOP yang dicabut atau tidak dapat diperpanjang, atau apabila hak-hak yang tercantum
dalam IUPOP dibatasi untuk alasan apapun, maka Perseroan tidak dapat atau akan dibatasi dalam melakukan pertambangan Batubara di area konsesinya, sehingga hal ini berdampak negatif dan material
terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. 11. Peraturan perundang-undangan baru, termasuk DMO, dapat berdampak negatif terhadap
kinerja usaha Perseroan
Kegiatan pertambangan Batubara diatur oleh Pemerintah melalui Kementerian ESDM yang dikoordinasikan dengan Kementerian Kehutanan, Kementerian Lingkungan Hidup dan Badan Koordinasi
Penanaman Modal. Disamping itu, pemerintah daerah dimana area konsesi Entitas Anak berada juga dapat memberlakukan peraturan yang berdampak pada kegiatan pertambangan Batubara. Selama 20
tahun terakhir, Pemerintah telah memberlakukan sejumlah peraturan perundang-undangan baru yang mempengaruhi industri pertambangan di Indonesia. Dalam banyak kasus, Undang-undang dan peraturan
baru tersebut tidak konsisten dengan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada PKP2B yang dipegang oleh produsen-produsen Batubara, sehingga mengakibatkan terjadinya ketidakpastian yang cukup besar
dalam penerapan Undang-undang dan peraturan baru tersebut, bagi para produsen Batubara. Walaupun saat ini tidak ada izin pertambangan Entitas Anak yang berbentuk PKP2B, tidak terdapat kepastian
bahwa ketidakpastian serupa tidak akan terjadi sehubungan dengan IUPOP yang dimiliki Perseroan sebagai akibat dari Undang-undang dan peraturan baru yang diterbitkan oleh Pemerintah.
Pada tanggal 30 September 2009, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 28 Tahun 2009 tentang Penyelenggaraan Usaha Jasa Pertambangan Mineral
dan Batubara “Permen 28 Tahun 2009” yang merupakan implementasi dari ketentuan Pasal 127 Undang-Undang Pertambangan No. 4. Permen 28 Tahun 2009 menyatakan bahwa para pemegang
IUPOP diwajibkan untuk melakukan sendiri kegiatan penambangan dan pengolahan Batubara. Permen 28 Tahun 2009 lebih lanjut menyatakan bahwa semua kesepakatan kontrak antara pemegang konsesi
yang terdiri dari pemegang IUP, PKP2B dan kontrak karya untuk pertambangan bahan mineral dan para kontraktor pertambangan yang sudah ada pada tanggal berlakunya Permen 28 Tahun 2009 akan
tetap berlaku hingga semaksimalnya 3 tahun ke depan. Dengan demikian, selambat-lambatnya pada tanggal 30 September 2012, ABN diwajibkan untuk menyesuaikan kontraknya dengan Petrosea,
Arkananta dan BKPL, dan TMU harus melakukan penyesuaian terhadap kontraknya dengan STA. Kontrak Indomining dengan SIS sudah sesuai dengan Permen 28 Tahun 2009. Disamping itu,
Pemerintah mungkin dapat menerbitkan peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya. Meskipun Perseroan berniat untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan untuk memenuhi peraturan-peraturan tersebut,
termasuk melakukan amandemen pada perjanjian-perjanjian operasional dengan para kontraktor pertambangannya, tidak terdapat kepastian bahwa Perseroan akan dapat memenuhi peraturan-
peraturan tersebut dalam jangka waktu yang ditentukan.
