Kandungan mineral, vitamin a, b12, dan komponen bioaktif sotong (Sepia recurvirostra)

(1)

SITI KARMILA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

SITI KARMILA. C34070103. Kandungan Mineral, Vitamin A, B12, dan

Komponen Bioaktif Sotong (Sepia recurvirostra). Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES M. JACOEB.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan rendemen, komposisi kimia (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), kadar mineral (makro dan mikro), vitamin (A dan B12), komponen bioaktif, dan logam berat (Cd, Pb, dan

Hg) yang terkandung dalam sotong. Pengujian yang dilakukan meliputi analisis proksimat, uji mineral dan logam berat dengan AAS, uji vitamin dengan HPLC, dan uji fitokimia. Sotong pada penelitian ini diperoleh dari pasar ikan Muara Angke, Jakarta. Rendemen kepala, badan, jeroan, dan cangkang sotong berturut-turut sebesar 32,53%, 45,09%, 18,06% dan 4,32%. Sotong mengandung air sebesar 84%, protein sebesar 13-14%, lemak sebesar 0,7-0,9%, abu sebesar 0,8%, dan karbohidrat sebesar 1,1-1,4%. Kandungan mineral makro pada sotong adalah natrium sebesar 1533-1610 mg/kg bb, magnesium sebesar 60-65 mg/kg bb, kalsium sebesar 186-198 mg/kg bb, kalium sebesar 211-278 mg/kg bb, dan fosfor sebesar 440-570 mg/kg bb. Kandungan mineral mikro pada sotong adalah

besi sebesar 4-7 mg/kg bb, seng sebesar 19-21 mg/kg bb, tembaga sebesar 6-12 mg/kg bb, dan selenium sebesar 0,02-0,06 mg/kg bb. Hasil analisis

logam berat menunjukkan bahwa sotong mengandung logam kadmium sebesar 0,04-0,15 mg/kg bb di bawah ambang batas aman kadmium pada

makanan yaitu 1 mg/kg bb, sedangkan logam timbal dan merkuri tidak terdeteksi sehingga sotong masih aman untuk dikonsumsi. Sotong juga mengandung vitamin A sebesar 580-680 µg/100 g dan vitamin B12 sebesar 3-5 µg/100 g.

Ekstrak kasar sotong berupa daging, tinta, dan cangkang mengandung lima komponen bioaktif yang terdeteksi melalui uji alkaloid, steroid, karbohidrat, peptida, dan asam amino. Komponen-komponen bioaktif ini diduga memiliki banyak aktivitas fisiologis yang positif bagi tubuh manusia.


(3)

SITI KARMILA C34070103

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(4)

Nama : Siti Karmila NRP : C34070103

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Ir. Nurjanah, MS Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol NIP. 19591013 198601 2 002 NIP. 19591127 198601 1 005

Mengetahui:

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS., MPhil NIP. 19580511 198503 1 002


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul

“Kandungan Mineral, Vitamin A, B12, dan Komponen Bioaktif Sotong

(Sepia recurvirostra)” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011

Siti Karmila C34070103


(6)

Penulis dilahirkan di Pangkal Pinang pada tanggal 17 Februari 1989 dari pasangan Hasan dan Marwah sebagai

anak ketiga dari tiga bersaudara.

Pendidikan formal penulis dimulai dari TK Melati II Manggar (1994-1995), SD Negeri No.261 Tarasu, Kajuara, Bone (1995-2001), dan dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Manggar (2001-2004). Pendidikan menengah atas ditempuh penulis di SMA Negeri 1 Manggar (2004-2007) dan pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Teknologi Hasil Perairan melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Pemerintah Daerah Belitung Timur.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan (Himasilkan) sebagai anggota divisi PSDM periode 2008-2009, anggota divisi HRD Forum Keluarga Muslim Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FKM-C) periode 2008-2010, dan anggota Ikatan Keluarga Pelajar Belitung (IKPB). Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Teknologi Produk Tradisional Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011 dan Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan tahun ajaran 2010/2011.

Sebagai salah satu syarat meraih gelar sarjana, penulis melakukan penelitian yang berjudul “Kandungan Mineral, Vitamin A, B12, dan

Komponen Bioaktif Sotong (Sepia recurvirostra)” di bawah bimbingan Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl.-Biol.


(7)

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala nikmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan Gelar Sarjana di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi hasil penelitian ini berjudul “Kandungan Mineral, Vitamin A, B12, dan Komponen Bioaktif Sotong (Sepiarecurvirostra)”.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penyusunan skripsi ini, terutama kepada:

1. Dr. Ir. Nurjanah, MS dan Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.-Biol selaku dosen pembimbing, atas segala bimbingan, pengarahan, dan masukan yang diberikan kepada penulis.

2. Dra. Pipih Suptijah, MBA selaku dosen penguji, yang telah memberikan kritik dan saran dalam penyusunan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, MPhil selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan.

4. Pemerintah Daerah Kabupaten Belitung Timur yang telah memberikan beasiswa selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor. Bapak Ali Imran selaku Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Belitung Timur yang terus memberikan motivasi serta dukungan kepada penulis.

5. Keluarga di Belitung (Umak, Bapak, Bang Nuni, Bang Daud) yang telah memberikan doa, semangat, dukungan, dan perhatian kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Suhana Sulastri dan Nurzakiah atas doa, kebersamaan, nasehat, semangat, dan dukungan selama ini.

7. Keluarga besar Departemen Teknologi Hasil Perairan (THP), staff Dosen dan Tata Usaha (TU), serta teman-teman THP 43, 44 (”OK Siippp’), 45, dan 46 yang telah memberikan dorongan dan semangat.

8. Marhamah’ers atas doa dan dukungannya (semoga ”kasih sayang” itu selalu


(8)

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dalam penyempurnaan skripsi ini. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya.

Bogor, September 2011


(9)

vii

Halaman

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sotong (Sepiarecurvirostra) ... 4

2.2 Komposisi Kimia Sotong (Sepiarecurvirostra) ... 6

2.3 Mineral ... 7

2.3.1 Mineral makro ... 8

2.3.2 Mineral mikro ... 11

2.4 Vitamin ... 14

2.4.1 Vitamin A (Retinol) ... 15

2.4.2 Vitamin B12 (Kobalamin) ... 15

2.5 Analisis Fitokimia ... 16

2.5.1 Alkaloid ... 16

2.5.2 Steroid/Triterpenoid ... 17

2.5.3 Flavonoid ... 18

2.5.4 Saponin ... 18

2.5.5 Fenol hidrokuinon ... 19

2.5.6 Karbohidrat ... 19

2.5.7 Gula pereduksi ... 20

2.5.8 Peptida ... 21

2.5.9 Asam amino ... 21

2.6 Logam Berat ... 22

2.6.1 Kadmium (Cd) ... 23

2.6.2 Timbal (Pb) ... 23

2.6.3 Merkuri (Hg) ... 24

3 METODOLOGI ... 26

3.1 Waktu dan Tempat ... 26

3.2 Bahan dan Alat ... 26

3.3 Metode Penelitian ... 27


(10)

viii

3) Kadar protein ... 29

4) Kadar lemak ... 30

5) Kadar karbohidrat (by difference) ... 30

3.3.3 Analisis mineral dan logam berat (Reitz et al. 1987) ... 31

1) Pengujian total mineral (K, Na, Ca, Mg, Zn, Fe, Cu) ... 31

2) Pengujian fosfor ... 31

3) Pengujian logam Hg ... 31

3.3.4 Analisis vitamin (Rooche 1992) ... 32

1) Vitamin A ... 32

2) Vitamin B12 ... 32

3.3.5 Uji fitokimia (Harborne 1987) ... 33

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 37

4.1 Karakteristik Bahan Baku ... 37

4.1.1 Rendemen ... 38

4.1.2 Komposisi kimia ... 40

4.2 Komposisi Mineral Sotong (Sepiarecurvirostra) ... 44

4.2.1 Mineral makro ... 44

4.2.2 Mineral mikro ... 47

4.3 Kandungan Vitamin Sotong (Sepiarecurvirostra) ... 49

4.3.1 Vitamin A ... 49

4.3.2 Vitamin B12 ... 50

4.4 Komponen Bioaktif Sotong (Sepiarecurvirostra) ... 51

4.4.1 Alkaloid ... 52

4.4.2 Steroid ... 53

4.4.3 Karbohidrat ... 53

4.4.4 Peptida ... 54

4.4.5 Asam amino ... 55

4.5 Logam Berat ... 55

4.5.1 Kadmium (Cd) ... 56

4.5.2 Timbal (Cd) ... 57

4.5.3 Merkuri (Hg) ... 58

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

5.1 Kesimpulan ... 60

5.2 Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61


(11)

ix Nomor Halaman

1 Komposisi kimia sotong sotong (Sepiarecurvirostra) ... 6

2 Komposisi mineral cumi-cumi, sotong, dan gurita ... 7

3 Rekomendasi kebutuhan harian beberapa mineral makro ... 8

4 Rekomendasi kebutuhan harian beberapa mineral mikro ... 12

5 Ukuran dan bobot rata-rata sotong (Sepiarecurvirostra) ... 38

6 Komposisi kimia kepala dan badan sotong (Sepiarecurvirostra) ... 40

7 Kandungan mineral makro dan mikro sotong (Sepiarecurvirostra) (mg/kg bb) ... 44

8 Kandungan vitamin A dan B12 sotong (Sepiarecurvirostra) (µg/100 g) .... 49

9 Hasi uji fitokimia ekstrak kasar daging, tinta, dan cangkang sotong (Sepiarecurvirostra) ... 52


(12)

x Nomor Halaman

1 Anatomi sotong (Sepiarecurvirostra) ... 4

2 Diagram alir metode penelitian ... 28

3 Diagram alir proses ekstraksi sampel ... 34

4 Sotong (Sepiarecurvirostra) tampak (a) dorsal (b) ventral ... 37

5 Sotong (Sepiarecurvirostra) tampak dorsal (a) kepala dengan organ dalam (b) cangkang (c) kepala (d) badan ... 39

6 Rendemen daging (kepala dan badan), jeroan, dan cangkang sotong (Sepiarecurvirostra) ... 39


(13)

xi Nomor Halaman

1 Data morfometrik sotong ... 68

2 Perhitungan rendemen sotong ... 69

3 Perhitungan analisis proksimat ... 69

4 Perhitungan mineral (kalsium) ... 72

5 Perhitungan vitamin A ... 73

6 Rekapitulasi komponen gizi sotong (Sepia recurvirostra) ... 75

7 Dokumentasi kegiatan analisis proksimat ... 76

8 Dokumentasi kegiatan analisis kandungan mineral ... 76


(14)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Makanan laut merupakan salah satu sumber pangan hewani yang kaya kandungan nutrisi, umumnya kaya protein dengan komposisi asam amino yang seimbang serta kandungan polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang tinggi (Laurenco et al. 2009). Makanan laut juga mengandung beberapa jenis mineral dan vitamin B. Ikan merupakan sumber protein utama di beberapa negara Asia, khususnya Asia Tenggara (Hajeb et al. 2009). Salah satu makanan laut yang banyak mengandung nutrisi adalah sotong. Sotong (cuttlefish) merupakan salah satu Cephalopoda yang dikenal dalam dunia perdagangan di samping cumi-cumi

(loligo) dan gurita (octopus). Sebanyak 11-15 ribu ton sotong ditangkap di dunia

setiap tahunnya (Ozyurt et al. 2006). Sotong juga banyak tersebar di perairan Indonesia, terutama di perairan pantai (KKP 2005). Sotong merupakan komoditi ekspor ke negara-negara Mediterania, terutama Perancis dalam bentuk beku (Bihan et al. 2006).

