Sikap Siswa SMA N 29 Jakarta dalam Proses Pembelajaran

85 membeda-bedakan dalam memberikan materi bahan ajarnya. Guru agama memberikan materi sama semua menyeluruh antara anak jurusan IPS dan IPA. Guru agama sangat sabar ketika menghadapi anak-anak yang agak bandel. Semua ini terlihat ketika peneliti mengikuti pelajaran agama Islam di kelas IPA dan IPS.

3. Sikap Siswa SMA N 29 Jakarta dalam Proses Pembelajaran

Demokratis Perilaku siswa di lingkungan sekolah pada umumnya cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari cara siswa berperilaku, berbicara, berbusana, bahkan beribadah ketika mereka berada di lingkungan sekolah, karena untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan melalui sikap demokratis Pada saat peneliti melakukan observasi di sekolah tersebut, pada umumnya siswa sudah menerapkan nilai-nilai demokratisnya, adanya sikap saling menghargai satu sama lain, tegur sapa, dan bersalaman baik siswa dengan siswa, dengan guru, maupun dengan karyawan sekolah, juga ada yang mengkritik melalui kotak saran ketika ada kebijakan-kebijakan yang kurang sesuai dengan siswa pada saat berada dilingkungan sekolah. Hal ini diperkuat oleh guru agama : ”Dengan menerapkan sikap demokratis di sekolah diharapkan anak-anak terlatih untuk mengembangkan kreatifitas dan bakatnya setelah terjun nanti di masyarakat, pengembangan bakatnya bisa tersalurkan melului pembelajaran akedemik maupun non-akademik, anak-anak juga sudah cukup baik karena pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung anak-anak sangat antusias untuk mengikuti pembelajaran agama Islam kemudian dari pembelajaran tersebut dapat diterapkan serta diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya anak-anak IPA yang bisa menerapkan seperti itu dibandingkan anak-anak IPS, hal ini tercermin dengan melestarikan 5S salam, sapa, senyum, sopan dan santun.” 15 Hal ini dapat disimpulkan bahwa di SMAN 29 Jakarta memang sedikit demi sedikit terus menerapkan sikap demokratis, untuk bekal nanti pada saat turun di masyarakat, dengan sikap toleransi, keterbukaan, akan 15 Bapak Rahmat, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 18 Februari 2010 86 bakat-bakat mereka yang mumpuni serta melestarikan 5S salam, sapa, senyum, sopan dan santun. Begitu juga dengan tata tertib yang berlaku di SMAN 29 Jakarta, sudah cukup baik bisa dilaksanakan oleh siswa-siswinya baik dari segi disiplin waktu, pakaian, maupun kebersihan, walaupun masih ada beberapa siswa yang melanggarnya terhadap tata tertib yang berlaku. Seperti halnya pada waktu peneliti melakukan observasi, pada pagi hari masuk kelas jam 06.30 WIB namun masih ada siswa yang telambat dan diberi dispensasi sampai 15 menit dengan meminta surat keterangan terlambat pada guru piket. Tetapi berbeda ketika hari senin melaksanakan upacara apabila ada yang tidak terlambat maka siswa akan diberi sanksi, sanksi yang siberikan juga bersifat mendidik seperti membersihkan kamar mandi, mencabuti rumput dan mengumpulkan sampah pada tempatnya. Kemudian pada saat istirahat pertama sudah habis masih ada siswa yang jajan untuk beli makanan, kemudian pada saat istirahat kedua siswa yang muslim dianjurkan untuk melaksanakan shalat dengan berjamaah, lagi-lagi ketika istirahat kedua sudah habis masih ada siswa yang alasan belum shalat. Kemudian peneliti juga melihat cara berpakaian siswa-siswi SMAN 29 Jakarta, mereka mengenakan pakaian yang sopan, seperti halnya untuk putri harus mengenakan rok yang melebihi lutut, dan pakaian yang rapi dan sopan untuk siswa. Namun ada juga siswa yang mengikuti tren masa kini yaitu pakaian-pakaian yang ketat atau celana pensil celana yang bawahnya kecil. Disamping itu juga peneliti melakukan observasi terhadap kebersihan di lingkungan sekolah, sekolah terlihat rapi dan bersih namun ketika peneliti memasuki kelas banyak anak-anak yang membuang sampah atau bekas jajan dibuang dalam kolong meja. Hal ini juga diakui oleh guru agama : ”Pada dasarnya anak-anak kami dapat mengikuti tata tertib dengan baik, meskipun ada beberapa siswa yang masih kurang sadar terhadap tata tertib yang berlaku disekolah ini, namun tidak menutup kemungkinan bagi siswa yang melanggar untuk dikenakan sanksi, dan sanksi ini