Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam Undang-Undang RI No 26 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan pada pasal 3 bahwa: Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa betujuan untuk mrngembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlakul karimah, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. 1 Perwujudan masyarakat yang berkualitas menjadi tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang makin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang bertanggung jawab, kreatif, mandiri, dan profesional pada bidangnya masing-masing. Saat ini model pendidikan yang dibutuhkan adalah model pendidikan yang demokratis, partisipatif, dan humanis : adanya suasana saling menghargai, adanya kebebasan berpendapatberbicara, kebebasan mengungkapkan gagasan, adanya keterlibatan peserta didik dalam berbagai 1 Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung: Citra Umbara, 2003, H. 7. 1 aktivitas di sekolah, kemampuan hidup bersama-sama dengan teman-teman yang mempunyai pandangan berbeda. 2 Dalam rangka mendorong dan menumbuhkembangkan pendidikan yang demokratis tersebut, disarankan adanya beberapa kemampuan dasar yang secara sadar dikembangkan menjadi bekal yang ampuh dalam hidup bermasyarakat. Kemampuan dasar yang mesti dikembangkan itu di antaranya kemampuan berkomunikasi, jiwa eksploratif, kreatif serta integral. 3 Pemikiran kemampuan berkomunikasi ditandai dengan penguasaan bahasa dan kepercayaan diri dalam berkomunikasi dengan semua orang dari segala lapisan yang dirasakan sangat penting pada saat ini. Jiwa eksploratif dicirikan adanya keinginan anak untuk suka mencari, bertanya, menyelidiki, merumuskan pertanyaan, mencari jawaban, dan peka menangkap gejala alam sebagai bahan untuk mengembangkan diri agar menjadi pribadi-pribadi yang mandiri dan berkualitas. Jiwa kreatif dicirikan anak suka menciptakan hal-hal baru dan berguna, tidak mudah putus asa berfikir literal. Semangat integratif ditandai dengan kemampuan melihat dan menghadapi beragam kehidupan dalam keterpaduan yang realistis dan utuh, adalah aspek pemberdayaan lain yang mutlak ditanamkan dan dimiliki peserta didik. Untuk mengantisipasi hal tersebut perlu dilakukan penataan terhadap sistem pendidikan secara Kaffah menyeluruh terutama yang berkaitan dengan kualitas pendidikan, serta relevansinya dengan kebutuhan masyarakat dan dunia kerja. Dalam hal ini perlu adanya perubahan sosial yang memberi arah bahwa pendidikan merupakan pendekatan dasar dalam proses perubahan itu. Pada era globalisasi saat ini, pendidikan diharapkan mampu memecahkan berbagai masalah kehidupan, pendidikan harus mampu memberikan sumbangan pada semua nilai, pertumbuhan individu dalam meningkatkan, mengembangkan dan menumbuhkan kesediaan, bakat, minat, 2 Departemen Pendidikan Nasional., Teropong Pendidikan Kita,ontologi Artikel 2005 – 2006, Jakarta : Pusat Informasi dan Humas Dep.Dik.Nas, 2006. Cet. I h. 14 3 Departemen Pendidikan Nasional......, h. 15 dan kemampuan akalnya. Dengan demikian sangat dibutuhkan figur guru yang profesional, yaitu guru yang mampu merencanakan, melaksanakan dan megevaluasi hasil pembelajaran, mampu memberikan bantuan yang tepat, dapat menganalisis dan mendiagnosis latar belakang keberhasilan siswa, serta mampu menafsirkan dan memanfaatkan berbagai informasi yang relevan untuk pengambilan keputusan dibidang profesinya. 4 Mengingat pentingnya peran guru dalam pendidikan, maka seorang guru hendaknya harus memiliki kriteria sebagai berikut: 1. Memiliki back ground pendidikan sesuai dengan mata pelajaran yang diasuh. 2. Memiliki gelar kesarjanaan. 3. Beban mengajar tidak melebihi ketetapan. 4. Memilliki kemampuan dasar mengajar Basic teaching competencies Keempat kriteria guru di atas telah sesuai dengan tiga pilar pokok yang ditunjukan untuk suatu profesi, yaitu pengetahuan, keahlian, dan persiapan akademik. 5 Menurut penulis jika semua guru memiliki kualitas yang baik maka akan mudah mencapai tujuan pendidikan, karena guru yang profesional dengan segala kemampuan dan kreatifitasnya maka akan mampu mengatasi berbagai masalah pembelajaran. Pendidikan dan pembelajaran di sekolah selama ini dinilai kurang demokratis. Kurangnya ruang bagi peserta didik untuk berimajinasi dan berkreasi menunjukan eksistensinya dengan perspektif mereka sendiri. Padahal kreativitas dan kemampuan berfikir kritis merupakan kecakapan yang menjadi modal anak agar mampu menghadapi tantangan yang lebih kompetitif. 4 Abdul Rahman Shaleh, Madrasah dan Pendidikan Anak Bangsa, Visi, Misi, dan Aksi, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada 2004, Cet I, H. 5. 5 Sudarwan Danim, Inovasi Pendidikan dalam Upaya Peningkatan Profesionalisme Tenaga Kependidikan, Bandung: Pustaka Setia, 2002, h. 7. Sebagian besar proses pembelajaran yang terjadi di sekolah selama ini sama sekali tidak memberikan peluang kepada peserta didik, mereka masih saja menjadi objek, mereka diposisikan sebagai orang yang tertindas, orang yang tidak tahu apa-apa, orang yang harus dikasihi, oleh karenanya harus dijejali dan disuapi. Anak-anak terus saja dianggap sebagai bejana kosong yang siap dijejali aneka bahan dan kepentingan demi keuntungan semata. Anak-anak dipasung kebebasannya, tidak lagi dilihat sebagi anaklebih-lebih dipendidikan dasar, tetapi sebagai robot, beo dan kader politik mini yang hanya tahu melaksanakan perintah “tuan” nya. Akibatnya seperti yang dikatakan alm Romo Mangunwijaya : “anak-anak tidak berproses mekar menjauhi diri mereka sendiri, melainkan menjadi objek, model pendidikan yang demikian sungguh tidak manusiawi”, alih-alih memanusiakan justru sebaliknya terjadi proses dehuminasi di sana. 6 Guru pendidikan agama di samping melaksanakan tugas pengajaran yaitu menyampaikan pengetahuan dan ia juga harus melaksanakan tugas pendidikan dan pembinaan bagi peserta didik, ia membantu pembentukan kepribadian, pembinaan akhlak di samping menumbuhkan dan mengembangkan keimanan dan ketakwaan para peserta didik. 7 Oleh sebab itu agar proses pembelajaran bidang studi Pendidikan Agama Islam di sekolah menengah dapat diterima, dihayati, dan diamalkan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari, maka sangat dibutuhkan guru yang memiliki kemampuan profesional yang mampu mengelola proses belajar mengajar, sehingga akan tercipta kondisi belajar yang efektif dan efisien. Dan berdasarkan laporan sementara bahwasanya di SMA N 29 Jakarta sudah menerapakan pembelajaran demokratis, meskipun belum sepenuhnya dilaksanakan, keterangan ini dijelaskan oleh guru agama SMA N 29 Jakarta yaitu bapak Rahmat, pada saat peneliti memohon izin penelitian kepada kepala sekolah SMA N 29 Jakarta. 6 Departemen Pendidikan Nasional., Teropong Pendidikan Kita.., h. 14 7 Zakiah Darajat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah, Jakarta: Cv. Ruhama, 1995, cet.II, h. 99. Maka dari itu, untuk menindak lanjuti pemikiran dan latar belakang tersebut, penulis bermaksud mengkaji penelitian dengan judul “PEMBELAJARAN DEMOKRATIS PADA BIDANG STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DI SMA N. 29 JAKARTA Jl. Kramat No.6 Kebayoran Lama Utara, Jakarta Selatan” Alasan penulis memilih lokasi penelitian di SMA N. 29 JAKARTA, karena letaknya sangat strategis dan mudah dijangkau, sehingga memudahkan penulis untuk melakukan penelitian.

B. Identifikasi Masalah