Sotong memiliki rasa dan aroma yang khas serta hanya mengandung sedikit lemak. Sotong juga merupakan sumber mineral yang bagus, diantaranya kalsium, potassium, seng, besi, fosfor, dan tembaga (Thanonkaew et al. 2006). Sotong juga mengandung sodium dan kolesterol (Okuzumi dan Fujii 2000). Mineral merupakan zat gizi yang dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu (Winarno 2008). Mineral memiliki peranan penting bagi tubuh manusia, baik dalam pemeliharaan fungsi tubuh maupun berbagai tahap metabolisme tubuh. Kekurangan mineral tertentu dapat menyebabkan gangguan gizi, diantaranya ialah terhambatnya pertumbuhan, anemia karena gizi, dan osteoporosis (Biziuk dan Kuczynska 2007).

Pemenuhan kebutuhan mineral pada manusia dapat diperoleh dengan cara mengkonsumsi bahan pangan baik yang berasal dari tumbuhan (nabati) maupun hewan (hewani). Sumber mineral paling baik adalah makanan hewani karena mempunyai ketersediaan biologik lebih tinggi dibandingkan makanan nabati (Almatsier 2001). Menurut Thanonkaew et al. (2006), bagian kepala dan mantel sotong mengandung kadar abu sebesar 1,2-1,3%, sedangkan sotong kering


(15)

mengandung kadar abu sebesar 1% (Sediaoetama 1987). Hal ini menunjukkan bahwa mineral sotong cukup tinggi, namun informasi mengenai mineral yang terkandung dalam sotong di Indonesia masih terbatas.

Vitamin merupakan kelompok senyawa organik penting yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit untuk fungsi normal tubuh. Vitamin tidak disintesis oleh tubuh, oleh karena itu vitamin penting dalam susunan makanan, meskipun terdapat dalam jumlah yang kecil (Sizer dan Whitney 2002). Makanan laut merupakan sumber vitamin yang bagus, diantaranya vitamin B12. Golongan

moluska memiliki kandungan vitamin B12 yang lebih tinggi dibandingkan ikan.

Kandungan vitamin B12 pada moluska sebesar 3,3-38,9 µg/100 g (Okuzumi dan

Fujii 2000). Makanan laut juga mengandung vitamin larut lemak, diantaranya vitamin A.

Analisis fitokimia adalah analisis yang diterapkan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu bahan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek menguntungkan bagi manusia (Astawan dan Kasih 2008), oleh karena itu uji kualitatif untuk mengetahui komponen bioaktif yang terkandung dalam sotong juga perlu dilakukan. Keamanan makanan laut juga perlu diperhatikan di samping kandungan nutrisinya yang tinggi. Hal ini terkait dengan pencemaran perairan terutama oleh logam berat yang semakin meningkat. Meningkatnya pencemaran perairan terjadi karena tingginya aktivitas dan penggunaan logam berat oleh manusia, misalnya dalam bidang pertanian, perindustrian, pertambangan, dan rumah tangga maupun aktivitas lain misalnya perbengkelan (Nurjanah et al. 1999).

Pencemaran suatu perairan oleh unsur-unsur logam berat dapat berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat beberapa macam penyakit pada manusia akibat mengonsumsi makanan yang mengandung logam berat, yaitu kanker, gangguan saluran cerna, dan ginjal (Siagian 2004). Adanya dampak yang berbahaya bagi tubuh jika mengkonsumsi makanan yang tercemar logam berat serta informasi mengenai mineral, vitamin, dan komponen bioaktif sotong masih sangat terbatas, maka penelitian ini perlu dilakukan.


(16)

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan rendemen, komposisi kimia (air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat), kadar mineral (makro dan mikro), vitamin (A dan B12), komponen bioaktif, dan logam berat (Cd, Pb, dan Hg) yang


(17)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Sotong (Sepiarecurvirostra)

Cephalopoda merupakan salah satu sumberdaya hayati penting dalam sektor perikanan laut (Bihan et al. 2006). Cephalopoda adalah salah satu kelompok binatang lunak (filum moluska), meliputi cumi-cumi (squid), sotong

(cuttlefish), gurita (octopus) dan kerabatnya. Sotong (Sepia recurvirostra)

merupakan salah satu jenis Cephalopoda yang cukup dikenal dan digemari oleh masyarakat. Terdapat kurang lebih 100 spesies sotong di dunia (Ozyurt et al. 2006). Klasifikasi sotong (Sepia recurvirostra) adalah sebagai berikut (Jereb dan Roper 2005):

Filum : Moluska Kelas : Cephalopoda Ordo : Sepiida Famili : Sepiidae Genus : Sepia

Spesies : Sepia recurvirostra Steenstrup, 1875

Sotong (cuttlefish) sering kali disalahartikan sebagai cumi-cumi (loligo). Sotong memiliki tubuh yang lebih pipih, sementara cumi-cumi lebih berbentuk silinder. Berikut disajikan gambar anatomi sotong pada Gambar 1.

Gambar 1 Anatomi sotong (Sepiarecurvirostra) (Sumber: Cole dan Hall 2009)


(18)

Sotong memiliki badan berbentuk bulat telur agak pendek dengan sirip daging melingkari seluruh badan dan bagian belakang tubuh bundar. Punggung sotong keras karena di dalam dagingnya terdapat kerangka dari kapur yang bentuknya lonjong dan berwarna putih. Sekitar mulut terdapat delapan tangan pendek dan dua tangan panjang (tentakel). Tangan yang pendek dilingkari dengan alat pengisap sepanjang tangan, sedangkan tangan yang panjang (tentakel) hanya terdapat pada ujungnya. Warna sotong bervariasi tetapi umumnya coklat atau kuning kecoklatan tergantung dari warna dasar perairan, pada bagian punggungnya terdapat garis bengkok-bengkok. Ukuran panjang sotong dapat mencapai 30-35 cm, tetapi biasanya 20-25 cm (KKP 2005).

Sotong, termasuk Cephalopoda lainnya, pada dasarnya ialah hewan pelagis yang berenang dengan gaya dorong (jet propulsion). Tenaga dorong tersebut berasal dari air yang disemburkan dari rongga mantel yang keluar melalui sifon. Sotong dengan tubuhnya yang pendek dan agak pipih berenang lebih lambat dibandingkan dengan cumi-cumi yang tubuhnya lebih langsing. Dalam kondisi bahaya, sotong akan mengeluarkan cairan tinta berwarna cokelat sampai hitam dengan kandungan pigmen melanin yang lebih tinggi. Tinta yang dikeluarkan akan menyebabkan air di sekitarnya akan menjadi gelap dan membingungkan predator sehingga sotong dapat kabur (Karleskint et al. 2010). Sotong juga mempunyai kemampuan berubah warna seperti bunglon, sehingga tersamar dengan pola warna latar belakangnya seperti pasir atau batu, kebanyakan spesies berubah warna apabila ketakutan. Perubahan warna tersebut disebabkan karena pada bagian kulit terdapat pigmen yang disebut kromatofor (Boal et al. 2000).

Kebanyakan Cephalopoda memiliki sistem peredaran darah tertutup, dimana darahnya mengandung hemocyanin. Aliran air dalam rongga mantel selain untuk tenaga gerak, juga menyediakan oksigen untuk pernapasan. Sotong umumnya dioccious, dimana gonad terletak diujung posterior dan selalu terjadi perkawinan (Suwignyo et al. 2002). Sotong merupakan hewan karnivora yang biasanya memangsa ikan-ikan kecil, udang, dan kepiting. Sotong mempunyai penglihatan yang tajam untuk mencari mangsa dan menggunakan tangan atau tentakelnya untuk menangkap mangsa tersebut (Boal et al. 2000). Alat ekskresi pada cephalopoda adalah nephridia, yang terletak pada rongga mantel. Pada


(19)

bagian kepala terdapat mata sebagai alat indera dan sistem syaraf yang terdiri atas beberapa pasang ganglia (Suwignyo et al. 2002). Sotong bernilai ekonomi tinggi dan banyak dikonsumsi oleh penduduk Asia, terutama Jepang, Korea, Filipina, Malaysia, Taiwan (Suwignyo et al. 2002), dan Thailand (Thanonkaew et al. 2006).

2.2 Komposisi Kimia Sotong (Sepiarecurvirostra)

Salah satu sumber pangan hewani yang kaya kandungan nutrisi adalah makanan hasil laut. Makanan laut kaya protein, dengan komposisi asam amino yang seimbang serta kandungan polyunsaturated fatty acid (PUFA) yang tinggi. Beberapa spesies makanan laut juga mengandung sebagian besar dari 90 jenis mineral alami (Laurenco et al. 2009). Ikan merupakan sumber protein utama di beberapa negara Asia, khususnya Asia Tenggara. Ikan memiliki kandungan protein yang lebih baik dibandingkan dengan daging, susu atau telur. Ikan juga merupakan sumber asam lemak omega-3 yang baik, kalsium, fosfor, besi, tembaga, dan mengandung vitamin B (Hajeb et al. 2009).