Pada tanggal 15 Januari 2010, Kementerian ESDM menerbitkan Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 34 tahun 2009 tentang Pengutamaan Pemasokan Kebutuhan Mineral dan Batubara
untuk Kepentingan Dalam Negeri “Permen No. 34 tahun 2009”, yang berlaku efektif sejak tanggal 30 Desember 2009, peraturan ini mewajibkan para produsen Batubara dan mineral lainnya di Indonesia
untuk mengutamakan persediaan Batubara domestik melalui penjualan sebagian dari hasil produksinya untuk pasar domestik Indonesia. Permen No. 34 tahun 2009 juga menyatakan bahwa produsen Batubara
dapat mengekspor Batubara hasil produksinya; dengan ketentuan perusahaan tersebut telah memenuhi persentase penjualan domestik minimum sebagaimana ditetapkan oleh Menteri ESDM, sesuai dengan
perencanaan yang wajib diserahkan oleh produsen Batubara tersebut kepada Menteri ESDM. Berdasarkan Permen No. 34 tahun 2009, Entitas Anak Perseroan diwajibkan untuk memenuhi kewajiban
minimum penjualan domestik. Pada tanggal 31 Agustus 2010, Kementerian ESDM menerbitkan Kepmen
78 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
2360. Kepmen 2360 menyatakan bahwa persentase penjualan domestik minimum untuk tahun 2011 adalah 24,17. Kepmen 2360 kemudian diubah pada tanggal 1 Desember 2011 dengan Kepmen 1334.
Berdasarkan Kepmen 1334, Pemerintah menurunkan persentase penjualan domestik minimum untuk tahun 2011 menjadi 18,41. Pada tanggal 25 Agustus 2011, Kementerian ESDM menerbitkan Kepmen
1991, yang menyatakan bahwa persentase penjualan domestik minimum untuk tahun 2012 adalah 24,72. Berdasarkan Kepmen 2360, Kepmen 1334 dan Kepmen 1991, ABN merupakan satu-satunya
Entitas Anak Perseroan yang diharuskan memenuhi DMO dan diharuskan untuk memenuhi persentase penjualan domestik minimum dari penjualan untuk tahun 2011 dan 2012. Standar-standar yang
digunakan dalam menetapkan perusahaan pertambangan mana yang terkena DMO tidak diatur secara jelas dan tidak dapat dipastikan Entitas Anak yang mana yang akan terkena kewajiban minimum
penjualan ke pasar domestik di tahun-tahun mendatang. Berdasarkan Permen No. 34 tahun 2009, perusahaan yang tidak memenuhi kewajiban minimum penjualan pasar domestik tersebut dapat
dikenakan sanksi administratif oleh Menteri ESDM, Gubernur atau Bupati, sesuai dengan kewenangannya, dalam bentuk peringatan tertulis sebanyak tiga kali dengan selang waktu satu bulan,
diikuti dengan kewajiban untuk melakukan pengurangan produksi untuk tahun berikutnya sebesar 50. Secara historis, Perseroan telah mengekspor hampir seluruh Batubara yang diproduksinya. Perseroan
berkeyakinan bahwa permintaan domestik untuk Batubara ABN, yang memiliki nilai kalori lebih tinggi dari Batubara Termal yang umumnya digunakan untuk pembangkit listrik tenaga Batubara di pasar domestik,
tidak signifikan dan hal tersebut menyebabkan ABN mengalami kesulitan dalam pemenuhan DMO pada tahun 2011 dan akan menyebabkan ABN mengalami kesulitan dalam memenuhi DMO di masa depan.
Jika ABN menjual Batubara dengan nilai kalori lebih tinggi tersebut di pasar domestik, maka ABN kemungkinan besar harus menjual Batubara tersebut pada harga yang lebih rendah dibandingkan
dengan harga yang akan didapat di pasar internasional. Pada tahun 2011, ABN mencoba untuk menjual Batubara dalam negeri untuk memenuhi DMO, namun tidak dapat menemukan pembeli yang sesuai
untuk membayar sesuai harga yang dimiliki ABN di pasar ekspor. Berdasarkan Permen No. 34 tahun 2009, perusahaan-perusahaan yang diwajibkan untuk memenuhi DMO dapat memenuhi kewajibannya
dengan membeli kuota transfer dari perusahaan produsen Batubara lainnya. Pada tanggal
25 Januari 2012, dalam rangka untuk memenuhi DMO, ABN menandatangani perjanjian dengan PT Arutmin Indonesia untuk melakukan pembelian kuota transfer dengan ketetapan pembelian yaitu
sejumlah 548.818 ton Batubara dengan harga US3,00 per ton Batubara. Dengan demikian, ABN memenuhi DMO pada tahun 2011, sesuai dengan Surat dari Dirjen Mineral dan Batubara No.
