82 signifikansi 0,543 0,05. Dengan demikian seluruh persyaratan untuk
dilakukannya uji-t telah terpenuhi. Sedangkan hasil post-testi menunjukkan bahwa kedua kelompok mempunyai nilai signifikansi 0,027 0,05 sehingga varian
berbedatidak homogen, pasil post-test berbedatidak homogen karena kedua kelompok telah diberi perlakuan treatment.
2. Uji Kemampuan Awal
Berdasarkan perhitungan data pre-test yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut:
Tabel 20. Hasil t-test data pre-test kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah Aspek
Eksperimen Kontrol
Mean 65,74
65,56 N
21 20
t-hitung 0,104
t-tabel 1,685
sig. 2-tailed 0,918
Analisis t hitung t tabel
Keterangan Tidak signifikan
Sumber: lampiran 39 halaman 181 Berdasarkan tabel 20 dapat diketahui bahwa skor rata-ata pre-test yang
diperoleh kelompok eksperimen sebesar 65,74 dan kelompok kontrol sebesar 65,56. Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan rumus t-test diperoleh t hitung
sebesar 0,104 dan dikonsultasikan dengan t tabel yaitu 1,685. Segangkan nilai signifikansi lebih besar daripada 0,05 yaitu 0,918. Hal ini menunjukkan bahwa
tidak ada perbedaan yang signifikan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah awal dari kedua kelompok, dengan kata lain kedua kelompok
memiliki kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah yang relatif sama. Dari hasil penghitungan ini peneliti dapat melanjutkan penelitian dengan
83 melaksanakan pembelajarab dengan model discovery learning pada kelompok
eksperimen.
3. Uji Hipotesis
Hasil uji-t post-test kemampuan berpikir kritis dalam pemecahan masalah digunakan untuk mengetahui perbedaan nilai pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen. Data post-test kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16 for windows. Adapun hasil perbandingan post-test kelompok kontrol dan kelompok
eksperimen sebagai berikut:
Tabel 21. Hasil post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
No. Kelompok
N Mean
Standar Deviasi 1.
Kontrol 20
78,19 6,197
2. Eksperimen
21 86,90
5.133 Sumber: lampiran 40 halaman 182
Berdasarkan tabel 21. Skor rata-rata mean kelompok kontrol adalah 78,19, dan skor rata-rata mean kelompok eksperimen adalah 86,90. Oleh karena itu, skor
rata-rata kelompok eksperimen lebih besar daripada skor rata-rata kelompok kontrol. Selisih skor rata-rata antara kelompok eksperimen dengan kelompok
kontrol adalah 8,71. Uji hipotesis dilakukan untuk memperkuat data perbandingan skor rata-rata
post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen. Langkah-langkah dalam menganalisis data dengan menggunakan uji-t melalui program SPSS 16 for
windows adalah sebagai berikut: a. Menentukan hipotesis
Ha : Ada pengaruh yang positif dan signifikan dari penggunaan model discovery
learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan
84 masalah dalam pembelajaran IPA kelas V SD se-Gugus III Kecamatan
Jatinom Kabupaten Klaten. Ho : Tidak ada pengaruh dari penggunaan model discovery learning terhadap
kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah dalam pembelajaran IPA kelas V SD se-Gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten
Klaten. b. Menentukan t hitung dan t tabel
Penentuan t hitung diperoleh dengan menggunakan Independent Samples T- Test uji t sampel bebas. Adapun uji hipotesis melalui uji-t t-test disajikan dalam
tabel berikut:
Tabel 22. Hasil uji-t post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
Data t
sig. 2-tailed Kesimpulan
Post-test eksperimen-kontrol 4,912
0,00 Ada beda
Hasil analisis uji-t pada tabel 22 menunjukkan bahwa nilai t sebesar 4,912 san sig. 0,00. Hasil dari t hitung kemudian dicocokkan dengan t tabel pada taraf
signifikansi 5. T tabel dicari pada tabel signifikansi 0,05 dengan drajat kebebasan df n-2. Pengujian dua sisi signifikansi 5 dengan drajat kebebasan df 41-2=39,
maka hasil untuk t tabel sebesar 1,685. c. Menentukan kriteria pengujian
Hasil dari t hitung kemudian dicocokkan dengan t tabel pada taraf signifikansi 5 t tabel. Kriteria yang digunakan dalam uji-t adalah sebagai berikut:
1 Jika t hitung t tabel maka Ho ditolak dan Ha diterima. 2 Jika t hitung t tabel maka Ho diterima dan Ha ditolak.
85 Adapun hasil uji-t post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen disajikan
dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 23. Hasil t-test data post-test kemampuan berpikir kritis siswa dalam
pemecahan masalah Aspek
Eksperimen Kontrol
Mean 86,90
78,19 N
21 20
t-hitung 4,912
t-tabel 1,685
sig. 2-tailed 0,00
Analisis t hitung t tabel
Keterangan Signifikan
Sumber: lampiran 40 halaman 182 Berdasarkan tabel 23 dapat diketahui bahwa hasil analisis uji-t menunjukkan
bahwa nilai t hitung yaitu 4,912 dinyatakan lebih besar dari t tabel yaitu 1,685. Nilai t hitung t tabel 4,9121,685 dan nilai signifikansi adalah 0,000 lebih kecil dari
0,05 0,0000,05 maka Ha diterima dan Ho ditolak. Artinya ada perbedaan yang signifikan antara kelompok kontrol dengan kelompok eksperimen. Hasil uji-t
menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan pada penggunaan model discovery learning terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan
masalah pada pembelajaran IPA kelas V SD Negeri Se-gugus III Kecamatan
Jatinom Kabupenen Klaten tahun ajaran 20162017. C.
Pembahasan
1. Kondisi Sebelum Dilakukan Proses Pembelajaran Penelitian diawali dengan pemberian pre-test pada kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol. Pre-test diberikan untuk mengetahui apakah kondisi awal kedua kelompok relatif sama atau berbeda. Hasil uji kesetaraan pre-test kemampuan
berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada kelompok eksperimen diperoleh skor rata-rata sebesar 65,74. Kemudian hasil uji kesetaraan pre-test
86 kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada kelompok kontrol
diperoleh skor rata-rata sebesar 65,65. Hasil tersebut kemudian dikuatkan lagi dengan uji-t. Dari hasil uji-t diperoleh t
hitung
sebesar 0,104 sedangkan t
tabel
sebesar 1,6852. t
hitung
t
tabel
0,104 1,6852 dan nilai signifikansinya adalah 0,918 lebih kbesar dari 0,05 0,9180,05 maka Ho diterima sehingga hasil pre-test dari kedua
kelompok tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua kelompok pada kondisi awal.
Dari hasil uji-t pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diperoleh kesimpulan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kondisi
kemampuan awal yang relatif sama sehingga penelitian dapat dilanjutkan. Kondisi awal yang relatif sama ini dikarenakan kedua kelompok menggunakan model
pembelajaran yang sama yaitu ceramah, tanya jawab dan, penugasan. Setelah mendapat hasil tersebut, kemudian peneliti memberikan perlakuan kepada
kelompok eksperimen yaitu siswa kelas V SD Negeri 2 Glagah. Kelompok eksperimen menerima pembelajaran dengan model discovery learning. Sedangkan
siswa kelas V SD Negeri 3 Glagah sebagai kelompok kontrol menerima pembelajaran seoerti biasa yaitu metode ceramah, tanya jawab dan, penugasan.
2. Kondisi Setelah Dilakukan Proses Pembelajaran Setelah kelompok eksperimen diberi perlakuan model discovery learning dan
kelompok kontrol melaksanakan pembelajaran seperti biasa dengan metode ceramah, tanya jawab dan, penugasan, maka kedua kelompok diberi post-test untuk
mengetahui kemampuan akhir kedua kelompok tersebut. Dari hasil post-test kelompok eksperimen diperoleh skor tertinggi sebesar 94,44 skor terendah sebesar
87 77,78 dan skor rata-rata sebesar 86,90. Kemudian hasil post-test kelompok kontrol
diperoleh skor tertinggi sebesar 88,89 skor terendah sebesar 66,67 dan skor rata- rata sebesar 78,19. Perolehan skor rata-rata kelompok eksperimen mengalami
peningkatan sebesar 21,16 dari kondisi awal, sedangkan pemerolehan skor rata-rata kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 12,63.
Dari data diatas juga didukung dengan uji-t sebagai analisis datanya. Hasil uji-t pada skor rata-rata post-test kelompok kontrol dan kelompok eksperimen
diperoleh t
hitung
t
tabel
yaitu 4.9121,6852 dan nilai signifikansinya adalah 0,000 lebih kecil dari 0,05 0,000,05 maka Ho ditolak. Berdasarkan hasil uji-t tersebut,
dapat dinyatakan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah pada pembelajaran
IPA kelas V SD Se-gugus III Kecamatan Jatinom Kabupaten Klaten. Berdasarkan hasil observasi pembelajaran yang dilakukan oleh peneliti,
pembelajaran dengan menggunakan model discovery learning mampu meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah.
Berdasarkan hasil penelitian, dapat dinyatakan bahwa nilai rata-rata pre-test pada kedua kelompok relatif sama yaitu 65,74 pada kelompok eksperimen dan 65,56
pada kelompok kontrol. Sedangkan nilai rata-rata post-test pada kedua kelompok terdapat perbedaan yang signifikan yaitu 86,90 pada kelompok eksperimen dan
78,19 pada kelompok kontrol. Selain itu pengaruh yang positif dan signifikan kemampuan berpikir kitis dalam pemecahan masalah dapat ditunjukkan dengan
bukti lain seperti perbandingan hasil pre-test dan post-test soal tertulis pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil perbandingan yang diperoleh
88 yaitu adanya perbedaan jawaban siswa. Pada kelompok eksperimen jawaban siswa
lebih kritis jika dibandingkan dengan jawaban siswa pada kelompok kontrol. Hasil post-test dan pretest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dapat dilihat
pada lampiran 15-18 halaman 122-128. Dengan demikian peneliti dapat mmengambil kesimpulan bahwa pembelajaran IPA dengan menggunakan model
discovery learning lebih efektif daripada menggunakan metode yang biasa dilakukan oleh guru, yaitu metode ceramah, tanya jawab dan, penugasan.
Siswa pada kelompok eksperimen yang menerapkan metode discovery learning aktif melakukan percobaan, bertanya, berpendapat, berdiskusi maupun
mempresentasikan hasil percobaan dan diskusinya selama pembelajaran berlangsung sehingga didapatkan pengalaman yang bersifat konkret. Siswa Sekolah
Dasar berada dalam tahap perkembangan operasional konkret, yang berarti dalam mempelajari atau memecahkan suatu masalah dibutuhkan hal-hal yang bersifat
konkret. Guru membimbing siswa untuk menghubungkan fakta-fakta yang ditemui oleh siswa itu sendiri untuk ditarik kesimpulan.
Pembelajaran dengan
menggunakan metode
discovery learning
memungkinkan siswa untuk belajar dengan hakikat belajar itu sendiri, yaitu belajar dengan cara melakukan sendiri sehingga siswa dapat menguasai aspekaspek
kognitif dengan baik. Menurut Slameto 2003:167 model discovery learning menekankan bahwa yang terpenting dalam proses belajar bukanlah penghafalan
fakta-fakta, tetapi proses penerimaan pengetahuan. Belajar merupakan jenis pemikiran dimana melaui informasi-informasi yang didapatkan siswa menemukan
gambaran baru dan generalisasi. Metode discovery learning dinilai efektif dalam
89 pembelajaran sebab siswa menerima lebih banyak dorongan yang timbul dari rasa
keinginahuan dalam dirinya. Siswa tertarik untuk turut aktif dalam pembelajaran karena timbul hasrat keingintahuan yang tinggi pada hal-hal yang ditemui.
Pembelajaran discovery learning berupaya membimbing siswa untuk menemukan suatu konsep atau prinsip yang telah ditetapkan. Hal ini siswa mendorong siswa
untuk berfikir kritis selama kegiatan penemuan berlangsung. Model discovery learning terbukti mampu meningkatkan kemampyan
berpikir kritis siswa dalam pemecahan masalah. Dalam kelompok eksperimen siswa tidak hanya belajar memahami konsep yang relevan dengan masalah yang
menjadi pusat perhatian, tetapi juga memperoleh pengalaman belajar yang berhubungan dengan ketrampilan menerapkan metode ilmiah dalam pemecahan
masalah dan menumbuhkan pola pikir kritis .
D. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang telah dilaksanakan di kelas V SD Negeri 2 Glagah dab SD Negeri 3 Glagah ini memiliki keterbatasan, adalah peneliti tidak dapat menentukan
sendiri waktu penelitian dan harus menyesuaikan dengan jadwal pelajaran yang telah ditentukan oleh sekolahan.