Cephalopoda, yakni cumi-cumi, sotong, dan gurita merupakan sumberdaya sektor perikanan laut yang penting dan hanya memiliki sedikit bagian yang tidak bisa dimanfaatkan. Cephalopoda tidak hanya dikonsumsi dalam bentuk segar, tapi juga yang telah diolah, diantaranya dalam bentuk kering, beku, dan produk dingin

(Thanonkaew et al. 2006). Sotong banyak dijual dalam keadaan segar (Suwignyo et al. 2002). Cephalopoda hanya mengandung sedikit lemak, namun

merupakan sumber mineral yang bagus, diantaranya kalsium, potassium, seng, besi, fosfor, dan tembaga (Thanonkaew et al. 2006). Cephalopoda juga mengandung sodium dan kolesterol (Okuzumi dan Fujii 2000). Berikut disajikan komposisi kimia dan kandungan mineral sotong pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1 Komposisi kimia sotong (Sepiapharaonis)

Komposisi kimia Kepala Badan

Kadar air 84,42 ± 0,13 82,78 ± 0,05

Kadar abu 1,29 ± 0,02 1,20 ± 0,24

Protein 11,90 ± 0,14 14,91 ± 0,61

Lemak 0,52 ± 0,01 0,47 ± 0,01


(20)

Tabel 2 Komposisi mineral cumi-cumi, sotong, dan gurita

Mineral Cumi-cumi Sotong Gurita

Br (mg/kg) 13,3 ± 1,4 21,5 ± 2,9 34,0 ± 3,7

Ca (mg/kg) 136 ± 43 134 ± 26 213 ± 108

Cl (mg/100 g) 267 ± 36 439 ± 75 629 ± 97

Cu (mg/kg) 1,5 ± 0,2 4,5 ± 2,5 3,8 ± 1,6

Fe (mg/kg) 1,7 ± 1,2 1,4 ± 0,7 4,2 ± 1,7

K (mg/100 g) 261 ± 55 289 ± 46 223 ± 38

Mg (mg/kg) 435 ± 108 567 ± 99 938 ± 262

Mn (mg/kg) 0,16 ± 0,03 0,11 ± 0,04 0,31 ± 0,07

Na (mg/100 g) 157 ± 33 266 ± 60 572 ± 143

Ni (mg/kg) 0,02 ± 0,01 0,05 ± 0,02 0,02 ± 0,01

P (mg/100 g) 260 ± 20 249 ± 23 147 ± 39

Rb (mg/kg) 0,68 ± 0,12 0,77 ± 0,12 0,44 ± 0,16

S (mg/100 g) 229 ± 24 338 ± 55 257 ± 54

Se (mg/kg) Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi Tidak terdeteksi

Sr (mg/kg) 1,8 ± 0,2 2,3 ± 0,3 3,8 ± 0,5

Zn (mg/kg) 12,6 ± 1,3 17,7 ± 2,3 17,7 ± 2,2

Sumber: Laurenco et al. (2009)

2.3 Mineral

Mineral merupakan elemen anorganik yang terdapat di alam (lapisan bumi), hewan, maupun tumbuhan. Pada proses pengabuan kering atau pengabuan basah, bahan-bahan organik akan hancur dan menguap, sedangkan sisanya merupakan zat anorganik (abu) yang mengandung komponen mineral. Mineral merupakan komponen penting bagi kehidupan organisme. Beberapa mineral berfungsi dalam mengatur proses fisiologi (pengatur tekanan osmotik, transport oksigen, kontraksi otot, dan kepekaan syaraf terhadap rangsangan), elemen essensial bagi enzim serta diperlukan dalam proses pengaturan dan pertumbuhan jaringan dan tulang (Nabrzyski 2007). Kekurangan mineral tertentu dapat menyebabkan gangguan gizi, diantaranya ialah terhambatnya pertumbuhan, anemia karena gizi, dan osteoporosis (Biziuk dan Kuczynska 2007).

Pemilihan bahan pangan yang beragam, baik nabati maupun hewani akan dapat mencukupi kebutuhan tubuh akan mineral. Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya sekitar 4% terdiri dari unsur-unsur mineral. Sumber mineral paling baik adalah makanan hewani, kecuali magnesium yang lebih banyak terdapat dalam makanan nabati. Mineral yang berasal dari makanan hewani mempunyai ketersediaan biologik lebih tinggi daripada makanan nabati (Almatsier 2001). Beberapa mineral, misalnya kalsium


(21)

dan fosfor terdapat dalam jumlah yang relatif besar dan dikenal sebagai mineral makro. Mineral-mineral lainnya, misalnya tembaga dan seng terdapat dalam

jumlah yang sangat sedikit dan dikenal sebagai “trace element” atau mineral mikro (Winarno 2008).

2.3.1 Mineral makro

Mineral makro adalah unsur mineral yang dibutuhkan dalam jumlah besar, yaitu lebih dari 100 mg sehari. Kelompok mineral makro terdiri dari natrium, kalium, kalsium, magnesium, sodium, potassium, dan fosfor (Nabrzyski 2007). Kebutuhan harian mineral makro dalam tubuh dapat dilihat pada Tabel 3. Mineral makro berperan sebagai zat pembangun tubuh, selain itu mineral ini juga berperan dalam mempertahankan tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa tubuh (Biziuk dan Kuczynska 2007).

Tabel 3 Rekomendasi kebutuhan harian beberapa mineral makro

Mineral Kebutuhan harian (mg/hari)

Kalsium 1000*

Fosfor 800-1200*

Magnesium 300-400*

Natrium < 2300*

Kalium 2000*

Sulfur 800-1000*

Potassium 2000**

Klor 2300***

Sumber: * Laurenco et al. (2009) ** Biziuk dan Kuczynska (2007) *** Sizer dan Whitney (2002)

a. Kalsium (Ca)

Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu 1,5-2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1 kg. Berdasarkan jumlah tersebut, 99% berada dalam jaringan keras, yaitu tulang dan gigi terutama dalam bentuk hidroksiapatit dan sisanya tersebar di dalam tubuh (Almatsier 2001). Kalsium berperan dalam proses pembentukan gigi dan tulang, selain itu kalsium yang berada dalam sirkulasi darah dan jaringan berperan dalam transmisi impuls syaraf, kontraksi otot, penggumpalan darah, pengaturan permeabilitas membran sel, serta keaktifan enzim (Winarno 2008).


(22)

Kebutuhan tubuh akan kalsium berbeda bagi setiap orang. Di Amerika kebutuhan kalsium bagi orang dewasa adalah 800 mg per kapita per hari, namun untuk orang yang hidup di daerah tropis dapat mempertahankan status kalsiumnya dengan hanya mengkonsumsi 200-400 mg per kapita per hari. Hal ini disebabkan karena adanya sinar matahari yang dapat membantu pembentukan vitamin D yang selanjutnya membantu peningkatan metabolisme kalsium (Muchtadi et al. 1993). Status vitamin D pada tubuh seseorang turut mempengaruhi kebutuhan terhadap kalsium (Sizer dan Whitney 2002).

Konsumsi makanan sangat berpengaruh terhadap absorpsi kalsium. Konsumsi fosfor dan protein yang tidak seimbang dengan kalsium cenderung akan menurunkan penyerapan kalsium. Konsumsi serat dan lemak yang berlebihan juga akan menurunkan absorpsi kalsium jika dikonsumsi bersamaan dengan kalsium. Sumber kalsium utama adalah susu dan produk olahannya, yaitu keju, yoghurt, es krim, serta ikan. Beberapa sayur, brokoli dan bayam juga mengandung kalsium, namun absorpsinya tidak setinggi kalsium pada susu karena sayur umumnya berserat tinggi (UI 2009).

Kekurangan kalsium dapat menyebabkan osteomalasia atau disebut juga riketsia pada orang dewasa. Osteomalasia terjadi karena kekurangan vitamin D dan ketidakseimbangan konsumsi kalsium terhadap fosfor. Kadar kalsium yang sangat rendah juga dapat menyebabkan tetani atau kejang. Konsumsi kalsium sebaiknya tidak melebihi 2500 mg sehari. Kelebihan kalsium dapat menimbulkan gangguan ginjal dan konstipasi (susah buang air besar) (Almatsier 2001).

b. Natrium (Na)

Natrium dan klorida biasanya berhubungan sangat erat baik sebagai bahan makanan maupun fungsinya dalam tubuh. Sebagian besar natrium terdapat dalam plasma darah dan cairan di luar sel (ekstraseluler), beberapa diantaranya juga terdapat dalam tulang. Jumlah natrium dalam tubuh manusia diperkirakan 100-110 g (Winarno 2008). Natrium merupakan bagian terbesar dari cairan ekstraseluler dan berfungsi mengatur tekanan osmotik, yaitu menjaga cairan tidak keluar dari darah dan masuk ke dalam sel-sel. Natrium juga berfungsi menjaga keseimbangan asam basa tubuh, transmisi saraf, kontraksi otot, absorpsi glukosa, dan alat angkut zat gizi lain melalui membran (Almatsier 2001).


(23)

Natrium dan klorida biasanya bergabung membentuk garam meja, yaitu natrium klorida (NaCl) yang merupakan sumber utama natrium. Kebanyakan makanan alami mengandung relatif sedikit natrium, tetapi sesungguhnya banyak garam yang ditambahkan selama proses pengolahan beberapa makanan, diantaranya garam yang ditambahkan pada pembuatan ikan asap, roti, dan sayuran kaleng (Gaman dan Sherrington 1992). Tanda pertama kekurangan natrium adalah rasa haus. Kekurangan natrium juga menyebabkan kejang dan kehilangan nafsu makan. Kelebihan natrium akan menyebabkan hipertensi (tekanan darah tinggi). Kasus hipertensi banyak ditemukan pada masyarakat Asia yang sudah terbiasa mengkonsumsi natrium dalam jumlah besar pada makanannya (7,6-8,2 g/hari) (Winarno 2008).

c. Magnesium (Mg)

Magnesium merupakan kation nomor dua paling banyak setelah natrium dalam cairan ekstraseluler. Kurang lebih 60% dari 20-28 mg magnesium dalam tubuh terdapat pada tulang dan gigi, 26% di dalam otot, dan sisanya di jaringan lunak lainnya serta cairan tubuh (Almatsier 2001). Magnesium merupakan aktivator enzim peptidase dan enzim lain yang berfungsi memecah dan memindahkan gugus fosfat (fosfatase) (Winarno 2008). Magnesium juga berperan dalam mencegah kerusakan gigi, mengendorkan otot, transmisi syaraf, dan berbagai aktivitas enzim (Sizer dan Whitney 2002).

Sumber magnesium diantaranya sayuran hijau, daging, susu dan turunannya, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Kekurangan magnesium terjadi apabila kurangnya konsumsi protein dan energi, yang dapat mengakibatkan gangguan dalam pertumbuhan, kurangnya nafsu makan, kejang, gangguan sistem saraf pusat, koma, dan gagal jantung. Kelebihan magnesium biasanya terjadi pada penyakit gagal ginjal (Almatsier 2001).

d. Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh setelah kalsium. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat dalam bentuk kristal pada gigi dan tulang bersama dengan kalsium (Sizer dan Whitney 2002). Fosfor dalam fungsinya sebagai pembentuk tulang dan beberapa fungsi biologik tubuh berhubungan erat dengan kalsium. Perbandingan optimum kalsium dan fosfor


(24)

sekitar 1:2 (Sediaoetama 1987), tetapi beberapa produk perikanan tidak sesuai dengan perbandingan ini (Okuzumi dan Fujii 2000).