62830DJB2012 tanggal 15 Februari 2012 mengenai Persetujuan Ijin Penjualan Batubara dari Kuota DMO. Kewajiban ABN untuk melakukan pembelian kuota transfer telah dan kemungkinan akan
meningkatkan biaya lainnya ke depan. Tidak terdapat kepastian bahwa ABN akan mampu memenuhi DMO-nya di masa depan melalui pembelian kuota transfer pada harga yang dapat diterima atau tidak
sama sekali. Meskipun Perseroan berkeyakinan bahwa Pemerintah sejauh ini tidak melakukan tindakan atas perusahaan pertambangan yang tidak memenuhi DMO, tidak ada kepastian bahwa Pemerintah
tidak akan mengenakan sanksi atas ketidakmampuan Perseroan untuk memenuhi DMO-nya ataupun ketidakmampuan lain di masa depan untuk memenuhi DMO.
Pada tanggal 23 September 2010, Kementerian ESDM memberlakukan Peraturan Menteri ESDM No. 17 Tahun 2010 tentang Tata Cara Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Dan Batubara Peraturan
17, yang menetapkan harga patokan untuk penjualan Batubara kepada pelanggan domestik dan internasional, yang ditentukan berdasarkan mekanisme pasar danatau sesuai dengan harga umum yang
berlaku di pasar internasional. Berdasarkan Peraturan 17, jika produsen Batubara Indonesia menjual Batubara dengan harga di bawah
patokan, maka produsen diwajibkan membayar royalti kepada Pemerintah berdasarkan harga patokan. Harga patokan ditentukan oleh Dirjen dan dihitung dengan menggunakan formula yang didasarkan pada
mekanisme pasar danatau indeks harga Batubara internasional. Harga patokan tersebut hanya ditetapkan sekali sebulan. Oleh karena itu, jika harga Batubara mengalami penurunan di pasar
internasional, terutama penurunan yang signifikan, Perseroan dapat mengalami kesulitan dalam pengamanan kontrak untuk menjual Batubara dengan harga patokan yang relevan yang didasarkan
pada rata-rata indeks harga Batubara tertentu dari bulan atau bulan-bulan sebelumnya, tergantung pada apakah kontrak bersifat spot atau berjangka. Apabila hal ini terjadi dan Perseroan menjual Batubara
dalam harga yang lebih rendah dari harga benchmark, pembayaran royalti sebagai persentase penjualan
79 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
dan laba akan meningkat. Hal tersebut dapat berdampak negatif terhadap kegiatan marjin laba dan profitabilitas Perseroan.
Pada tanggal 16 Mei 2012, Pemerintah menerbitkan Peraturan Kementerian Keuangan No. 75PMK.0112012 Tahun 2012. Berdasarkan peraturan baru ini, ekspor mineral logam, bijih mineral dan
bebatuan akan dikenakan tarif ekspor sebesar 20. Selain itu, tarif ekspor juga dikenakan terhadap beberapa komoditas sebagai berikut: i sebesar 40 akan dikenakan kepada kelapa sawit yang belum
diproses; ii sebesar 20 akan dikenakan pada bungkil oil cakes; dan iii tarif bertingkat akan dikenakan pada minyak kelapa sawit dan produk turunannya. Tarif ekspor tersebut juga akan dikenakan
atas produk kulit yang belum diproses, beberapa macam produk perkayuan, dan biji kakao. Meskipun peraturan ini tidak mengatur mengenai tarif ekspor Batubara, rancangan peraturan tersebut pada
awalnya memuat tarif ekspor untuk Batubara. Tidak dapat dipastikan bahwa penetapan suatu tarif ekspor untuk Batubara, yang akan memiliki dampak negatif terhadap harga jual Batubara dan penjualan
Perseroan, tidak akan diberlakukan oleh Pemerintah di masa yang akan datang. Segala hal-hal yang disebutkan di atas dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha,
kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. Secara umum, tidak ada kepastian bahwa di masa mendatang, Pemerintah tidak akan mengeluarkan perubahan peraturan perundang-
undangan yang dapat mempengaruhi industri pertambangan di Indonesia, atau membatalkan peraturan perundang-undangan, yang dapat berdampak signifikan terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan,
kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.
