Kepatuhan terhadap standar lingkungan hidup terkait dengan pembakaran Batubara dapat
91 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
uang Dolar Amerika Serikat, maka hasil operasi dapat dipengaruhi oleh fluktuasi nilai tukar. Sebagai contoh, kinerja Perseroan dalam mata uang Rupiah dapat dipengaruhi secara negatif oleh apresiasi
Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat. Meskipun Perseroan belum pernah menghadapi risiko transaksi valuta asing yang signifikan karena memiliki lindung nilai secara alami, mengingat hampir seluruh
penjualan, pada satu sisi, dan beban pokok penjualan, utang dagang, dan biaya-biaya lainnya, di sisi lain, berdenominasi mata uang Dolar Amerika Serikat, Perseroan dapat terpengaruh secara negatif oleh
selisih kurs sebagaimana yang ditampilkan dalam kinerja operasional karena fluktuasi nilai Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat yang bergantung pada gabungan aset dan liabilitas moneter yang
berdenominasi mata uang Dolar Amerika Serikat dan penyesuaian kurs. Berdasarkan PSAK 10, yang efektif pada tanggal 1 Januari 2012, Perseroan menggunakan mata uang Dolar Amerika Serikat sebagai
mata uang fungsional dan mata uang Rupiah sebagai mata uang penyajian. Oleh karena itu, Perseroan akan melakukan pencatatan akuntansi dalam Dolar Amerika Serikat dan berdasarkan PSAK No. 10,
Perseroan harus melakukan sejumlah prosedur pada setiap akhir periode akuntansi. Oleh karena itu, selain adanya dampak dari fluktuasi nilai tukar mata uang asing di masa mendatang, Perseroan meyakini
bahwa laporan keuangan konsolidasian akan dipengaruhi oleh pergerakan nilai tukar mata uang asing. Perseroan saat ini tidak melakukan lindung nilai terhadap risiko nilai tukar mata uang asing ini. Selain itu,
karena hampir seluruh dari aset dan liabilitas moneter Perseroan berdenominasi mata uang asing, Perseroan terkena dampak oleh keuntungan dan kerugian valuta asing yang berasal dari fluktuasi valuta
asing pada nilai aset dan liabilitas moneter dalam mata uang Rupiah, sampai sejauh nilai aset bersih atau liabilitas moneter Perseroan tersebut bernilai signifikan.
33. Kinerja operasional Perseroan dapat terpengaruh secara negatif oleh lindung nilai komoditas ABN telah memulai transaksi lindung nilai harga Batubara sesuai dengan perjanjian lindung nilai
komoditas. Jika harga pasar Batubara lebih tinggi daripada harga jualnya berdasarkan perjanjian lindung nilai, maka pendapatan ABN, dan jika Indomining atau TMU turut memiliki perjanjian lindung nilai
komoditas di masa depan, akan terbatas pada harga dan jumlah Batubara yang sesuai perjanjian lindung nilai.
ABN juga mengadakan transaksi lindung nilai bahan bakar sesuai dengan perjanjian lindung nilai komoditas. Apabila di masa mendatang harga pasar bahan bakar lebih rendah daripada harga bahan
bakar yang dibeli di bawah perjanjian lindung nilai, maka ABN, dan jika Indomining dan TMU turut memiliki perjanjian lindung nilai komoditas di masa depan, tidak dapat mengambil keuntungan dari harga
bahan bakar yang lebih rendah pada jumlah bahan bakar yang tercakup dalam perjanjian lindung nilai. 34. Pajak dan Pembayaran Royalti Perseroan dan Entitas Anak kemungkinan telah diaudit
Berdasarkan peraturan perpajakan dan keuangan Negara Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak dapat menetapkan dan merevisi pembayaran pajak setiap perusahaan Indonesia untuk tahun-tahun sebelum
tahun 2008, dalam waktu 10 tahun sejak tanggal terutangnya pajak atau sampai pada tahun 2013, yang mana lebih dahulu, dan untuk tahun-tahun setelah tahun 2008 kedepan, dalam waktu lima tahun sejak
terutangnya pajak. Sebagai hasil dari audit pajak, Perseroan dapat diwajibkan untuk membayar tambahan pajak dan penalti terkait lainnya, yang akan jatuh tempo segera setelah Direktorat Jenderal
Pajak menyatakan jumlah pajak tambahan tersebut. Direktorat Jenderal Pajak saat ini sedang melakukan audit pajak Indomining untuk tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2005 sampai
2008. Selain itu, Direktorat Jenderal Pajak dapat mengaudit pajak Perseroan, ABN, TBE dan TMU pada periode sebelumnya. Setiap pajak tambahan yang harus dibayar oleh Perseroan dan Entitas Anak dapat
berdampak material dan negatif terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek usaha Perseroan.
Selain itu, royalti yang dibayar oleh Perusahaan dapat juga diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan “BPK”. Berdasarkan Undang-undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara dan Undang-undang No. 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan memiliki kewenangan untuk melakukan audit pengelolaan
keuangan dan tanggung jawab keuangan Pemerintah dan pemerintah daerah. Kewenangan ini mencakup melakukan audit pendapatan pemerintah yang didapat dari royalti pertambangan sebagai
bagian dari Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP.