Peranan fosfor mirip dengan kalsium, yaitu untuk pembentukan tulang dan gigi serta penyimpanan dan pengeluaran energi. Fosfor juga berperan dalam mengatur keseimbangan asam basa, absorpsi dan trasnportasi zat gizi (Almatsier 2001) serta merupakan bagian dari DNA dan RNA (Sizer dan Whitney 2002). Kebutuhan fosfor orang dewasa sebesar 600-1000 mg/hari (Winarno 2008). Sumber fosfor yang utama adalah bahan makanan dengan kadar protein tinggi, diantaranya daging, unggas, ikan, dan telur. Kekurangan fosfor dapat mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan, kerusakan gigi, dan kerusakan tulang (Sediaoetama 1987).

e. Kalium (K)

Berbeda dengan natrium, sebanyak 95% kalium terdapat di dalam sel (cairan intraseluler). Peranan kalium mirip dengan natrium, yaitu kalium bersama-sama dengan klorida membantu menjaga tekanan osmotik dan keseimbangan asam basa. Kalium juga berperan dalam mengaktivasi reaksi enzim diantaranya piruvat kinase yang dapat menghasilkan asam piruvat dalam proses metabolisme karbohidrat (Winarno 2008).

Tubuh orang dewasa mengandung kalium (250 g) dua kali lebih banyak dari natrium (110 g), meskipun demikian biasanya konsumsi kalium lebih sedikit daripada natrium. Kebutuhan minimum akan kalium sebanyak 2000 mg sehari. Kalium terdapat di dalam semua makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan terutama makanan mentah atau segar. Kekurangan kalium pada manusia akan mengakibatkan lemah, lesu, kehilangan nafsu makan dan kelumpuhan, sedangkan kelebihan akan menyebabkan gagal jantung yang berakibat kematian serta gangguan fungsi ginjal (Almatsier 2001).

2.3.2 Mineral mikro

Mineral mikro adalah unsur mineral pada tubuh manusia yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit. Mineral mikro dibutuhkan tubuh dalam jumlah kurang dari 100 mg sehari. Kelompok mineral mikro terdiri dari besi, seng, tembaga, selenium, iodium, mangan, seng, kobalt, dan fluor (Nabrzyski 2007). Kebutuhan harian mineral makro dapat dilihat pada Tabel 4. Mineral mikro berfungsi dalam


(25)

proses metabolisme tubuh serta merupakan bagian dari enzim, hormon dan vitamin (Biziuk dan Kuczynska 2007).

Tabel 4 Rekomendasi kebutuhan harian beberapa mineral mikro

Mineral Kebutuhan harian (mg/hari)

Besi 15*

Seng 10-15*

Tembaga 1-1.5*

Flor 3-4***

Iodium 0.15-0.16**

Selenium 0.06-0.075**

Mangan 2-5*

Nikel 0.025-0.030*

Sumber: * Laurenco et al. (2009) ** Biziuk dan Kuczynska (2007) *** Sizer dan Whitney (2002) a. Besi (Fe)

Besi adalah mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia. Besi merupakan bagian penting dari hemoglobin, mioglobin, dan enzim. Besi tergolong zat gizi essensial sehingga harus disuplai dari makanan. Sumber utama besi adalah pangan hewani terutama berwarna merah, yaitu hati, daging, ayam, dan ikan, sedangkan sumber lain adalah sayuran berdaun hijau (UI 2009).

Besi mempunyai beberapa fungsi penting di dalam tubuh, yaitu sebagai alat angkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, sebagai alat angkut elektron di dalam sel dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzim di dalam jaringan tubuh. Defisiensi besi merupakan defisiensi gizi yang paling umum terjadi, baik di negara maju maupun negara berkembang. Defisiensi gizi secara klasik selalu dikaitkan dengan anemia gizi besi. Kekurangan besi pada umumnya menyebabkan pucat, rasa lemah, letih, pusing, kurang nafsu makan, dan menurunnya kekebalan tubuh. Kelebihan besi jarang terjadi karena makanan, tetapi karena konsumsi suplemen besi. Kelebihan besi dapat menyebabkan muntah, diare, sakit kepala, denyut jantung meningkat, dan pingsan (Almatsier 2001).

Zat besi dapat diabsorpsi sekitar 5-15% dari makanan oleh tubuh dalam kondisi normal, sedangkan dalam kondisi kekurangan zat besi dapat mencapai 50%. Absorpsi besi dalam pencernaan dipengaruhi oleh simpanan serta hal-hal lain terkait dengan cara besi dikonsumsi. Zat penghambat absorpsi besi


(26)

diantaranya adalah tanin (teh), phitat (serelia), dan serat. Zat peningkat absorpsi besi adalah sistein (daging), vitamin C, sitrat, malat, dan laktat yang umum terdapat dalam buah-buahan (UI 2009).

b. Seng (Zn)

Seng memiliki peranan penting dalam banyak fungsi tubuh, diantaranya dalam berbagai aspek metabolisme, sintesis dan degradasi kolagen, pengembangan fungsi reproduksi laki-laki serta berperan dalam fungsi kekebalan tubuh (Almatsier 2001). Dalam tubuh, zat gizi ini terdapat dalam jumlah yang sangat sedikit dan banyak tersimpan di dalam pankreas, hati, ginjal, paru, otot, tulang, dan mata. Seng dapat diperoleh dari pangan hewani, terutama daging, telur, kerang, dan serelia (UI 2009).

Kekurangan seng dapat terjadi pada golongan rentan, yaitu anak-anak, ibu hamil dan menyusui serta orang tua. Kekurangan seng dapat menyebabkan fungsi pencernaan terganggu, gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual, gangguan sistem saraf dan fungsi otak serta gangguan pada fungsi kekebalan tubuh. Kelebihan seng dapat menurunkan absorpsi tembaga serta mempengaruhi metabolisme kolesterol (Almatsier 2001).

c. Tembaga (Cu)

Tembaga dalam tubuh manusia umumnya terdapat pada hati, ginjal, dan rambut. Tembaga berperan dalam beberapa kegiatan enzim pernapasan, yaitu sebagai kofaktor enzim tiroksinase dan sitokrom oksidase. Tembaga juga diperlukan dalam proses pertumbuhan sel-sel darah merah yang masih muda (Winarno 2008). Tembaga dapat diperoleh dari makanan laut, kacang, dan daging (Sizer dan Whitney 2002). Kekurangan tembaga pernah dilihat pada anak-anak kekurangan protein dan menderita anemia kurang besi serta pada anak-anak yang mengalami diare. Kelebihan tembaga secara kronis menyebabkan penumpukan tembaga di dalam hati yang dapat mengakibatkan nekrosis hati atau serosis hati (Almatsier 2001).

d. Selenium (Se)

Selenium adalah mineral mikro yang merupakan bagian essensial dari enzim glutation peroksidase. Selenium bekerja sama dengan vitamin E dalam peranannya sebagai antioksidan. Selenium juga berperan serta dalam sistem enzim


(27)

yang mencegah terjadinya radikal bebas dengan menurunkan konsentrasi peroksida dalam sel, sedangkan vitamin E menghalangi bekerjanya radikal bebas setelah terbentuk. Konsumsi selenium dalam jumlah cukup menghemat penggunaan vitamin E (Almatsier 2001). Selenium dapat diperoleh dari sayur, jamur, ikan dan daging. Kekurangan selenium dapat menyebabkan sirosis hati, kanker, katarak serta penurunan produksi antibodi (Sizer dan Whitney 2002).

2.4 Vitamin

Vitamin merupakan kelompok senyawa organik penting yang dibutuhkan tubuh dalam jumlah sedikit untuk fungsi normal tubuh, diantaranya pemeliharaan, pertumbuhan dan pembangunan. Vitamin tidak disintesis oleh tubuh, oleh karena itu vitamin penting dalam susunan makanan, meskipun terdapat dalam jumlah yang kecil. Vitamin yang terdapat dalam makanan dikenal sebagai prekursor atau provitamin. Provitamin adalah senyawa yang tidak termasuk vitamin tetapi dapat diubah menjadi vitamin (Sizer dan Whitney 2002).

Vitamin berfungsi dalam beberapa tahap reaksi metabolisme energi, pertumbuhan dan pemeliharaan tubuh, pada umumnya sebagai koenzim atau sebagai bagian dari enzim (Almatsier 2001). Susunan makanan yang seimbang dan beragam akan dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan vitamin. Kekurangan vitamin telah lama dikenal mengakibatkan penyakit defesiensi yang serius. Kelebihan dosis vitamin tertentu, terutama vitamin yang larut dalam lemak, dapat mengakibatkan keracunan yang serius, karena alasan ini penambahan vitamin ke dalam makanan harus dikendalikan secara hati-hati (deMan 1989).

Vitamin dikelompokkan ke dalam dua golongan utama, yaitu vitamin larut lemak dan vitamin larut air. Vitamin larut lemak merupakan molekul hidrofobik, yang semuanya adalah turunan isopren. Molekul-molekul ini tidak disintesis tubuh dalam jumlah yang memadai sehingga harus disuplai dari makanan (Ottaway 1993). Vitamin larut lemak diabsorpsi bersama dengan lipida lain dan diangkut ke hati melalui sistem limfe sebagai bagian dari lipoprotein. Vitamin larut lemak terdiri dari vitamin A, D, E, dan K (Almatsier 2001). Vitamin C dan vitamin B-kompleks merupakan vitamin larut air. Kelarutannya dalam air membuat vitamin ini tidak tersimpan dalam tubuh, karena jika berlebihan akan dikeluarkan bersama dengan urin (Gaman dan Sherrington 1992).


(28)

2.4.1 Vitamin A (Retinol)

Secara luas, vitamin A merupakan nama generik yang menyatakan semua retinoid dan provitamin A (karotenoid). Vitamin A adalah suatu kristal alkohol berwarna kuning dan larut dalam lemak atau pelarut lemak. Vitamin A biasanya terdapat pada makanan dalam bentuk retinil, yaitu terikat pada asam lemak rantai panjang. Bentuk aktif vitamin A hanya terdapat pada pangan hewani. Pangan nabati mengandung karotenoid yang merupakan prekursor (provitamin) A (Almatsier 2001).

Vitamin A berperan dalam berbagai fungsi normal tubuh, diantaranya penglihatan, kekebalan tubuh, reproduksi, serta pertumbuhan dan perkembangan tubuh. Jumlah harian vitamin A yang diperbolehkan bagi orang dewasa adalah sebesar 900 µg/hari untuk laki-laki dan 700 µg/hari untuk perempuan (Sizer dan Whitney 2002). Sumber provitamin A yang baik terdapat dalam produk sayuran, yaitu wortel, ubi, tomat, dan brokoli. Kandungan tertinggi vitamin A ditemukan dalam minyak hati ikan tertentu, misalnya ikan Gadus morrhua dan

Gadus macrocephalus dan Opuntia tuna. Sumber-sumber lain yang penting, ialah

hati mamalia, kuning telur, dan susu serta produk susu (deMan 1989).

Kekurangan vitamin A dapat menyebabkan kulit kering, mata kering, menurunkan daya tahan tubuh terhadap infeksi, pertumbuhan dan perkembangan yang terhambat (Gaman dan Sherrington 1992), dan buta malam yang merupakan tanda-tanda yang biasa digunakan bagi diagnosis kekurangan vitamin A pada manusia (Lehninger 1988). Kelebihan vitamin A biasanya disebabkan karena penggunaan suplemen yang mengandung vitamin A dengan dosis yang berlebihan (Gaman dan Sherrington 1992).