12. Perseroan bergantung pada kemampuannya untuk memperoleh, mempertahankan dan memperbaharui lisensi, perjanjian dan persetujuan yang dibutuhkan
Disamping IUPOP, Perseroan juga memerlukan berbagai lisensi dan persetujuan untuk menjalankan kegiatan usahanya, termasuk lisensi dan persetujuan dari tingkat pusat, regional, atau daerah setempat,
sehubungan dengan kebijakan korporasi umum, pertambangan, penanaman modal, ketenagakerjaan, lingkungan hidup, pemanfaatan lahan, transportasi, logistik, dan karyawan. Perseroan harus
memperbaharui lisensi atau persetujuan yang dimilikinya pada saat lisensi dan persetujuan tersebut berakhir masa berlakunya, serta memperoleh lisensi dan persetujuan baru apabila diperlukan. Kegagalan
untuk melakukan hal tersebut dapat berdampak negatif pada rantai pasokan Batubara dan kegiatan pertambangan, serta rencana ekspansi Perseroan. Sebagai contohnya, izin penyimpanan limbah
berbahaya dan beracun ABN yang akan habis masa berlakunya dalam waktu satu tahun ke depan, serta izin tangki penimbunan bahan bakar cair milik ABN dan izin penyimpanan limbah berbahaya dan beracun
dan tangki penimbunan bahan bakar cair milik Indomining yang akan berakhir masa berlakunya dalam jangka waktu dua tahun ke depan. Disamping itu, Indomining memiliki izin operasi terminal khusus yang
diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Kabupaten Kutai Kartanegara. Namun, izin ini belum mencukupi menurut Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan dan Peraturan Menteri
Perhubungan No. PM 51 Tahun 2011 tentang Terminal Khusus dan Terminal Untuk Kepentingan Sendiri. Peraturan tersebut mengatur bahwa kewenangan pemberian izin operasi terminal khusus berada pada
Menteri Perhubungan. Dengan demikian, Indomining perlu untuk memperoleh izin operasi terminal khusus yang diterbitkan oleh Menteri Perhubungan tersebut untuk dapat mendukung kegiatan usahanya.
