sel busa, tetapi residu EEJT tidak untuk pengobatan sel busa yang sudah terbentuk.
Perbedaan yang tidak signifikan dapat dilihat dari perbandingan antara K3 EEJT rerata jumlah sel busa 4,50 ± 0,7 dengan K1 KPstatin rerata jumlah sel
busa 4,00 ± 0 dengan tingkat signifikan 0,05 dapat dilihat bahwa pembentukan sel busa pada kelompok yang diberi EEJT dan kelompok yang
diberi obat statin tidak ada perbedaan yang signifikan, artinya pada kedua kelompok tersebut sama efektifitas pengobatan antara EEJT dan obat statin.
Perbedaan yang tidak signifikan dapat dilihat dari perbandingan antara K4 r EEJT rerata jumlah sel busa 4,83 ± 0 dengan K1 KPstatin rerata jumlah sel
busa 4,00 ± 0 dan nilai p diperoleh 1,000 dengan tingkat signifikan 0,05 dapat dilihat bahwa pembentukan sel busa pada kelompok yang diberi residu EEJT dan
kelompok yang diberi statin tidak ada perbedaan yang signifikan, artinya pada kedua kelompok tersebut sama efektifitas pengobatan antara residu EEJT dan
statin.
4.2.2.5. Ketebalan lapisan intima
Dengan melihat hasil analisis Post-Hoc pada group kuratif diketahui ada beberapa kelompok yang dibandingkan memiliki perbandingan yang signifikan,
kelompok tersebut adalah K2 KN rerata ketebalan lapisan intima 37,50 ± 1,24 dengan K3 EEJT rerata ketebalan lapisan intima 24,43 ± 1,43 dengan tingkat
signifikan 0,05, Keadaan ini dapat terjadi karena pada kedua kelompok diberi pakan tinggi kolesterol selama 20 minggu, hingga tercapai keadaan
Universitas Sumatera Utara
hiperkolesterol, kondisi hiperkolesterol ini akan menyebabkan disfungsi vaskuler, menyebabkan proses inflamasi dan stres oksidatif Stapleton, et-al, 2010 :
Bayraktutan,--. Pada kondisi ini terjadi penurunan fungsi NO sebagai peregulasi sistem vaskuler termasuk mengatur agregasi platelet, adesi leukosit dan prolifersai
VSM, sehingga pada keadaan hiperkolesterol akan terjadi inhibisi fungsi NO akibatnya penimbunan platelet, adesi leukosit dan VSM akan berproliferasi.
Selain itu LDL akan teroksidasi menjadi oxd-LDL yang akan di pagosit oleh makrofag, didalam makrofag LDL tidak bisa dihancurkan dan akan
mengakibatkan makrofag pecah dan mengeluarkan kemoatraktan yang akan mengundang lebih banyak lagi makrofag yang akhirnya manjadi sel busa.
kemudian pada K3 EEJT setelah keadaan hiperkolesterol tercapai maka EEJT diberi dengan dosis 250 mgKg BB selama 10 minggu dan penghentian pemberian
pakan tinggi kolesterol. Sementara itu pada K2 tidak diberi pengobatan apapun hanya penghentian pakan tinggi kolesterol saja. Karena pembentukan sel busa
lebih banyak pada K2 maka ketebalan lapisan intima pun lebih tebal pada K2. Penebalan diameter aorta terjadi karena proses penumpukan sel-sel busa di lapisan
intima aorta. EEJT mampu menekan pembentukan sel busa sehingga dengan menekan pembentukan sel busa maka penebalan lapisan intima juga tidak
berlanjut. Bila dibandingkan antara K2 KN rerata diameter lapisan intima 37,50 ±
1,24 dengan K4 diberi residu EEJT rerata ketebalan lapisan intima 27,23 ± 1,35 dengan tingkat signifikan 0,05, ketebalan lapisan intima K2 KN lebih tebal
bila dibanding dengan K4 r EEJT , hal ini dapat terjadi karena tikus pada kedua kelompok diberi pakan tinggi kolesterol hingga mencapai keadaan hiperkolesterol
Universitas Sumatera Utara
selama 20 minggu, tetapi pada K4 r EEJT setelah keadaan hiperkolesterol tercapai, residu EEJT diberi dengan dosis 250 mgKg BB selama 10 minggu dan
penghentian pemberian pakan tinggi kolesterol. Sementara itu pada K2 tidak diberi pengobatan apapun hanya penghentian pakan tinggi kolesterol saja. Sel
busa terbentuk ketika kadar kolesterol dan LDL plasma meningkat, pada K4 rEEJT ternyata ketebalan lapisan intima lebih kecil bila dibanding dengan K2,
hal ini terjadi karena sel busa yang terbentuk pada K4 lebih sedikit sehingga ketebalan lapisan intimanya lebih tipis. Artinya residu EEJT mampu menekan
pertumbuhan sel busa dengan demikian maka penebalan lapisan intima juga akan terhenti.
Perbedaan yang signifikan dapat dilihat pada K2 KN rerata ketebalan lapisan intima 37,50 ± 1,24 bila dibandingkan dengan K1 KPstatin rerata
ketebalan lapisan intima 30,49 ± 1,71 dengan angka signifikan 0,05 melihat rerata ketebalan lapisan intima kedua kelompok tampak bahwa diameter K2 KN
lebih tebal bila dibanding dengan ketebalan lapisan intima K1 KPstatin, keadaan ini terjadi karena pada kedua kelompok diberi pakan tinggi kolesterol
selama 20 minggu hingga tercapai keadaan hiperkolesterol, kemungkinan ketika dalam kondisi hiperkolesterol sel busa mulai terbentuk di lapisan intima, hal ini
lama kelamaan dengan makin bertumpuknya sel busa dilapisan intima akan menyebabkan penebalan lapisan intima. Pada K1 KPstatin ketika statin diberi
dengan dosis 20 mgKg BB pada kondisi hiperokolesterol ternyata statin mampu menurunkan kadar kolesterol dan LDL sehingga pembentukan sel busa tidak
berlanjut, tetapi sel busa yang sudah terbentuk pada keadaan hiperkolesterol tidak bisa dihilangkan oleh statin. Artinya dalam pembentukan sel busa dan penebalan
Universitas Sumatera Utara
lapisan intima statin tidak bisa sebagai pengobatan, tetapi dapat digunakan mengurangi progresifitas pembentukan sel busa dan penebalan lapisan intima
tidak berlqnjut. Perbedaan yang signifikan terlihat pada perbandingan antara K2 KN rerata
ketebalam lapisan intima 37,50 ± 1,24 dengan K4 r EEJT rerata ketebalan lapisan intima 27,23 ± 1,35 dengan tingkat signifikan 0,05. Dengan melihat
rerata ketebalan lapisan intima tampak bahwa ketebalan lapisan intima pada K2 kontrol negatif lebih tebal jika dibanding dengan K4 yang diberi residu, keadaan
ini terjadi karena pada kedua kelompok diberi pakan tinggi kolesterol selama 20 minggu hingga tercapai keadaan hiperkolesterol dan LDL, setelah keadaan
hiperkolesterol tercapai, pada K4 diberi residu EEJT dan pemberian pakan tinggi kolesterol dihentikan. Kemungkinan pada K4 sudah terbentuk sel busa dalam
kondisi hiperkolesterol, ketika residu EEJT diberi pada K4, dari grafik terlihat penurunan kadar kolesterol dan LDL walaupun tidak sama dengan kadar
kolesterol dan LDL pada awal penelitian, dengan menurunnya kadar kolesterol dan LDL ternyata mengakibatkan pembentukan sel busa tidak berlanjut. Karena
pada residu EEJT terkandung serat jamur tiram yang menghalangi absorbsi kolesterol di usus dan pada residu juga terkandung anti oksidan flavonoid yang
akan mengikat radikal bebas yang tebentuk pada kondisi hiperkolesterol dan LDL, dengan demikian maka pembentukan sel busa akan berkurang, dengan
berkurangnya pembentukan sel busa maka penebalan lapisan intima juga tidak berlanjut.
Dengan membandingkan antara K2 KN rerata ketebalan lapisan intima 37,50 ± 1,24 dengan K1 KPstatin rerata ketebalan lapisan intima 30,49 ±
Universitas Sumatera Utara
1,71 angka signifikan 0,05 ada perbedaan yang signifikan, kondisi ini dapat terjadi ketika kedua kelompok diberi pakan tinggi kolesterol hingga tercapai
keadaan hiperkolesterol dan LDL, tetapi pada K1 KPstatin saat terjadi keadaan hiperkolesterol diberi obat golongan statin dengan dosis 20 mgkgBB dan pakan
tinggi kolesterol dihentikan, berbeda dengan K2 KN saat terjadi kondisi hiperkolesterol hanya dilakukan penghentian pakan tinggi kolesterol tanpa diberi
pengobatan. Sel busa terbentuk kemungkinan terjadi pada saat kondisi hiperkolesterol dan LDL. Pada K1 KPstatin dari grafik terlihat penurunan kadar
kolesterol diikuti dengan penurunan LDL, karena statin berfungsi menurunkan kadar kolesterol dan meningkatkan jumlah reseptor LDL sehingga jumlah LDL
bisa berkurang, dengan menurunnya kolesterol dan LDL maka pembentukan sel busa tidak berlanjut akibatnya penebalan lapisan intima juga tidak berlanjut.
Perbandingan yang tidak signifikan terlihat pada K3 EEJT rerata ketebalan lapisan intima 24,43 ± 1,43 bila dibandingkan dengan K4 r EEJT rerata
ketebalan lapisan intima 27,23 ± 1,35 dengan angka signifikan 0,05 artinya dalam mengurangi progresifitasan pembentukan sel busa dan penebalan lapisan
intima efektifitas antara EEJT dengan residu EEJT sama.
4.2 REGRESI DAN KORELASI 1. Group preventif
1.1. Kadar kolesterol dan LDL pada P1 Pada kelompok preventif hanya kadar kolesterol dan LDL di P1 yang