2.4.2 Vitamin B12 (Kobalamin)

Vitamin B12 adalah kristal merah yang larut air, warna merah karena

adanya kobalt. Vitamin B12 (kobalamin) mempunyai struktur cincin yang

kompleks (cincin corrin) dan serupa dengan cincin porfirin, pada cincin ini ditambahkan ion kobalt dibagian tengahnya. Bentuk utama vitamin B12 dalam

makanan adalah adenosilkobalamin, metilkobalamin, dan hidroksikobalamin (Almatsier 2001). Vitamin B12 hanya ditemukan pada pangan hewani. Hati adalah


(29)

sumber yang paling kaya akan vitamin B12, selain itu vitamin ini juga ditemukan

dalam susu, daging, ikan, dan telur (Gaman dan Sherrington 2002).

Vitamin B12 berfungsi dalam metabolisme asam amino serta biosintesis

protein dan asam nukleat (Okuzumi dan Fujii 2000). Vitamin B12 juga diperlukan

untuk mengubah folat menjadi bentuk aktif dan fungsi normal tubuh terutama jaringan syaraf serta merupakan kofaktor enzim. Jumlah harian vitamin B12 yang

diperbolehkan bagi orang dewasa adalah sebesar 2,4 µg/hari. Kekurangan vitamin B12 dapat menyebabkan pernicious anemia (anemia karena kekurangan folat).

Penyakit ini hampir selalu disebabkan oleh gangguan penyerapan vitamin daripada defesiensi (Sizer dan Whitney 2002).

2.5 Analisis Fitokimia

Analisis fitokimia adalah analisis yang diterapkan untuk mengetahui golongan senyawa yang terkandung dalam suatu bahan yang tidak dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh, tetapi memiliki efek menguntungkan bagi manusia. Senyawa fitokimia bukan merupakan zat gizi, karena tanpa komponen tersebut tubuh manusia tetap melakukan metabolisme secara normal. Konsumsi senyawa fitokimia akan membantu meningkatkan kesehatan dan ketahanan tubuh manusia (Astawan dan Kasih 2008).

2.5.1 Alkaloid

Alkaloid pada umumnya mencangkup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan, sebagai bagian dari sistem siklik, yaitu cincin heterosiklik (Harborne 1987). Alkaloid adalah senyawa kimia tanaman hasil metabolit sekunder yang terbentuk berdasarkan prinsip pembentukan campuran (Sirait 2007). Alkaloid merupakan turunan yang paling umum dari asam amino. Secara kimia, alkaloid merupakan suatu golongan heterogen. Secara fisik, alkaloid dipisahkan dari kandungan tumbuhan lainnya sebagai garamnya dan sering diisolasi sebagai kristal hidroklorida atau pikrat (Harborne 1987).

Senyawa alkaloid dikelompokkan menjadi tiga antara lain, alkaloid sesungguhnya, protoalkaloid, dan pseudoalkaloid. Alkaloid sesungguhnya adalah racun, senyawa tersebut menunjukkan aktivitas fisiologis yang luas, hampir tanpa


(30)

terkecuali bersifat basa, umumnya mengandung nitrogen dalam cincin heterosiklik, diturunkan dari asam amino, dan biasanya terdapat di tanaman sebagai garam asam organik. Protoalkaloid merupakan amin yang relatif sederhana dimana di dalam nitrogen asam amino tidak terdapat cincin heterosiklik dan diperoleh berdasarkan biosintesis dari asam amino yang bersifat basa. Pseudoalkaloid tidak diturunkan dari prekursor asam amino dan biasanya senyawa ini bersifat basa (Sastrohamidjojo 1996).

2.5.2 Steroid/Triterpenoid

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik,

yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang rumit, kebanyakan berupa alkohol, aldehida atau asam karboksilat. Triterpenoid dapat dibagi menjadi empat kelompok senyawa, yaitu triterpen sebenarnya, steroid, saponin, dan glikosida jantung (cardiac glycoside). Beberapa triterpen dikenal dengan rasanya, terutama rasa pahit. Steroid merupakan golongan dari senyawa triterpenoid. Steroid merupakan golongan triterpena yang tersusun atas sistem cincin cyclopetana

perhydrophenanthrene. Steroid pada mulanya dipertimbangkan hanya sebagai

komponen pada substansi hewan saja (sebagai hormon seks, hormon adrenal, asam empedu, dan lain-lain), akan tetapi akhir-akhir ini steroid juga ditemukan pada jaringan tumbuhan (Harborne 1987).

Prekursor pembentukan steroid adalah kolesterol atau fitosterol. Menurut Bose et al. (1997), profil steroid yang terdapat pada Achatina fulica yang merupakan salah satu jenis gastropoda, meliputi progesterone, 17-β-estradiol,

testosterone, 4-androstene-dione dan cortisol. Steroid juga diduga memiliki efek

peningkat stamina tubuh (aprodisiaka) dan anti-inflamasi. Hasil penelitian Setzer (2008) menunjukkan bahwa sejumlah triterpenoid alami memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan menghambat kinerja enzim topoisomerase II, dengan cara berikatan dengan sisi aktif enzim yang nantinya akan mengikat DNA dan membelahnya. Hal ini menyebabkan enzim menjadi terkunci dan tidak dapat mengikat DNA.


(31)

2.5.3 Flavonoid

Flavonoid merupakan golongan terbesar dari senyawa polifenol, karena itu larutan ekstrak yang mengandung komponen flavonoid akan berubah warna jika diberi larutan basa atau ammonia. Flavonoid mengandung sistem aromatik konjugasi dan dapat menunjukkan pita penyerapan yang kuat pada spektrum wilayah UV dan sinar tampak (Astawan dan Kasih 2008). Flavonoid umumnya merupakan komponen larut air (polar). Komponen ini dapat diekstrak dengan etanol 70% dan tertinggal pada lapisan aqueous, diikuti dengan pemisahan ekstrak menggunakan petroleum ether. Flavonoid dapat dikelompokkan menjadi sembilan kelas yaitu anthosianin, proanthosianidin, flavonol, flavon, glikoflavon, biflavonil,

chlacone dan aurone, flavanon, serta isoflavon (Harborne 1987).

Flavonoid sangat efektif untuk digunakan sebagai antioksidan. Senyawa flavonoid juga dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan laju oksidasi lemak. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa flavonoid dapat menurunkan hiperlipidemia pada manusia. Pada kasus penyakit jantung, penghambatan oksidasi LDL oleh flavonoid dapat mencegah pembentukan sel-sel busa dan kerusakan lipid (Astawan dan Kasih 2008). Hasil penelitian Sukadana (2009) menunjukkan bahwa komponen flavonoid yang diisolasi dari buah

belimbing manis memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Gram positif

(S. aureus) pada konsentrasi 500 ppm dan bakteri Gram negatif (E. coli) pada

konsentrasi 100 ppm.

2.5.4 Saponin

Saponin atau glikosida sapogenin adalah salah satu glikosida yang tersebar luas dalam tanaman. Tiap saponin terdiri dari sapogenin yang merupakan molekul aglikon dan sebuah gula. Saponin merupakan senyawa yang menimbulkan busa jika dikocok dalam air dan pada konsentrasi yang rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah merah, sehingga sering digunakan sebagai deterjen. Saponin dapat digunakan untuk meningkatkan diuretika serta merangsang kerja ginjal, namun saponin dapat menyebabkan iritasi pada selaput lendir, serta bersifat toksik pada binatang berdarah dingin yaitu ikan (Harborne 1987). Hal inilah yang menyebabkan saponin banyak dimanfaatkan sebagai racun ikan yang disebut sapotoksin (Sirait 2007).


(32)

Terdapat dua senyawa saponin, yaitu glikosida triterpenoid alkohol dan glikosida struktur steroid tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis ini larut dalam air dan etanol, tetapi tidak larut dalam eter. Aglikonnya yang disebut sapogenin diperoleh dengan hidrolisis dalam suasana asam atau hidrolisis memakai enzim dan tanpa bagia gula ciri kelarutannya sama dengan ciri sterol lain (Robinson 1995).

2.5.5 Fenol hidrokuinon

Fenol meliputi berbagai senyawa yang berasal dari tumbuhan dan mempunyai ciri sama yaitu cincin aromatik yang mengandung satu atau dua gugus hidroksil. Flavonoid merupakan golongan fenol yang terbesar, selain itu juga terdapat fenol monosiklik sederhana, fenilpropanoi, dan kuinon fenolik. Kuinon adalah senyawa bewarna dan mempunyai kromofor dasar, seperti kromofor pada benzokuinon, yang terdiri atas dua gugus karbonil yang berkonjugasi dengan dua ikatan rangkap karbon-karbon. Kuinon untuk tujuan identifikasi dapat dipilah menjadi empat kelompok, yaitu benzokuinon, naftokuinon, antrakuinon dan kuinon isoprenoid. Tiga kelompok pertama biasanya terhidroksilasi dan bersifat senyawa fenol serta mungkin terdapat in vivo dalam bentuk gabungan dengan gula sebagai glikosida atau dalam bentuk kuinol tanpa warna, kadang-kadang juga bentuk dimer (Harborne 1987).

Senyawa kuinon yang terdapat sebagai glikosida mungkin larut sedikit dalam air, tetapi umumnya kuinon lebih mudah larut dalam lemak dan akan terdeteksi dari tumbuhan bersama-sama dengan karotenoid dan klorofil. Reaksi yang khas adalah reduksi bolak-balik yang mengubah kuinon menjadi senyawa tanpa warna, kemudian warna kembali lagi bila terjadi oksidasi oleh udara. Reduksi dapat dilakukan menggunakan natrium borohidrida dan oksidasi ulang dapat terjadi hanya dengan mengocok larutan tersebut di udara (Harborne 1987).

2.5.6 Karbohidrat

Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi manusia dan hewan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Melalui proses fotosintesis, klorofil tanaman dengan bantuan sinar matahari mampu membentuk karbohidrat dari karbon dioksida (CO2) yang berasal dari udara dan air dari tanah. Proses fotosintesis


(33)

menghasilkan karbohidrat sederhana, glukosa, dan oksigen yang dilepas di udara (Almatsier 2001). Karbohidrat dapat dikelompokkan menjadi monosakarida, oligosakarida, serta polisakarida. Monosakarida merupakan suatu molekul yang dapat terdiri dari 5-6 atom C, sedangkan oligosakarida merupakan polimer dari 2-10 monosakarida, dan pada umumnya polisakarida merupakan polimer yang terdiri lebih dari 10 monomer monosakarida yang membentuk rantai lurus ataupun bercabang (Winarno 2008).