Saat ini, Indomining sedang dalam proses untuk memperoleh izin operasi terminal khusus dari Menteri Perhubungan tersebut. Apabila badan pemerintahan terkait membatalkan atau menolak untuk
mengeluarkan atau memperbaharui lisensi dan persetujuan yang dibutuhkan atau mengenakan sanksi atas izin yang seharusnya dimiliki, maka hal tersebut dapat berdampak negatif dan material terhadap
kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. Berdasarkan IUPOP yang dimiliki Entitas Anak, Entitas Anak diwajibkan untuk mengajukan dan
memperoleh persetujuan atas program kerja dan anggaran Entitas Anak Perseroan setiap tahunnya dari pejabat kabupaten setempat. Salinan atas dokumen tersebut harus diserahkan kepada Menteri ESDM
dan Gubernur terkait. Sebelum memberikan persetujuan, pejabat kabupaten setempat dapat memerintahkan Entitas Anak untuk merevisi program kerja dan anggaran yang diserahkan dan tidak
terdapat kepastian bahwa revisi atau perubahan tersebut akan menguntungkan kegiatan Perseroan. Selain itu, untuk melakukan perpanjangan IUPOP, Entitas Anak harus mengajukan permohonan
perpanjangan dua tahun sebelum masa berlaku IUPOP habis. IUPOP Indomining habis masa berlakunya pada Juni 2013. Indomining sedang dalam proses pembaharuan IUPOP dan memperkirakan akan
menerima konfirmasi atas perpanjangan IUPOP-nya selama 10 tahun, pada akhir tahun 2012. Namun,
80 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
Entitas Anak mungkin tidak dapat memperoleh persetujuan atau perpanjangan atas IUPOP dengan ketentuan yang menguntungkan ataupun tidak sama sekali, demikian juga untuk izin lain yang diperlukan
Entitas Anak untuk melanjutkan atau memperluas kegiatan usahanya, seperti izin terkait kegiatan penambangan di kawasan hutan, dan apabila hal ini terjadi, maka dapat berdampak negatif dan material
terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. 13. Cadangan Batubara terbukti dan terkira merupakan pernyataan penilaian yang didasarkan
pada pengetahuan, pengalaman dan praktek industri; dan penyesuaian terhadap estimasi cadangan Batubara terbukti dan terkira dapat berdampak negatif pada rencana
pengembangan dan pertambangan Perseroan Estimasi cadangan Batubara terbukti dan terkira yang termuat dalam Prospektus ini merupakan penilaian
yang didasarkan pada pengetahuan, pengalaman dan praktek industri dan dapat mengalami perubahan berdasarkan pada pengalaman produksi aktual, biaya operasional, harga Batubara dunia dan faktor-
faktor lainnya. Dalam melakukan estimasi cadangan Batubara, asumsi yang digunakan adalah terkait dengan kondisi geologis, riwayat produksi dari area pertambangan setempat dibandingkan dengan
produksi dari area pertambangan lain, pengaruh peraturan, termasuk peraturan keselamatan dan lingkungan hidup serta perpajakan dari badan Pemerintah, harga Batubara di masa depan dan biaya
operasi di masa depan, termasuk meningkatnya ketergantungan pada kontraktor pertambangan. Estimasi ini seringkali dinilai layak pada saat dibuat, namun dapat berubah secara signifikan pada saat
informasi baru tersedia. Selain itu, karena setiap laporan JORC disusun oleh konsultan tambang independen yang berbeda satu sama lain, asumsi-asumsi yang digunakan dalam laporan dapat berbeda
satu sama lain. Terdapat berbagai risiko terkait dengan estimasi tersebut, termasuk penyimpangan pada kualitas, volume, Stripping Ratio atau biaya produksi dari estimasi sumber daya Batubara. Estimasi pada
dasarnya adalah sebuah perkiraan dan, sampai dengan batas tertentu, bergantung pada sejumlah interpretasi, yang pada akhirnya mungkin terbukti tidak akurat dan memerlukan penyesuaian. Penetapan
cadangan Batubara yang tampak valid saat dibuat dapat berubah secara signifikan di masa mendatang ketika tersedia informasi baru. Dalam penyusunan Laporan JORC untuk setiap area konsesi, konsultan
tambang independen menggunakan asumsi-asumsi tertentu untuk memperkirakan cadangan Batubara setiap tambang Perseroan. Oleh karena itu, asumsi harga Batubara untuk memperkirakan cadangan
Batubara berbeda-beda untuk setiap tambang Perseroan. Selain itu, karena setiap tambang memiliki ciri yang berbeda, biaya pertambangan dan asumsi lainnya berbeda-beda untuk setiap tambang.