92 Penawaran Umum Perdana Saham – PT Toba Bara Sejahtra Tbk
B. RISIKO TERKAIT KONDISI INDONESIA Seluruh kegiatan operasional Perseroan dan aset Perseroan berlokasi di Indonesia. Sebagai akibatnya,
kondisi politik, ekonomi dan sosial di masa depan Indonesia, serta tindakan dan kebijakan Pemerintah yang diambil atau diadopsi, atau sebaliknya, dapat berdampak secara negatif terhadap kegiatan usaha,
kondisi keuangan, kinerja operasional dan prospek usaha Perseroan. 1. Ketidakpastian terhadap interpretasi dan implementasi undang-undang oleh pemerintah
daerah di Indonesia dapat berdampak negatif terhadap Perseroan
Indonesia adalah negara yang besar dan beragam, yang meliputi beragam etnis, agama, bahasa, tradisi dan adat istiadat. Pada masa pemerintahan mantan Presiden Soeharto, Pemerintah menguasai hampir
semua aspek administrasi nasional dan regional. Periode setelah pemerintahan mantan Presiden Soeharto ditandai oleh keinginan dari banyak kalangan untuk otonomi daerah yang lebih besar.
Menanggapi permintaan tersebut, pada tahun 1999, Dewan Perwakilan Rakyat “DPR” mengesahkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang kemudian diganti dengan
Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah, terakhir dengan Undang-undang No. 12 tahun 2008, dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat Dan Daerah, yang kemudian diganti dengan Undang- Undang No. 33 Tahun 2004 mengenai hal yang sama. Berdasarkan Undang-Undang tersebut, otonomi
daerah diharapkan untuk memberikan kekuasaan yang lebih besar dan tanggung jawab atas penggunaan aset nasional kepada pemerintah daerah dan untuk menciptakan hubungan keuangan yang
seimbang dan adil antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah daerah telah diizinkan untuk memberlakukan pajak dan biaya-biaya lainnya kepada operator-operator, dan tidak termasuk ketentuan-
ketentuan pengaturan bagi hasil produksi yang tidak mengizinkan adanya pajak dan biaya-biaya lokal tersebut. Selain itu, pemerintah pusat telah meminta kepentingan kerja dalam kesepakatan bagi hasil
produksi dari operator-operator. Undang-undang dan peraturan otonomi daerah telah mengubah kondisi peraturan bagi perusahaan
pertambangan di Indonesia dengan desentralisasi kekuasaan untuk pengaturan, perpajakan dan kekuasaan lain dari Pemerintah kepada pemerintah daerah, dan hal ini menciptakan ketidakpastian bagi
perusahaan pertambangan. Ketidakpastian ini meliputi validitas, lingkup, penafsiran dan penerapan undang-undang dan peraturan yang mengatur pertambangan, kurangnya peraturan pelaksana pada
otonomi daerah, dan kurangnya personil Pemerintah yang memiliki pengalaman di sektor mineral pada beberapa tingkat pemerintahan daerah. Selain itu, preseden atau pedoman-pedoman lain untuk
interpretasi dan implementasi Undang-undang otonomi daerah dan peraturan masih terbatas. Ketidakpastian ini meningkatkan risiko, dan dapat meningkatkan biaya terkait kegiatan pertambangan di
Indonesia. Perseroan tidak dapat memastikan dampak dari undang-undang otonomi daerah pada kekuasaan Kementerian ESDM dan pemerintah daerah untuk pemberian IUPOP dan izin pertambangan
lainnya serta persetujuan, dan juga pada proses pengawasan kegiatan pertambangan. Pemerintah daerah, di mana area konsesi Perseroan berlokasi, dapat mengadopsi peraturan atau
keputusan, atau menafsirkan atau menerapkan undang-undang atau peraturan otonomi daerah dengan cara yang bertentangan dengan haknya berdasarkan IUPOP, jika tidak dapat berdampak negatif
terhadap kegiatan usahanya. Selanjutnya, Perseroan dapat diminta untuk mendapatkan persetujuan, lisensi atau izin tambahan dari level regional atau lokal, dalam hal batas-batas dari setiap kabupaten di
mana salah satu area konsesi berada diubah, yang mengakibatkan area konsesi tersebut tunduk pada yurisdiksi kabupaten yang berbeda atau tunduk pada lebih dari satu kabupaten. Tidak ada kepastian
bahwa Perseroan akan dapat memperoleh persetujuan, lisensi atau izin dari level regional atau lokal dengan segera, atau dapat memperoleh persetujuan, lisensi atau izin dari level regional atau lokal sama
sekali. Perseroan juga dapat menghadapi klaim yang saling bertentangan dari Pemerintah dan pemerintah
daerah mengenai hal-hal antara lain, yurisdiksi atas kegiatan usaha Perseroan, klaim atas kepentingan partisipasi atas kegiatan pertambangannya, dan pajak lokal baru atau tambahan.
Segala hal di atas dapat memiliki berdampak negatif dan material terhadap kegiatan usaha, kondisi keuangan, kinerja usaha dan prospek Perseroan.