Karbohidrat mempunyai peran penting untuk mencegah pemecahan protein tubuh yang berlebihan, mencegah timbulnya ketosis, kehilangan mineral, dan berguna untuk metabolisme lemak dan protein dalam tubuh (Budiyanto 2002). Karbohidrat yang terdapat pada hewan umumnya berbentuk

glikogen dan dapat dipecah menjadi D-glukosa. Karbohidrat dalam tubuh hewan dapat dibentuk dari beberapa asam amino dan sebagian dari gliserol lemak, tetapi sebagian besar karbohidrat diperoleh dari bahan makanan yang dimakan sehari-hari, terutama bahan makanan yang berasal dari sari tumbuhan (Winarno 2008).

2.5.7 Gula pereduksi

Gula pereduksi merupakan kelompok gula atau karbohidrat yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi. Sifat pereduksi dari suatu molekul gula ditentukan oleh ada tidaknya gugus hidroksil (OH) bebas yang reaktif. Gugus hidroksil yang reaktif pada glukosa (aldosa) biasanya terletak pada karbon nomor satu (anomerik), sedangkan pada fruktosa (ketosa) terletak pada karbon nomor dua. Sukrosa tidak mempunyai gugus OH bebas yang reaktif karena keduanya sudah saling terikat, sedangkan laktosa mempunyai OH bebas pada atom C nomor 1 pada gugus glukosanya (Winarno 2008).

Sifat sebagai reduktor pada monosakarida dan beberapa disakarida disebabkan oleh adanya gugus aldehida atau keton bebas dalam molekul karbohidrat. Sifat ini dapat digunakan untuk keperluan identifikasi karbohidrat maupun analisis kuantitatif. Pereaksi Benedict berupa larutan yang mengandung kuprisulfat, natrium karbonat dan natrium sitrat. Glukosa dapat mereduksi ion Cu2+ menjadi Cu+ yang kemudian mengendap sebagai Cu2O, adanya natrium

karbonat dan natrium sitrat membuat pereaksi Benedict bersifat basa lemah. Endapan yang terbentuk dapat bewarna hijau, kuning atau merah bata. Warna


(34)

endapan ini tergantung pada konsentrasi karbohidrat yang diperiksa (Poedjiadi 1994).

2.5.8 Peptida

Peptida merupakan ikatan kovalen antara dua atau lebih molekul asam amino melalui suatu ikatan amida substitusi. Ikatan ini dibentuk dengan menarik unsur H2O dari gugus karboksil suatu asam amino dan gugus α-amino dari molekul lain, dengan reaksi kondensasi yang kuat. Transisi dari polipeptida menjadi protein tidak banyak dijelaskan, tetapi batasan pengertian protein umumnya diasumsikan sebagai rantai peptida yang memiliki berat molekul sekitar 10 kDa atau mengandung kurang lebih 100 residu asam amino (Lehninger 1988).

Beberapa peptida menunjukkan aktivitas biologis yang nyata. Salah satunya adalah peptida pendek enkefalin, yaitu hormon yang dibentuk dalam pusat sistem syaraf. Hormon ini berperan sebagai analgesik alami dalam tubuh yang dapat meniadakan rasa sakit ketika molekul-molekul ini berikatan dengan reseptor spesifik pada sel tertentu dalam otak, yang biasanya berikatan dengan morfin, heroin dan jenis candu lainnya (Lehninger 1988). Hasil penelitian Kannan

et al. (2009) menunjukkan bahwa hidrolisat peptida dari kulit padi yang memiliki

berat molekul < 5 kDa memiliki aktivitas antikanker.

2.5.9 Asam amino

Asam amino merupakan unit struktural dasar dari protein. Asam amino dapat diperoleh dengan menghidrolisis protein dalam asam, alkali, atau enzim. Sebuah asam amino terdiri dari sebuah gugus amino, sebuah gugus karboksil, sebuah atom hidrogen dan gugus R yang terikat pada sebuah atom C yang dikenal

sebagai karbon α, serta gugus R merupakan rantai cabang. Semua asam amino berkonfigurasi α dan mempunyai konfigurasi L kecuali glisin yang tidak mempunyai atom C asimetrik (Winarno 2008).

Asam amino dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat interaksi gugus rantai R dengan air menjadi dua kelompok besar, yaitu asam amino yang memiliki sifat polar (hidrofilik), baik yang bermuatan ataupun yang tidak bermuatan, diantaranya arginin, histidin, lisin (asam amino polar bermuatan), treonin (asam


(35)

amino polar tak bermuatan) dan asam amino non polar (hidrofobik), yaitu asam amino dengan kelarutan terbatas dalam air (Kamil et al. 1998).

Asam amino dalam kondisi netral, berada dalam bentuk ion dipolar atau disebut juga ion zwitter. Pada asam amino yang dipolar, gugus amino mendapat tambahan sebuah proton dan gugus karboksil terdisosiasi. Derajat ionisasi dari asam amino sangat dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah, misalnya pH 1,0 gugus karboksilatnya tidak terdisosiasi, sedangkan gugus aminonya menjadi ion. Pada pH tinggi, misalnya pH 11,0 karboksilnya terdisosiasi sedang gugusan aminonya tidak (Winarno 2008).

2.6 Logam Berat

Logam berat merupakan unsur-unsur metalik yang memiliki sifat berbahaya dengan berat atom lebih dari 40 (Panjaitan 2009). Pencemaran suatu perairan oleh unsur-unsur logam berat, dapat berbahaya baik secara langsung terhadap kehidupan organisme, maupun efeknya secara tidak langsung terhadap kesehatan manusia (Siagian 2004). Hal ini berkaitan dengan sifat-sifat logam berat, yaitu tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi (Darmono 1995), dapat terakumulasi dalam kerang dan ikan serta mudah terakumulasi pada sedimen (Marganof 2003).

Logam di dalam air jarang berbentuk atom, biasanya terikat dengan senyawa lainnya membentuk molekul. Ikatan yang terbentuk dapat berupa garam organik (senyawa metil, etil, fenil) maupun garam anorganik (oksida, klorida, sulfide, karbonat, hidroksida). Bentuk ion dari garam tersebut biasanya banyak ditemukan dalam air kemudian bersenyawa atau diserap dan tertimbun dalam tanaman dan hewan air (Darmono 1995). Unsur-unsur logam berat dapat masuk ke dalam tubuh organisme dengan tiga cara, yaitu melalui rantai makanan, insang, dan difusi melalui permukaan kulit. Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa terdapat beberapa macam penyakit pada manusia akibat memakan makanan yang mengandung logam berat, yaitu kanker, gangguan saluran cerna, dan ginjal (Siagian 2004).


(36)

2.6.1 Kadmium (Cd)

Kadmium (Cd) merupakan logam berwarna putih keperakan menyerupai alumunium. Logam ini banyak bercampur dengan logam lain terutama Zn dan Hg. Kadmium memiliki sifat yang tahan panas sehingga digunakan untuk campuran pembuatan keramik, enamel, dan plastik, serta sangat tahan terhadap korosi sehingga dapat digunakan untuk melapisi pelat baja dan besi. Kadmium (Cd) dalam air laut berbentuk senyawa klorida (CdCl2), dalam air tawar berbentuk

karbonat (CdCO3), sedangkan pada air payau yang biasanya terdapat di muara

sungai, kedua senyawa tersebut jumlahnya berimbang (Darmono 1995).

Pencemaran Cd pada air biasanya berasal dari pembuangan limbah industri dan limbah pertambangan (Yuningsih 2007). Kadmium masuk ke dalam tubuh hewan melalui dua jalur, yaitu saluran pencernaan dan saluran pernafasan. Kadmium dalam saluran pencernaan akan diabsorpsi melalui saluran dinding usus dan diangkut melalui pembuluh darah serta didistribusikan dalam jaringan terutama ginjal dan hati, dimana kurang lebih 50% dari logam tersebut terakumulasikan. Moluska seringkali mengakumulasi Cd pada kelenjar pencernaanya (Laurenco et al. 2009). Keracunan kadmium dapat mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Efek akut ditunjukkan dengan gejala diare, kejang perut dan pusing, sedangkan efek kronis biasanya mengakibatkan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada sistem syaraf (Darmono 1995). Batas aman logam berat Cd dalam makanan adalah 1 ppm (Nurjanah et al. 1999).

2.6.2 Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah logam lunak kebiruan atau kelabu keperakan yang lazim terdapat dalam kandungan endapan sulfit yang tercampur mineral-mineral lain, terutama seng dan tembaga. Pencemaran Pb dapat terjadi di udara, air, maupun tanah. Timbal merupakan logam yang bersifat toksik bagi manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, inhalasi dari udara, maupun kontak lewat kulit (Panjaitan 2009). Timbal (Pb) dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara alamiah dan sebagai dampak dari aktivitas manusia, diantaranya air buangan (limbah) industri dan dari pertambangan biji timah hitam. Senyawa Pb dalam perairan berada dalam bentuk ion Pb2+ dan Pb4-. Ikan dapat mengadsorbsi Pb dari permukaan tubuh dan


(37)

makanan yang dikonsumsinya, sedangkan kerang dapat mengakumulasi Pb dalam jumlah besar (Siagian 2004).

Logam Pb tidak dibutuhkan oleh manusia sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, maka tubuh akan mengeluarkan sebagian dan sisanya akan terakumulasi pada bagian tubuh tertentu, diantaranya ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Panjaitan 2009). Senyawa Pb yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman akan diikutkan dalam proses metabolisme tubuh. Jumlah Pb yang masuk tersebut masih mungkin ditolerir oleh asam lambung (HCl) yang mempunyai kemampuan untuk menyerap logam Pb, walaupun Pb lebih banyak dikeluarkan bersama tinja (Siagian 2004). Termakannya senyawa timbal dalam konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan gejala keracunan, diantaranya iritasi gastrointestinal akut, rasa logam pada mulut, muntah, sakit perut, dan diare (Darmono 1995). Batas aman logam berat Pb dalam makanan adalah 2 ppm (Nurjanah et al. 1999).

2.6.3 Merkuri (Hg)

Merkuri (Hg) merupakan unsur renik pada kerak bumi. Merkuri terdapat di lingkungan sebagai senyawa anorganik dan organik. Logam ini tersebar luas dalam bentuk gabungan pada batu dan tanah. Merkuri biasanya disebut air raksa, dan bersenyawa dengan sulfid membentuk HgS. Merkuri digolongkan sebagai pencemar paling berbahaya diantara berbagai macam logam berat. Sumber merkuri dapat berasal dari pelapukan batuan dan erosi tanah yang melepas merkuri ke dalam perairan. Berbagai jenis aktivitas manusia dapat meningkatkan kadar merkuri di lingkungan. Aktivitas tersebut antara lain adalah penambangan, peleburan, pembakaran bahan bakar fosil, dan produksi baja, semen serta fosfat (Putri 2009). Pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutan yang rendah dalam air dan kemudahan diserap dan terkumpul maupun biomagnifikasi yaitu melalui rantai makanan.

Efek toksik Hg berkaitan dengan susunan syaraf yang sangat peka tehadap Hg dengan gejala pertama adalah parastesia, lalu ataksia, disartria, ketulian, dan akhirnya kematian. Merkuri (Hg) bisa menghambat pelepasan GnRH (antioksidan) oleh kelenjar hipotalamus dan menghambat ovulasi sehingga terjadi


(38)

akumulasi Hg pada korpus luteum (Widowati et al. 2008). Keracunan akut dapat mengakibatkan rasa mual, muntah-muntah, diare berdarah, kerusakan ginjal serta dapat mengakibatkan kematian. Keracunan kronis ditandai oleh peradangan mulut dan gusi, pembengkakan kelenjar ludah dan pengeluaran ludah secara berlebihan, gigi menjadi longgar, dan kerusakan pada ginjal (Yuliani 2010). Batas aman logam berat Hg dalam makanan adalah 0,5 ppm (Nurjanah et al. 1999).


(39)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2011. Penelitian bertempat di Laboratorium Moluska, Puslit Biologi LIPI Cibinong, Bogor untuk

identifikasi spesies sampel. Preparasi sampel dan uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Karakteristik dan Penanganan Hasil Perairan, serta untuk uji proksimat dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Analisis mineral dilakukan di Laboratorium Pengujian Nutrisi Pakan, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan Laboratorium Terpadu Baranangsiang, Institut Pertanian Bogor, sedangkan analisis vitamin A dan vitamin B12 dilakukan di Laboratorium Pasca Panen,

Cimanggu, Bogor.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah sotong

(Sepia recurvirostra) yang diperoleh dari nelayan Muara Angke, Jakarta.

Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain kertas saring, kapas bebas lemak, selenium, heksana, H2SO4, H3BO3 2%, NaOH 40%,

HCl 0,1 N, akuades, bromcherosol green 0,1%, dan methyl red 0,1%. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis mineral adalah akuades, kertas saring, H2SO4, HCl, HNO3, dan HClO4. Bahan-bahan yang digunakan untuk

analisis vitamin antara lain HCl 0,01 N, etanol, heksan, akuades, Na2SO4

anhidrad, tetrahidrofuran (THF), buffer asetat, kalium sianida, metanol, asam asetat 2%. Bahan-bahan yang digunakan untuk uji fitokimia antara lain

metanol, kertas saring, pereaksi Wagner; pereaksi Meyer; pereaksi Dragendroff

(uji alkaloid), kloroform; anhidra asetat; H2SO4 pekat (uji steroid),

serbuk magnesium dan amil alkohol (uji flavonoid), air panas dan larutan HCl 2 N

(uji saponin), etanol 70% dan larutan FeCl3 5% (uji fenol hidrokuinon),

pereaksi Molisch dan H2SO4 pekat (uji Molisch), pereaksi Benedict (uji Benedict),


(40)

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain nampan, pisau bedah, cawan petri, dan mikroskop untuk identifikasi sampel. Alat-alat yang

digunakan untuk preparasi bahan baku antara lain timbangan digital, penggaris, pisau, nampan, dan grinder. Alat-alat yang digunakan untuk analisis proksimat antara lain timbangan digital, cawan porselin, gegep, desikator, oven, kompor, tanur, pipet, bulb, labu kjeldahl, tabung sokhlet, labu lemak, desilator, buret, dan erlenmeyer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis mineral adalah timbangan digital, sudip, pipet, bulb, hotplate, corong, labu takar, labu destruksi,

spektrofotometer dan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS). Alat-alat yang digunakan untuk analisis vitamin adalah shaker, saringan milipore, tabung reaksi, penangas air, sentifugasi dan High Performance Liquid

Chromatografi (HPLC). Alat-alat yang digunakan untuk uji fitokimia adalah

oven, timbangan digital, erlenmeyer, sudip, pipet, bulb, orbital shaker,

rotary vacuum evavorator, tabung reaksi, rak tabung reaksi, labu takar, dan

penangas air.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahapan, yaitu identifikasi spesies sampel, preparasi sampel, perhitungan rendemen, analisis proksimat (kadar air, abu, lemak, protein, karbohidrat (by difference)), analisis mineral dan logam berat, analisis vitamin, dan analisis fitokimia. Tahapan penelitian disajikan dalam diagram alir pada Gambar 2.

3.3.1 Preparasi bahan baku dan perhitungan rendemen

Sotong (Sepia recurvirostra) diperoleh dari pasar Muara Angke, Jakarta. Bahan baku selanjutnya dianalisis morfometrik meliputi berat total, panjang, lebar dan tebal. Bagian kepala, badan, jeroan, dan cangkang sotong dipisahkan untuk kemudian dihitung rendemennya. Daging kepala dan badan sotong, masing-masing dicampur, dihancurkan dan dihomogenkan, kemudian dibagi menjadi tiga bagian. Bagian pertama untuk kepentingan analisis proksimat, bagian kedua untuk analisis mineral dan logam berat, dan bagian ketiga untuk analisis kandungan vitamin. Daging badan, tinta, dan cangkang digunakan untuk analisis fitokimia.


(41)

Gambar 2 Diagram alir metode penelitian

Rendemen masing-masing bagian dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Rendemen (%) = x 100%

3.3.2 Analisis proksimat (AOAC 1995)

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi penentuan kadar air, kadar abu, protein, lemak, dan karbohidrat (by difference).

1) Kadar air

Analisis kadar air didasarkan pada perbedaan berat contoh sebelum dan sesudah dikeringkan. Cawan porselin kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 102-105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam

Pengukuran berat dan morfometrik

Analisis fitokimia Analisis proksimat

Analisis mineral dan logam berat Analisis vitamin

Tinta Preparasi sampel

Pengukuran rendemen

Cangkang Jeroan

Badan Kepala

Sotong


(42)

cawan tersebut, kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama ± 6 jam. Setelah ± 6 jam cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit hingga dingin kemudian ditimbang bobotnya. Pengukuran diulang sebanyak 2 kali sampai mendapat bobot tetap . Persentase kadar air dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar air (%) = x 100% Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (g) sebelum dioven C = Berat cawan porselen dengan sampel (g) setelah dioven

2) Kadar abu

Analisis kadar abu dilakukan dengan mengabukan sampel di dalam tanur. Cawan porselin kosong dikeringkan di dalam oven selama 30 menit dengan suhu 102-105 oC, lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan porselin, kemudian dibakar dengan menggunakan kompor listrik hingga tidak berasap. Cawan kemudian dimasukkan ke dalam tanur dengan suhu 600 oC selama ± 8 jam hingga diperoleh abu yang berwarna putih keabu-abuan. Setelah itu, cawan beserta sampel didinginkan dalam desikator selama 30 menit hingga dingin dan ditimbang. Pengukuran diulang sebanyak 2 kali sampai mendapat bobot tetap. Persentase kadar abu dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar abu (%) = x 100% Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (g) sebelum ditanur C = Berat cawan porselen dengan sampel (g) setelah ditanur

3) Kadar protein

Analisis kadar protein dilakukan dalam tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode semi mikro Kjeldahl. Sampel sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam labu Kjedahl, kemudian ditambahkan 0,25 g selenium dan 3 ml H2SO4 pekat. Sampel

didestruksi pada suhu 410 oC selama ± 2 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ditambahkan akuades sampai 100 ml. Sebanyak


(43)

10 ml larutan sampel dan 20 ml NaOH 40% dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml larutan H3BO3 2%

dan 2 tetes indikator (bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% (2:1)). Setelah volume destilat mencapai 40 ml dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda, kemudian volume titran dibaca dan dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti contoh. Persentase kadar protein dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar nitrogen (%) =

Kadar protein (%) = kadar nitrogen (%) x faktor konversi (6,25)

4) Kadar lemak

Sampel sebanyak 5 g ditimbang dan dibungkus dalam kertas saring kemudian kedua ujungnya ditutup dengan kapas bebas lemak. Setelah itu sampel dimasukkan ke dalam tabung soxhlet. Labu lemak yang sudah dikeringkan ditimbang, kemudian disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet. Pelarut lemak (n-heksana)

dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya. Proses refluks dilakukan selama 6 jam sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.

Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan

dalam oven pada suhu 105 ˚C, setelah itu dimasukkan dalam desikator sampai

beratnya konstan. Selanjutnya lemak beserta labunya ditimbang dan kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar lemak (%) = x 100% Keterangan: W1 = berat sampel (g)

W2 = berat labu lemak tanpa lemak (g) W3 = berat labu lemak dengan lemak (g)

5) Kadar karbohidrat (by difference)

Kadar karbohidrat total ditentukan dengan metode by difference yaitu: Karbohidrat (%) = 100% - (kadar air + kadar abu + kadar lemak + kadar protein)


(44)

3.3.3 Analisis mineral dan logam berat (Reitz et al. 1987) 1) Pengujian total mineral (K, Na, Ca, Mg, Zn, Fe, Cu)

Sampel yang akan diuji dilakukan proses pengabuan basah. Pada proses pengabuan basah, sebanyak 10 g contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 150 ml. Selanjutnya ditambahkan 10 ml HNO3 dan dibiarkan

selama 1 jam, kemudian dipanaskan di atas hotplate selama 4 jam dan didinginkan. Selanjutnya ditambahkan 0,8 ml H2SO4 pekat dan dipanaskan

kembali. Setelah terjadi perubahan warna dari cokelat menjadi kuning bening, sampel ditambahkan campuran HClO4 dan HNO3 (2:1) sebanyak 4 tetes dan

dipanaskan kembali 15 menit. Selanjutnya sampel ditambahkan 4 ml akuades dan 1,2 ml HCl pekat dan dipanaskan kembali sampai larut kemudian didinginkan. Setelah larut, sampel diencerkan menjadi 50 ml di dalam labu takar dan dilakukan analisis mineral menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu tipe AA 7000. Kadar mineral pada sampel dihitung dengan memasukkan nilai absorban sampel ke dalam persamaan garis standar y = ax ± b, maka akan diperoleh nilai x yang merupakan konsentrasi sampel. Kadar mineral dalam sampel dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar mineral (mg/kg bb) = Keterangan: FP = faktor pengencer

2) Pengujian fosfor

Sebanyak 10 g ammonium molibdat 10% ditambah dengan 60 ml akuades. Selanjutnya ditambahkan 28 ml H2SO4 dan dilarutkan dengan akuades hingga

100 ml (larutan A). Tahap selanjutnya adalah membuat larutan B, sebanyak 10 ml larutan A ditambah dengan 60 ml akuades dan 5 g FeSO4.7H2O, kemudian

dilarutkan dengan akuades hingga 100 ml. Sampel hasil pengabuan basah dimasukkan ke dalam tabung kuvet kemudian ditambah dengan 2 ml larutan B. Intensitas warna diukur dengan menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 660 nm.

