46
D. Penelitian Terdahulu Tentang Remaja Tunadaksa Bukan Bawaan Lahir
Penelitian terdahulu yang membahas tentang tunadaksa bukan bawaan lahir dilakukan oleh Ary Dwi Noviyanti 2012 di YAKKUM
Yogyakarta. Penelitian tersebut berusaha melihat konsep penerimaan diri pada tunadaksa bukan bawaan lahir. Subjek dalam penelitiannya adalah
remaja tunadaksa bukan bawaan lahir. Hasil penelitiannya menunjukan remaja yang mengalami tunadaksa bukan bawaan lahir tidak mudah untuk
menerima keadaan dirinya. Subjek masih sering melamun, sensitif terhadap hal yang menyangkut ketunaannya dan sering menghindari interaksi sosial.
Adinda Melati 2011 melakukan penelitian tentang kebahagiaan pada tunadaksa. Dari hasil penelititannya disimpulkan bahwa dengan
berbagai keterbatasan yang ada tunadaksa masih merasa bahagia, ditandai dengan tunadaksa masih memiliki optimisme untuk melanjutkan hidup dan
memiliki hubungan yang positif dengan orang lain. Tunadaksa juga merasa bangga karena dengan keterbatasannya tidak menghalanginya untuk terus
berkarya dan bekerja. Tunadaksa juga memiliki keinginan untuk membangun keluarga yang bahagia dan hidup tidak tergantung pada orang lain.
Selain itu, penelitian Muznah Rania 2012 mengkaitkan kecerdasan emosi dan keterbukaan diri tunadaksa. Hasil penelitiannya menunjukan
bahwa hubungan kecerdasan emosi dan keterbukaan diri pada tunadaksa berada pada tingkat sedang dengan presentase 56,90. Hal tersebut
menunjukan bahwa tunadaksa yang kecerdasan emosinya rendah juga diikuti dengan keterbukaan diri yang rendah, begitu juga sebaliknya tunadaksa yang
47
memiliki kecerdasan emosi yang tinggi akan diikuti oleh keterbukaan diri yang tinggi.
Septian Agung 2012 juga pernah melakukan penelitian terhadap tunadaksa mengenai penyesuaian diri pada tunadaksa. Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa remaja tunadaksa pada umumnya mampu menyesuaikan diri dengan baik. Hal tersebut dapat dilihat dari tunadaksa mampu belajar
bersikap mandiri, tunadaksa mau berusaha membuktikan bahwa dirinya mampu
melakukan sesuatu
seperti orang
normal dan
menganggap ketunaannya sebagai tetaplah ciptaan Tuhan Yang Maha Esa dan tidak akan
sia –sia.
Penelitian tersebut di atas baru melihat tunadaksa ditinjau dari penerimaan diri, kebahagiaan, penyesuaian diri dan hubungan kecerdasan
emosi dengan keterbukaan diri tunadaksa. Ketika individu menjadi tunadaksa selain melakukan penyesuaian diri hal yang terpenting lainnya untuk
dilakukan adalah penyesuaian sosial. Penyesuaian sosial tunadaksa bukan bawaan lahir ini belum mendapat perhatian dalam penelitian tersebut. Pasca
seorang remaja menjadi tunadaksa, perubahan penampilan dan kemampuan fisiknya yang secara tiba
–tiba dapat membuat remaja malu akan kondisinya. Remaja tunadaksa menjadi sensitif pada ketunaannya, hal tersebutlah yang
menimbulkan interaksi sosial yang tidak stabil pada remaja tunadaksa. Menjadi menarik untuk melihat bagaimana gambaran dan proses penyesuaian
sosial yang dilakukan oleh remaja tunadaksa bukan bawaan lahir.
48
E. Pertanyaan Penelitian