Penyesuaian terhadap cadangan Batubara terbukti dan terkira akan mempengaruhi rencana perkembangan dan pertambangan Perseroan dan berdampak negatif pada kegiatan usaha, kondisi
keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. 14. Perseroan bergantung pada para kontraktor pertambangan, tongkang dan transshipment,
untuk melaksanakan kegiatan eksploitasi pertambangan, tongkang dan transshipment; dan ketiadaan, atau pengurangan yang signifikan, dari jasa-jasa kontraktor tersebut dapat
berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan
Saat ini hampir seluruh kegiatan eksploitasi pertambangan Perseroan dilaksanakan melalui kontraktor pertambangan berdasarkan perjanjian operasional. Berdasarkan beberapa perjanjian operasional,
masing-masing kontraktor bertanggung jawab untuk menyediakan hampir seluruh peralatan, jasa, material, persediaan, tenaga kerja dan manajemen yang dibutuhkan untuk pelaksanaan dan
pemeliharaan pit tambang yang ditentukan. Selain itu, seluruh kegiatan tongkang dan transshipment Perseroan dilaksanakan oleh kontraktor tongkang dan transshipment. Kerusakan, kegagalan atau
hambatan operasional pada peralatan, mesin atau tongkang yang dioperasikan oleh para kontraktor, serta keterlambatan atau gangguan dalam pemindahan Overburden, produksi Batubara atau transportasi
Batubara yang dilakukan oleh kontraktor pertambangan, atau kegiatan tongkang atau transshipment yang dilaksanakan oleh kontraktor tongkang dan transshipment dapat berdampak negatif dan material
terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. Walaupun perjanjian Perseroan dengan kontraktor pada umumnya menetapkan, atau memberikan hak pada
Perseroan untuk menetapkan dalam tingkat tertentu, jenis dan umur peralatan-peralatan yang akan digunakan, tidak ada kepastian bahwa kontraktor akan dapat dan bersedia untuk mendapatkan dan
menggunakan peralatan tersebut. Terdapat beberapa peristiwa dimana Perseroan tidak puas dengan peralatan yang digunakan salah satu kontraktornya. Disamping itu, pembelanjaan modal dan rencana
81 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
operasi dari kontraktor Perseroan dipengaruhi oleh risiko-risiko, kontinjensi, dan faktor-faktor lainnya, di mana diantaranya di luar kendali kontraktor, seperti kenaikan biaya dan keterlambatan pengiriman
peralatan dan material dan kemampuan kontraktor untuk mendapatkan persetujuan yang diperlukan, merekrut sejumlah karyawan yang memiliki kualivikasi yang dibutuhkan, dan mendapatkan pembiayaan
yang dibutuhkan dengan ketentuan yang dapat diterima, atau mendapatkan pembiayaan tersebut sama sekali, yang dapat mempengaruhi kemampuan kontraktor untuk memenuhi kewajiban mereka sesuai
dengan kontrak yang berlaku. Beberapa kontraktor secara substansial bergantung pada Perseroan. Sebagai contoh, Perseroan meyakini bahwa Perseroan merupakan pelanggan terbesar Petrosea dan
Arkananta berdasarkan proporsi dari setiap penjualan kontraktor dari Perseroan. Tidak ada kepastian bagi kontraktor Perseroan untuk terus memiliki skala ekonomis dan kekuatan finansial yang cukup untuk
terus memberikan layanan yang memuaskan kepada Perseroan, atau memberikan jasa sama sekali, terutama mengingat Perseroan berencana melakukan peningkatan produksi. Kinerja para kontraktor dan
sub-kontraktor Perseroan dapat juga dibatasi oleh perselisihan atau aksi buruh, atau dibatasi oleh kekurangan pasokan pada tenaga kerja terampil, kapasitas pabrik, peralatan, fasilitas, jasa, material atau
