121
f. Faktor aksesbilitas
Adanya akses bagi kursi roda menjadi perhatian khusus bagi tunadaksa bukan bawaan lahir yang menggunakan alat bantu kursi roda.
Ketrgantungan terhadap kursi roda membuat Spt memastikan bahwa tempat yang akan dilalui atau dikunjungi memiliki akses yang mudah
bagi kursi roda. Ketika tidak ada akses bagi kursi roda Spt memilih untuk menolak interaksi sosial yang ada. Begitu juga dengan Ttm yang
akan memilih untuk tidak berinteraksi lebih jauh ketika tidak ada akses bagi kursi roda. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Endang Poerwanti
dan Nur Widodo 2002: 119 bahwa kemudahan dalam berinteraksi sosial untuk melakukan penyesuaian sosial menjadi pertimbangan
penting dalam bersosialisasi.
g. Adanya bimbingan penyesuaian sosial
Ok merasa bimbingan penyesuaian sosial yang diberikan oleh orangtuanya tidak sesuai dengan harapannya. Ok pun memilih untuk
menentukan sikap sosialnya sendiri sesuai dengan keinginannya dalam melakukan penyesuian sosial. Hal ini menyebabkan Ok seperti tidak
melakukan penyesuaian
sosial karena
Ok lebih
memaksakan keinginannya daripada menyesuaikan dengan lingkungannya. Bebeda
dengan Spt dan Ttm yang mendapatkan bimbingan penyesuaian sosial lebih intens. Spt yang mendapat bimbingan penyesuaian sosial dari
orangtua dan LSM membuat Spt cepat mampu untuk melakukan penyesuaian sosial. Begitu pula dengan Ttm yang mendapat bimbingan
122
penyesuaian sosial dari orangtua dan saudaranya membuat Ttm segera dapat menyesuaikan sikap kepada orang lain. Hal tersebut sesuai
dengan yang dikemukakan oleh Ahmad Toha Muslim dan Sugiarman 1996: 149 bahwa bimbingan penyesuaian sosial tunadaksa bukan
bawaan lahir yang dilakukan oleh pekerja medis sosial dengan melibatkan keluarga terdekat dapat mempercepat laju perkembangan
sosialnya. Sehingga adanya bimbingan penyesuaian sosial membantu remaja tunadaksa bukan bawaan lahir dalam mengambil keputusan
– kepututsan saat melakukan penyesuaian sosial.
h. Motivasi melakukan penyesuaian sosial