3) Pengujian logam Hg

Sampel yang akan diuji dilakukan proses destruksi basah. Pada proses destruksi basah, sebanyak 1 g contoh dimasukkan ke dalam labu destruksi 100 ml.


(45)

Selanjutnya ditambahkan 15 ml HNO3 pekat dan 5 ml HCLO4 dan dibiarkan

selama satu malam. Setelah satu malam, larutan didestruksi sampai jernih, didinginkan dan ditambahkan 10-20 ml akuades. Pemanasan dilanjutkan selama ± 10 menit, diangkat dan didinginkan. Larutan kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian dibilas dengan akuades sampai tanda tera. Selanjutnya dikocok dan disaring dengan kertas Whatman. Filtrat dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

3.3.4 Analisis vitamin (Rooche 1992) 1) Vitamin A

Sebanyak 1-5 g sampel ditambah dengan 20 ml HCl 0,01 N. Selanjutnya dihomogenisasi dengan ultrasonic pada suhu 65 ˚C selama 5 menit dan didinginkan. Setelah itu, ditambahkan 75 ml etanol dan dihomigenisasi lagi dengan ultrasonic pada suhu ruang selama 5 menit. Selanjutnya diekstrak dengan

heksan sebanyak tiga kali. Hasil ekstrak ditampung dan dibilas dengan 50 ml akuades, kemudian disaring dengan milipore dan ditambah dengan Na2SO4 anhidrad. Selanjutnya dievaporasi menggunakan campuran larutan etanol

dan THF (trihidrofuran) (90:10). Hasil evaporasi disaring dan siap diinjek ke High

Performance Liquid Chromatografi (HPLC), dengan kondisi sebagai berikut:

Fase gerak : etanol/THF (90/10)

Kolom : C18

Kecepatan alir : 1.9 ml/menit Program : Isokratik Detektor : UV visible Panjang gelombang : 328 nm

Kadar vitamin A dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Kadar vitamin A = x [standar vitamin A] x x FP Keterangan: FP = faktor pengencer

2) Vitamin B12

Sebanyak 1-5 g sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi tertutup. Buffer asetat sebanyak 20 ml dan 0,2 ml larutan kalium sianida ditambahkan


(46)

pada tabung reaksi. Tabung dimasukkan ke dalam penangas air mendidih selama 30 menit, lalu didinginkan dan diencerkan sampai 50 ml dengan air suling

dan disaring dengan kertas Whatman 42. Selanjutnya dihomogenisasi selama 5 menit dengan ultrasonic dan didiamkan pada suhu ruang sampai dingin.

Sebanyak 25 ml metanol ditambahkan dan ditepatkan sampai volume 50 ml dengan asam asetat 2%. Sampel disentrifuse selama 30 menit pada 4000 rpm. Supernatan dipisahkan untuk disuntikkan ke High Performance Liquid

Chromatografi (HPLC), dengan kondisi sebagai berikut :

Fase gerak : H2O pH 2

Kolom : C18

Kecepatan aliran : 0,5 ml/menit Program : Isokratik Detektor : UV visible Panjang gelombang : 280 nm

Kadar vitamin B12 dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Kadar vitamin B12 = x [standar vitamin B12] x x FP

Keterangan: FP = faktor pengencer

3.3.5 Uji fitokimia (Harborne 1987)

Uji fitokimia dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar daging badan, tinta, dan cangkang sotong. Ekstrak kasar sampel diperoleh dengan mengeringkan sampel di dalam oven selama ± 24 jam pada suhu 40-50 oC. Sampel sebanyak 25 g yang telah dihancurkan, dimaserasi dengan pelarut kloroform sebanyak 100 ml (1:4) selama 48 jam dan dishaker dengan kecepatan 8 rpm. Hasil maserasi yang berupa larutan kemudian disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu. Filtrat yang diperoleh dievaporasi hingga pelarut memisah dengan ekstrak menggunakan rotary vacuum evavorator pada suhu 50 oC. Proses ekstraksi sampel dapat dilihat pada Gambar 3. Uji fitokimia yang dilakukan meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, Molisch, Benedict, Biuret dan Ninhidrin.


(47)

Gambar 3 Diagram alir proses ekstraksi sampel

1) Uji alkaloid

Sampel sebanyak 0,05 g dilarutkan dalam beberapa tetes H2SO4 2 N,

kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid, yaitu pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila terbentuk endapan putih kekuningan dengan pereaksi Meyer, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Pereaksi Meyer dibuat dengan cara menambahkan 1,36 HgCl2 dengan

0,5 gram KI lalu dilarutkan dan diencerkan dengan akuades sampai 100 ml. Pereaksi ini tidak berwarna. Pereaksi Wagner dibuat dengan cara mencampurkan 10 ml akuades dengan 2,5 gram iodin dan 2 gram KI, kemudian dilarutkan dan diencerkan dengan akuades sampai 200 ml. Pereaksi ini berwarna coklat. Pereaksi Dragendorff dibuat dengan cara menambahkan 0,8 gram bismut subnitrat dengan 10 ml asam asetat dan 40 ml air. Larutan ini dicampur dengan larutan yang dibuat dari 8 gram KI dalam 20 ml air. Satu volume campuran diencerkan terlebih dahulu dengan 2,3 volume campuran 20 ml asam asetat glasial dan 100 ml air sebelum digunakan. Pereaksi ini berwarna jingga.

Sampel 25 g

Maserasi dengan metanol 100 ml (1:4) selama 48 jam

Penyaringan Residu

Filtrat

Evaporasi


(48)

2) Uji steroid/triterpenoid

Sebanyak 0,05 g sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi. Anhrida asetat ditambahkan ke dalam larutan sebanyak 10 tetes, kemudian ditambahkan H2SO4 pekat 3 tetes. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk

pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif.

3) Uji flavonoid

Sebanyak 0,05 g sampel ditambahkan dengan serbuk magnesium 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

4) Uji saponin

Saponin dapat dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

5) Uji fenol hidrokuinon

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya

senyawa fenol dalam bahan.

6) Uji molisch

Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.

7) Uji benedict

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit.

Terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.


(49)

8) Uji biuret

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan dengan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya peptida.

9) Uji ninhidrin

Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan Ninhidrin 0,1%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit.

Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino.


(1)

Lampiran 4 Perhitungan mineral (kalsium)

Konsentrasi standar (ppm) Absorbansi standar (ppm)

0,00 0,00

2,00 0,0837

4,00 0,1565

8,00 0,3108

12,00 0,4490

16,00 0,6038

Spl B. spl (g)

Abs.

spl [ ] spl

[ ] spl x FP

[ ] spl x FP / b.spl

Rata-rata [ ]

spl

[ ] spl

A1 1 13,319 0,1580 4,135135 2584,459 194,0431

A1 2 13,319 0,1579 4,132432 2582,770 193,9162 194,0853

A1 3 13,319 0,1582 4,140541 2587,838 194,2967 18,2284

A2 1 13,337 0,1459 3,808108 2380,068 178,4560

A2 2 13,337 0,1454 3,794595 2371,622 177,8227 178,3716 A2 3 13,337 0,1462 3,816216 2385,135 178,8360

A3 1 12,246 0,1541 4,029730 2518,581 205,6656

A3 2 12,246 0,1533 4,008108 2505,068 204,5621 205,2058

A3 3 12,246 0,1539 4,024324 2515,203 205,3897 197,8634

A4 1 11,990 0,1396 3,637838 2273,649 189,6287

A4 2 11,990 0,1404 3,659459 2287,162 190,7558 190,5210 A4 3 11,990 0,1407 3,667568 2292,230 191,1785

y = ax ± b ; ket: y = absorbansi sampel Kadar mineral (mg/kg bb) =


(2)

A1 1: 0,1580 = 0,037x + 0,005 0,1580 – 0,005 = 0,037x

0,1530 = 0,037x x = 4,135135 A1 2: 0,1579 – 0,005 = 0,037x

0,1529 = 0,037x x = 4,132432 A1 3: 0,1582 – 0,005 = 0,037x

0,1532 = 0,037x x= 4,140541 Rata-rata (mg/kg) =

= = 194,0853 mg/kg

Lampiran 5 Perhitungan Vitamin A

Standar vitamin A

Kadar mineral =

= 194,0431 mg/kg

Kadar mineral =

= 193,9162 mg/kg

Kadar mineral =


(3)

Kepala 1

Kepala 2

Kadar vitamin A = x [standar vitamin A] x x FP Kadar vitamin A kepala 1 = x 50 µg/100 ml x x 1 = 695,13 µg/100 g Kadar vitamin A kepala 2 = x 50 µg/100 ml x x 1 = 678,53 µg/100 g


(4)

Lampiran 6 Rekapitulasi komponen gizi sotong (Sepia recurvirostra)

Komponen Kepala Badan Tinta Cangkang

Komposisi kimia (%)

Kadar air 84,06 ± 0,08 83,65 ± 0,43 Kadar abu 0,89 ± 0,14 0,69 ± 0,14 Protein 13,16 ± 0,10 13,51 ± 0,68 Lemak 0,77 ± 0,001 0,79 ± 0,001 Karbohidrat 1,13 ± 0,68 1,36 ± 0,61 Mineral makro

(mg/kg bb)

Na 1610,42±301,47 1532,69±366,92

Mg 60,02 ± 2,79 64,87 ± 9,33

Ca 197,86 ± 8,07 186,23 ± 8,61

K 210,72 ± 2,99 277,48 ± 1,12

P 439,26 ± 16,20 569,67 ± 37,68

Mineral mikro (mg/kg bb)

Fe 6,77 ± 0,22 4,03 ± 0,53

Zn 21,42 ± 0,71 19,62 ± 1,06

Cu 11,82 ± 0,06 5,70 ± 0,15

Se 0,06 ± 0,01 0,02 ± 0,01

Vitamin (µg/100 g)

Vitamin A 686,83±11,74 582,98±10,56 Vitamin B12 5,45 ± 0,33 3,28 ± 0,63

Uji fitokimia Alkaloid

- Meyer ++ ++ +

- Dragendorff +++ ++ +

- Wagner +++ +++ ++

Steroid + ++ +

Flavonoid - - -

Saponin - - -

Fenol

hidroquinon - - -

Mollisch + + +

Benedict - - -

Biuret ++ + -

Ninhidrin ++ + +

Logam berat (mg/kg bb)

Cd 0,15 ± 0,02 0,04 ± 0,01

Pb ttd ttd

Hg ttd ttd


(5)

Lampiran 7 Dokumentasi kegiatan analisis proksimat

Analisis kadar air Analisis kadar abu

Analisis kadar protein Analisis kadar lemak

Lampiran 8 Dokumentasi kegiatan analisis kandungan mineral


(6)

Lampiran 9 Dokumentasi kegiatan uji fitokimia

Proses filtrasi hasil maserasi Proses evaporasi