tentunya yang mendidik agar siswa juga dapat belajar dari kesalahan, pertama dengan teguran, kedua diberikan sanksi yang sesuai 87 dengan aturan pelanggarannya karena diberlakukannya sistem poin, ketiga pemanggilan orang tua, dan alhamdulillah di sini SMAN 29 Jakarta jarang sekali ada kasus yang sampai pemanggilan orang tua.” 16 Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa di SMAN 29 jakarta sudah benar-benar menerapkan tata tertib dengan baik, karena dengan adanya tata tertib siswa akan lebih disiplin dan bertanggung jawab apabila melakukan kesalahan, dan sanksi yang diberikan juga sesuai dengan tingkatan pelanggarannya supaya mau belajar dari kesalahan, karena dengan berbuat salah siswa akan mengerti arti kebenaran. Siswa juga tidak merasakan akan beban dengan tata tertib yang berlaku di sekolah, dengan adanya tata tertib siswa merasa bahwa segala sesuatu itu harus ada aturannya, sehingga tidak semaunya sendiri. Peneliti juga menanyakan kepada siswa, akan tata tertib yang berlaku disekolah. Hal ini penuturan siswa : ”Tata tertib di sekolah sudah bagus diterapkan membuat siswa lebih teratu, dan tidak merasa terkekang dalam melaksanakan tata tertib yang berlaku di sekolah mulai dari penampilan sampai tingkah laku terhadap orang lain, tetapi ada juga yang melanggarnya, menyepelekan terhadap peraturan sekolah, kenapa ada sampahbekas jajan dikolong meja karena tempat sampah terlalu jauh dari bangku duduk akhinrya buang di kolong meja saja, setelah itu seandainya ada teman yang melanggar pasti akan di ingatkan kesalahan yang mereka lakukan, malalui pendekatan-pendekatan dengan kelembutan.” 17 Dari penuturan tersebut dapat diketahui bahwa siswa tidak merasa terkekang dengan tata tertib yang berlaku disekolah, meskipun masih ada yang melanggarnya, itu sebagai perbaikan diri untuk belajar dari kesalahan, sehingga sikap dan tngkah laku bisa terarah lebih baik. Selain itu juga siswa-siswi SMAN 29 Jakarta selalu memberikan saran dan kritik kepada guru atau kebijakan sekolah yang tidak sesuai dengan pendangan siswa, karena dengan adanya masukan-masukan aspirasi siswa sekolah ini tentu akan mengerti akan kebutuhan siswa. Hal ini diakui oleh guru agama : 16 Bapak Rahmat, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 18 Februari 2010 17 Siswa kelas XI jurusan IPA IPS, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 16 – 22 Februari 2010. 88 ”Sikap kritis dalam diri siswa memang berbeda-beda, namun sikap seperti itu sudah cukup terlihat ketika ada pandangan yang tidak pas dengan siswa maka siswa langsung memberikan saran dan kritiknya. Kemudian kalau ada guru yang dikritik tentu guru akan menerima dengan lapang dada, karena guru tidak merasa paling benar. Cara penyampaiannya pun sangat demokratis melalui peran OSIS kemudian berdiskusi dengan guru dan kepala sekolah.” 18 Hal ini dapat disimpulkan bahwa guru juga menerima saran dan kritik dari siswa dengan lapang dada karena dengan seperti itu akan mengetahui kekurangan dan keinginan dari semua pihak, terutama ketika dalam pembalajaran akan kenyamanan menerima materi, sehingga bisa tercipta suasana saling melengkapi satu sama lain. Peneliti juga menanyakan tentang kebijakan-kebijakan seandainya tidak sesuai dengan siswa, dan penuturan siswa mengenai hal tersebut adalah: ”Kalau ada kebijakan-kebijakan yang tidak sesuai saya bersama teman-teman tentu akan berdiskusi kalau saya paham permasalahannya namun akan menanyakan kebijakan tersebut kalau kurang paham, seperti halnya ada guru yang kurang nyaman dalam belajar pasti langsung memberikan saran kepada kepala sekolah, tudak hanya diam saja. Lagi pula OSIS dapat menampung aspirasi siswa akan keluhan-keluhannya, kemudian perwakilan dari OSIS berunding dengan kepala sekolah dan guru lain melaui rapat pleno.” 19 Hal ini menunjukan bahwa siswa-siswi SMAN 29 tidak tinggal diam ketika ada kebijakan-kebijakan atau aturan yang tiidak sesuai, kemudian aspirasi ditampung melalui OSIS dan diajukan kepada kepala sekolah untuk dipecahkan secara bersama akan kebaikan yang berarti. Sehingga tidak akan terjadi penindasan dalam kegiatan pembelajaran dan kehidupan dalam lingkungan sekolah. Dalam kehidupan di sekolah tentunya tidak bisa hidup sendirian, pada tahap sekolah ini bisa dikatakan sebagai masyarakat mini karena adanya sistem yang mengatur. Disitu ada kepala sekolah, guru, karyawan dan pekerjapesuruh. Satu sama lain harus saling membantu dan menolong, saling menghargai dan menghormati, dan tidak membeda- 18 Bapak Rahmat, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 18 Februari 2010 19 Siswa kelas XI jurusan IPA IPS, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 16 – 22 Februari 2010. 89 bedakan di antara mereka. Hidup bersama untuk saling melengkapi baik ketika di dalam kelas maupun di luar kelas. Hal ini diakui oleh siswa akan kehidupan dengan rasa kebersamaan di dalam sekolah SMAN 29 Jakarta : ”Dalam kehidupan memang harus hidup rukun dengan yang lain, termasuk di dalam lingkungan sekolah, di sini SMAN 29 Jakarta yang saya rasakan anak-anaknya baik-baik, begitu juga guru dan karyawannya tidak membeda-bedakan satu sama lain, selalu bercanda ria dan seling membantu, keakraban dan solidaritas begitu dijunjung tinggi, meskipun ada tiga tipe pendiam, biasa dan sedikit luar biasa namun semunya menjadi asyik dan seru, di sini merasakan sudah seperti dalam satu rumah” 20 Dari penuturan tersebut dapat disimpulkan bahwa anak-anak SMAN 29 Jakarta selalu menjunjung tinggi nilai-nilai sosialnya, karena dengan begitu hidup akan tenang dan tentram, tidak mencari masalah. Semua ini terlihat dengan disandangnya sekolah 29 Jakarta sebagai sekolah yang bebas terhadap penyalah gunaan narkoba dan juga jarang sekali adanya kasus-kasus antar pelajar seperti tawuran dengan sekolah lain. Untuk menjaga akan keserasian dan kehormonisan di lingkungan sekolah suapaya terjalin dengan baik disetiap saat, setiap waktu, baik di dalam kelas maupun di luar kelas atau juga ketika sudah keluar dari sekolah sehingga mampu untuk diterapkan dalam lingkungan keluarga dan masyarakat, maka dari semua pihak terus mengupayakan akan keserasian itu dengan penuh kesadaran. Hal ini diakui oleh guru agama : ”Dalam menciptakan suasana saling menghormati dan menghargai dilingkungan sekolah tentunya guru harus betul-betul jadi teladan yang pantas dicontoh oleh siswa, banyak memberikan nasihat- nasihat yang baik untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik untuk diri sendiri maupun orang lain serta manganjurkan kepada anak- anak untuk banyak membaca buku-buku agama sehingga wawasan agamanya akan semakin luas.” 21 Dari penuturan tersebut dapat di simpulkan bahwa guru agama terus mendidik siswanya untuk bisa mengamalkan materi agama dalam kehiudpan sehari-hari, selain itu juga guru agama dianggap paling sentral 20 Siswa kelas XI jurusan IPA IPS, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 16 – 22 Februari 2010. 21 Bapak Rahmat, Wawancara, SMA N 29 Jakarta, 18 Februari 2010 90 dalam membentuk watak dengan budi pekerti yang luhur, sehingga guru agama selalu menasehati dengan akhlak-akhlak yang baik tidak hanya mengajar saja dalam pemberian materi agama. Peneliti juga menanyakan tentang upaya yang dilakukan siswa untuk menjaga keharmonisan dalam lingkungan sekolah, dan penuturan siswa mengenai hal tersebut adalah: ”Untuk menjaga keakraban dan kebersamaan dengan teman- teman saya terus menjunjung tinggi sikap saling menghormati dan menghargai satu sama lain, dengan tidak mencari-cari keburukan, tidak membeda-bedakan cara bergaul, bercanda ria, kemudian kalau saling ledek-ledekan seandainya ada yang tidak pas dengan hati jangan dianggap serius, guru juga memberikan keakraban terendiri, dengan pesuruh juga saling tegur sapa, namun yang paling menarik ketika sekolahan mengadakan makrab malam keakraban yang di adakan setahun sekali dan kumpul dalm satu angkatan, selain itu juga mengikuti kegiatan-kegiatan non akademik jadi bisa saling mengenal dan akrab dengan teman yang lain.” 22 Dari penuturan tersebut dapat disimpulkan bahwa siswa juga selalu menjaga keakaraban di antara mereka melalui kegiatan-kegiatan non akademik yang ada pada sekolah tersebut, dari kegiatan tersebut maka terciptalah rasa persamaan satu sama lain karena bekerja bersama-sama dalam oraganisasi, sehingga pengalaman dalam bersosialisasinya akan semakin dewasa.

4. Pengaruh Penerapan Pembelajaran Demokratis pada Mata Pelajaran