Pelaksanaan Pembelajaran Demokratis Pembelajaran Demokratis

a. Jika tidak terkontrol, murid akan mempunyai sikap egois yang tingi b. Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai Dari pihak guru, kendala lebih bersifat psikologis. Bagaimanapun, selama ini guru telah tercitrakan sebagai orang yang serba tahu dan serba mampu. Bahkan, ada ungkapan guru itu digugu dan ditiru. Ini menempatkan guru pada superior siswa. Guru memang harus berwibawa baik secara akademik maupun moral, tapi bukan berarti harus berlaku diktator dan otoriter. Harus ada perubahan paradigma,guru sekarang tidak harus serba tahu dan serba mampu karena hal itu memang mustahil. Yang penting, guru harus bisa menjadi fasilitator dan motivator sehingga siswa dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Untuk bisa mengubah paradigma ini, guru harus menyadari bahwa wibawa tidak akan lenyap dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan kreativitas. Bukankah justru wibawa guru akan terangkat bila ia mampu menampilkan performa sebagai guru yang egaliter, bisa diajak diskusi, terbuka, dan demokratis. Sementara dari pihak siswa, kendalanya adalah belum adanya keberanian untuk berpendapat. Selama ini mereka telah terkondisi untuk pasif, menerima apa pun informasi dari guru tanpa kritik. Kondisi ini harus diubah dengan cara mendorong mereka menyampaikan gagasan dan menghargainya. Apa pun pendapat siswa, guru harus bisa memberikan apresiasi secara positif. Melalui penghargaan dan apresiasi secara positif terhadap siswa, diharapkan berangsur-angsur siswa terbiasa berpikir aktif dan berani mengemukakan pendapatnya di kelas. 23

7. Pelaksanaan Pembelajaran Demokratis

Menurut Abdurrahman Saleh Abdullah, “Pendidikan tidak dipandang sebagai proses pemaksaan dari seseorang pendidik untuk menentukan setiap langkah yang harus diterima oleh peserta didiknya 23 http:www.kompas.comkompas-cetak020930dikbuddida09.htm Kompas. Senin, 30 September 2002 secara individual”. 24 Dengan demikian dalam proses pembelajaran harus dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi yaitu dengan penghargaan terhadap kemampuan peserta didik, menerapkan persamaan kesempatan dan memperhatikan keragaman peserta didik. Oleh sebab itu dalam proses pembelajaran, harus dihindari suasana belajar yang kaku, penuh dengan ketegangan, syarat dengan perintah dan instruksi yang membuat peserta didik memnjadi pasif dan tidak bergairah, cepat bosan dan mengalami kelelahan. Dalam pembelajaran, siswa betul-betul sebagai subyek belajar. Bukan sebagai botol kosong yang pasrah untuk diisi dengan berbagai ilmu oleh guru. Saat sekarang, rasanya pembelajaran yang demokratis cukup mendesak untuk diimplementasikan di kelas, setidaknya berdasarkan tiga alasan, 25 yakni : Pertama, kenyataan bahwa guru bukan lagi satu-satunya sumber belajar. Dalam era globalisasi informasi sekarang, tidak bisa dimungkiri, akses terhadap berbagai sumber informasi menjadi begitu luas: televisi, radio, buku, koran, majalah, dan Internet. Saat berada di kelas, siswa telah memiliki seperangkat pengalaman, pengetahuan, dan informasi. Semua ini bisa sesuai dengan bahan pelajaran, bisa juga bertentangan. Pembelajaran yang demokratis memungkinkan terjadinya proses dialog yang berujung pada pencapaian tujuan instruksional yang ditetapkan. Tanpa demokrasi di kelas, guru akan menjadi penguasa tunggal yang tidak dapat diganggu gugat. Siswa terkekang, dan akhirnya potensi kreativitasnya terbunuh. Kedua, kompleksnya kehidupan yang bakal dihadapi siswa setelah lulus. Masa depan menuntut mereka mampu menyesuaikan diri. Prinsip belajar yang relavan adalah belajar bagaimana belajar. Artinya, di kelas target pembelajaran bukan sekadar penguasaan materi, melainkan siswa harus belajar juga bagaimana belajar secara mandiri untuk hal-hal lain. Ini bisa 24 Abdurrahman Saleh Abdullah, Teori-teori Pendidikan Menurut Al-Qur’an, terjemahan M. Arifin, Jakarta : Rineka Cipta, 1990, hal.84 25 http:www.kompas.comkompas-cetak020930dikbuddida09.htm Kompas. Senin, 30 September 2002 terjadi apabila dalam kegiatan pembelajaran siswa telah dibiasakan untuk berpikir mandiri, berani berpendapat, dan berani bereksperimen. Ketiga, dalam konteks pendidikan demokrasi masyarakat. Sebagai bagian dari anggota masyarakat, siswa hendaknya sejak dini telah dibiasakan bersikap demokratis, bebas berpendapat tetapi tetap dalam rule of game. Ini bisa dimulai di kelas dalam bentuk kegiatan pembelajaran yang menekankan adanya demokrasi. Bagaimana kita bisa berharap kelak mereka akan menjadi penyokong demokratisasi kalau di sekolah tidak mendapatkan pengalaman berdemokrasi. Ciri aksi budaya yang memperjuangkan kebebasan adalah dialog, sedangkan yang mengarah pada dominasi justru anti dialog dan mendomistifikasikan rakyat, tangungjawab guru yang menempatkan diri teman dialog bagi siswa lebih besar dari pada guru yang hanya memindahkan informasi yang harus diingat siswa. 26 Sebab guru sedang memupuk sikap keberanian, sikap kritis ,dan sikap toleran terhadap pandangan yang berbeda bahkan bertentangan sekalipun, melalui tradisi saling tukar pandangan dalam menyiapkan suatu masalah. Mengingat pentingnya dialog ini, maka pemerintah mengamanatkan melalui Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional yang ditetapkan sebagai kewajiban yang harus dipenuhi oleh pendidik dan tenaga kependidikan. Amanat itu terdapat pada pasal 40 ayat 2. 27 Isi dari pasal tersebut adalah: Pendidikan dan tenaga kependidikan berkewajiban: a. Menciptakan suasana pendidikan yang bermakna, menyenangkan, kreatif, dinamis dan dialogis. b. Mempunyai komitemen secara professional untuk meningkatkan mutu pendidikan, dan 26 Paulo Freire, Politik Pendidikan dan Kebudayaan, Kekuasaan dan Pembebasan...., H.130 27 Undang-undang Republik Indonesia No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bandung : Citra Umbara, 2003. hal. 28 c. Memberikan teladan dan menjaga nama baik lembaga, profesi, dan kedudukan sesuai dengan keprcayaan yang diberikan kepadanya.

B. Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam