BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Pembelajaran Demokratis
1. Pengertian Sekolah Demokratis
Istilah demokratis, sebagaimana dalam literatur politik diambil dari bahasa Yunani kuno, yang terdiri dari dua kata, yaitu demos yang
bermakna rakyat dan kratos yang berarti kekuasaan di tangan rakyat. Maksudnya adalah bahwa kekuasaan negara berada di tangan rakyat
melalui undang-undang yang diputuskan rakyat, bukan oleh kekuasaan raja atau sultan.
1
Mekanisme berdemokrasi dalam politik tidak sepenuhnya sesuai dengan mekanisme dalam kepemimpinan lembaga pendidikan, namun
secara subtantif, sekolah demokratis adalah membawa semangat demokratis tersebut dalam perencanaan, pengelolaan dan evaluasi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
2
Sementara menurut Prof. Dr. Komarudin Hidayat dalam kata pengantar di buku A. Ubaidilah dan Abdul Rozak mengatakan bahwa
sekolah demokratis adalah komponen warga negara, dari pengalaman siswa dalam praktik berdemokrasi dikelas akan sangat berharga bagi
proses transformasi nilai-nilai demokrasi dan HAM dalam kehidupan
1
Dede Rasyada, Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan, Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2007, Cet. III h. 15
2
Dede Rasyada, Paradigma Pendidikan Demokratis…, h. 15
7
sosial dan sekolah dengan mendapat dukungan dari seluruh komponen pimpinan, staf dan karyawan.
3
Sugarda Purbakawatja, memberikan definisi demokrasi pendidikan adalah pengajaran pendidikan yang semua anggota masyarakat
mendapatkan pendidikan dan pengajaran yang adil.
4
Definisi lain dikemukakan M. Muchjiddin Dimjati dan Muhammad Roqib, bahwa demokrasi pendidikan adalah pendidikan yang berprinsip
dasar rasa cinta dan kasih sayang terhadap semua. Pendidikan yang membedakan anak menurut suku, ras, golongan, aspirasi politik, sekte,
jenis kelamin atau kondisi sosial ekonomi adalah pendidikan teoritis, yang didasarkan pada prinsip sentimen, kekhawatiran dan dendam.
5
Dari beberapa definisi dapat disimpulkan bahwasanya sekolah demokratis adalah sekolah yang merupakan bagian dari anggota
masyarakat dengan dibiasakan bersikap demokratis di dalam sekolah, bebas berpendapat yang berprinsip pada rasa cinta dan kasih sayang
terhadap semua, yang dibentuk dengan perencanaan, pengelolaan dan evaluasi pendidikan di sekolah.
Dalam konteks ini James A. Beane dan Michael W. Apple, yang dikutip oleh Prof. Dr. Dede Rosyada dalam bukunya menjelaskan,
berbagai kondisi yang sangat perlu dikembangkan dalam upaya membangun sekolah demokratis, adalah :
1. Keterbukaan saluran ide dan gagasan
2. Memberikan kepercayaan kepada individu-individu dan kelompok
dengan kapasitas yang mereka miliki untuk menyelesaikan berbagai persoalan sekolah.
3. Menyampaikan kritik sebagai hasil analisis dalam proses penyampaian
evaluasi terhadap ide-ide
3
A. Ubaidilah dan Abdul Rozak, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, dan Masyarakat Madani, Jakarta : ICCE UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007. Cet. III hal.Viii
4
Sugarda Purbakawatja, Azas-azas Demokrasi dalam Pendidikan Islam, Ditinjau dengan Latar Belakang Perkembangan Masyarakat, Jakarta : 1995, hal. 34
5
M. Muchjiddin Dimjati dan Muhammad Roqib, Pendidikan Islam, Yogyakarta : Yayasan Aksara Indonesia, 2000, hal. 57
4. Memperlihatkan kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain dan
terhadap persoalan-persoalam publik 5.
Ada kepedulian terhadap harga diri, hak-hak individu dan hak-hak minoritas
6. Pemahaman bahwa demokrasi dikembangkan belumlah mencerminkan
demokrasi yang diidealkan 7.
Terdapat sebuah institusi yang dapat terus mempromosikan dan mengembangkan cara-cara hidup demokratris
Inti dari teori ini adalah bahwa sekolah demokratis itu akan terwujud jika semua informasi penting dapat dijangkau semua stake holder
sekolah madrasah, sehingga semua unsur tersebut memahami arah pengembangan sekolah madarasah.
6
Sekolah demokratis juga harus dikembangkan dengan sikap trust atau kepercayaan, yakni orang tua percaya pada kepala sekolah untuk
mengembangkan program-program sekolah menuju idealitas yang diinginkan, kemudian kepala sekolah juga percaya pada guru untuk
mengembangkan program-program kurikulernya serta mengorganisir pelaksanaan program-programnya itu. Dan bagian yang sangat sensitif
serta selalu menjadi persoalan universal adalah hak-hak minoritas dalam komunitas sekolah madarsah yang harus diperhatikan sama, tidak boleh
ada diskriminasi atas dasar perbedaan ras, agama atau warna kulit. Pengembangan sekolah menuju model sekolah demokratis ini
relevan untuk dilakukan karena berbagai argumentasi, yang secara garis besar dapat dikategorisasi menjadi dua, yaitu tipologi sekolah abad 21, dan
model pembelajaran yang sesuai. Dalam konteks tipologi sekolah abad ke-21 Lyn Haas yang dikutip
oleh Prof. Dr. Dede Rosyada dalam bukunya menjelaskan, bahwa sekolah- sekolah sekarang harus dapat memenuhi beberapa kualifikasi ideal, yaitu :
6
Dede Rasyada, Paradigma Pendidikan Demokratis…, h. 16
1. Pendidikan untuk semua
2. Memberikan skill dan ketrampilan
3. Penekanan pada kerja sama
4. Pengembangan kecerdasan ganda
5. Integrasi program pendidikan dengan kegiatan pengabdian masyarakat
Dalam aspek pelaksanaan proses pembelajaran yang sesuai, sebagaimana dikemukakan oleh John I. Goodlad yang dikutip oleh Prof.
Dr. Dede Rosyada dalam bukunya menjelaskan bahwa terpenuhinya misi pendidikan sangat tergantung pada kemampuan guru untuk menanamkan
seting demokrasi pada siswa, dengan memberi kesempatan seluas-luasnya pada siswa untuk belajar.
7
Selanjutnya untuk memberikan gambaran tentang demokratisasi pendidikan dalam skripsi ini dikemukakan dua pandangan pemikir
muslim, yakni :
Abbas Mahmud Al- Aqqad
Al Aqqad menyebut empat prinsip demokratisasi yang dapat dikembangkan guna menegakan nilai-nilai kemanusiaan,
8
yakni : 1 pertanggungjawaban individu, 2 persamaan derajat manusia dan
pengakuan hak-haknya 3 musyawarah sebagai sarana penyelesaian masalah dan 4 adanya jaminan sosial dalam kehidupan masyarakat.
Muhammad Athiyah Al Abrasyi
Dengan menitikberatkan pada orientasi akhlak sebagai prinsip pendidikan, al Abrasyi mengusulkan prinsip-prinsip yang berkaitan
dengan demokratisasi, pengembangan kebebasan dan kemandirian berfikir serta perlakuan yang adil terhadap anak didik. Lebih jauh pendidikan harus
pula memperhatikan dimensi sosialnya,
9
yakni : 1
Pemerataan kesempatan belajar bagi wanita dan laki-laki
7
Dede Rasyada, Paradigma Pendidikan Demokratis, h. 18
8
Abbas Mahmud al ‘Aqqad, Ad-Dimukratiyah fi al Islam, Bairut : Masyurat al Maktabah al- ‘Ashriyah, 1978, h. 229
9
Muhammad Athiyah Al Abrasyi, Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam, diterjemahkan oleh Ani dan Djohar B, Jakarta : Bulan Bintang, 1970, h. 5 dan 3
2 Perhatian khusus kepada kelompok yang kurang mampu.
Dari pandangan kedua pemikir di atas, setidaknya dapat memperjelas pernyataan bahwa dimensi-dimensi yang menjadi acuan
demokratisasi cukup luas. Persoalan jaminan sosial atas mereka yang kurang mampu tetap menjadi bagian dari pemerataan pendidikan,
meskipun dalam prakteknya belum sepenuhnya mampu dilaksanakan. Pada intinya dimensi sosial menyangkut pemerataan kesempatan
memperoleh pendidikan juga merupakan bagian integral dari demokratisasi.
2. Pengertian Pembelajaran Demokratis