persediaan yang dibutuhkan oleh para kontraktor atau sub-kontraktor tersebut untuk melaksanakan kegiatannya. Selain itu, tingkat efisiensi dan produktifitas dapat menurun berdasarkan umur dan tingkat
inefiesiensi peralatan operasional kontraktor pertambangan. Apabila terdapat kontraktor Perseroan yang menghasilkan level produksi di bawah tingkatan tertentu dari target produksi bulanan, maka kontraktor
pertambangan tersebut wajib membayar penalti kepada Perseroan. Sebagai contoh, pada tahun 2011, karena kondisi pit yang licin secara tidak terduga, dua kontraktor pertambangan ABN tidak dapat
memenuhi target produksi dan membayar penalti kepada Perseroan. Namun, penalti tersebut tidak dapat mengkompensasikan secara penuh kerugian Perseroan atas pengurangan volume penjualan atau
penundaan pengiriman volume yang terjual akibat penurunan produksi tersebut. Oleh karena itu, adanya kegagalan signifikan yang dilakukan oleh para kontraktor atau para sub-kontraktor tersebut dalam
memenuhi kewajiban mereka berdasarkan perjanjian operasional baik sebagai akibat dari kesulitan keuangan, atau operasional, ataupun kesulitan lainnya, atau adanya pengakhiran atau pelanggaran
berat terhadap perjanjian operasional oleh para kontraktor atau sub-kontraktor tersebut dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha
Perseroan. Pengakhiran perjanjian dengan salah satu kontraktor atau pergantian pelaksanaan jasa pertambangan atau jasa lainnya kepada kontraktor baru dapat mengganggu produksi ataupun
transportasi Batubara, dan dapat berdampak secara material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.
Perjanjian ABN dengan salah satu dari dua kontraktor tongkangnya, yaitu PT Pelita Samudera Shipping, perjanjian Indomining dengan kontraktor pertambangannya, yaitu SIS dan perjanjian TMU dengan
kontraktor pengangkutan Batubara, yaitu STA dan Koperasi Pemuda Abadi Jaya akan berakhir pada tahun 2012. Selain itu, perjanjian antara ABN dengan salah satu dari tiga kontraktor pertambangannya,
yaitu BKPL dan kontraktor transshipment-nya, yaitu PT Pelita Samudera Shipping, serta perjanjian antara Indomining dengan kontraktor tongkang, yaitu PT Pelayaran Kartika Samudra Adijaya, akan habis
masa berlakunya pada tahun 2013. Apabila Perseroan tidak dapat memperbaharui perjanjian ini dengan ketentuan yang menguntungkan, atau tidak dapat memperbaharui sama sekali, maka Perseroan harus
mencari kontraktor pengganti. Perseroan mungkin tidak dapat menemukan kontraktor pengganti yang sesuai dalam jangka waktu yang sesuai, ataupun tidak dapat menemukan pengganti kontraktor sama
sekali. Peningkatan yang signifikan pada biaya kontraktor yang ada saat ini, maupun pada kontraktor pengganti, dapat meningkatkan biaya pertambangan dan berdampak negatif terhadap profitabilitas
Perseroan. 15. Produksi Batubara di area-area konsesi Perseroan dapat dipengaruhi secara negatif dalam
jangka panjang apabila Perseroan tidak memiliki hak untuk melakukan kegiatan pertambangan di area-area konsesinya, atau untuk menggunakan lahan-lahan di sekitarnya
untuk pemindahan Overburden
ABN telah memberikan kompensasi kepada hampir seluruh pemilik lahan di dalam area konsesi dan telah diberikan hak untuk melakukan penambangan di area-area tersebut. Berdasarkan rencana
pertambangan ABN, ABN tidak berencana untuk melakukan penambangan pada, atau memberikan kompensasi kepada pemilik lahan atas sisa area yang belum diberikan kompensasi di area konsesinya.
Indomining telah memberikan kompensasi kepada hampir seluruh pemilik lahan di area konsesinya dan telah diberikan hak untuk melakukan kegiatan pertambangan di area-area tersebut. Indomining
82 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
berencana untuk memberikan kompensasi kepada pemilik lahan atas sisa area yang belum diberikan kompensasi di area konsesinya pada akhir tahun 2012. Pada tanggal 31 Desember 2011, TMU telah
memberikan kompensasi kepada sekitar 46 dari pemilik lahan di area konsesinya dan telah diberikan hak untuk melakukan kegiatan pertambangan di area konsesi tersebut. Apabila Indomining atau TMU
tidak dapat mencapai kesepakatan kompensasi dengan pemilik lahan atas sisa area yang belum diberikan kompensasi di area konsesinya, maka Entitas Anak terkait tidak akan dapat melakukan
kegiatan pertambangan di area konsesi yang belum dibayarkan kompensasinya tersebut dan produksi Batubara dapat tertunda.
Selain itu, Perseroan saat ini tidak memiliki lahan yang cukup, atau tidak memiliki hak untuk menggunakan lahan, di sekitar area konsesi Indomining untuk melakukan pemindahan Overburden yang
dihasilkan area konsesi Indomining. Apabila Perseroan tidak memperoleh hak untuk menggunakan lahan sekitar dengan harga yang wajar, atau bahkan sama sekali tidak memperoleh hak tersebut, maka
Indomining kemungkinan diwajibkan untuk mengubah rencana pertambangannya dan kemungkinan tidak dapat mengakses cadangan Batubara yang dimilikinya. Pertumbuhan dan keberhasilan Indomining di
masa mendatang dalam jangka menengah hingga jangka panjang akan bergantung pada kemampuannya untuk memperoleh hak untuk menggunakan lahan tambahan yang memadai untuk
tujuan pemindahan Overburden agar Indomining dapat menambang cadangannya yang ada. Tidak ada kepastian bahwa Perseroan akan memperoleh hak untuk menggunakan lahan untuk tujuan pemindahan
Overburden dengan harga yang wajar, atau bahkan sama sekali tidak mendapatkan hak untuk menggunakan lahan untuk tujuan tersebut. Apabila Indomining tidak dapat memperoleh hak untuk
menggunakan lahan yang dibutuhkan untuk mendukung rencana ekspansinya di area konsesi Indomining, maka hal tersebut dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi
keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan. 16. Perseroan menghadapi risiko harga atas semua barang habis pakai yang digunakan pada
kegiatan pertambangan
Berdasarkan ketentuan dalam perjanjian operasional antara Perseroan dengan para kontraktor pertambangannya, risiko yang terkait dengan fluktuasi harga untuk beberapa jenis barang habis pakai,
termasuk bahan bakar yang merupakan komponen yang signifikan pada biaya produksi Batubara, biaya transportasi dan tongkang Batubara, serta biaya operasional pemuatan kapal laut, ditanggung oleh
Perseroan. Harga minyak mentah telah berfluktuasi dalam tahun-tahun belakangan ini. Berdasarkan the West Texas
Intermediate Crude Oil Index dari tahun 2001 - 2007, harga minyak mentah meningkat dari sebesar USD26 per barel pada tahun 2001 hingga sekitar USD72 per barel pada tahun 2007. Pada tahun 2008,
harga minyak meningkat signifikan menjadi sekitar USD145 per barel dan kemudian turun drastis menjadi sekitar USD34 per barel hanya dalam satu tahun. Harga minyak telah meningkat dari sebesar
USD34 per barel pada awal tahun 2008 menjadi sebesar USD95 per barel pada tahun 2011 dan terus menunjukkan tren yang meningkat. Oleh karenanya, harga rata-rata per liter solar yang dibeli oleh ABN
berdasarkan perjanjian operasional mengalami peningkatan sebesar 32,7 dari Rp6.669 per liter pada tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010 menjadi Rp8.849 per liter pada tahun yang
berakhir pada tanggal 31 Desember 2011. Kenaikan biaya bahan bakar menyebabkan peningkatan biaya penambangan Perseroan pada tahun 2010 dan 2011.
Peningkatan yang signifikan pada harga bahan bakar atau barang habis pakai lainnya di masa lalu telah menimbulkan, dan di masa mendatang akan menimbulkan, peningkatan biaya operasional Perseroan
yang dapat berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.