Pengelolaan secara Terintegrasi Model pengembangan pengelolaan taman nasional secara terintegrasi studi kasus pengelolaan berbasis ekowisata di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau dan Jambi

22 dan Efida 2003. Di dalamnya terdapat konsep pengembangan pariwisata yang mencakup aspek pelestarian terhadap lingkungan alam maupun budaya yang menjadi andalan pariwisata, aspek edukasi bagi wisatawan, serta partisipasi masyarkat dengan tetap memberikan peluang keuntungan ekonomi bagi pengusaha Gunawan 2003. Selanjutnya Honey 1999 dalam Drumm and Moore 2005 memberikan versi yang lebih detail, ekowisata adalah perjalanan ke kawasan yang rentan, murni, dan biasanya dilindungi, yang berusaha menekan dampak negatif sekecil mungkin dan biasanya dilakukan dalam sekala kecil. Ekowisata membantu mendidik wisatawan; menyediakan dana bagi konservasi; manfaat secara langsung berupa perkembangan ekonomi dan kekuatan politik bagi masyarkat lokal; dan membantu menghargai perbedaan budaya dan hak asasi manusia Dari sejumlah defiisi yang diberikan oleh para pakar pariwisata tentang “ecoturism”, yang paling banyak diterima umum adalah definisi dari The International Ecotourism Society 2005 yang mendefinisikan “ecoturism” atau “ekowisata” adalah kegiatan wisata yang bertanggung jawab ke daerah-daerah alami dengan menjaga kelestarian lingkungan alam dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat responsible travel to natural areas which conserves the environment and improves the welfare of local people. Secara konseptual ekowisata adalah suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan alam dan budaya serta meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat Supriatna et al. 2000. Prinsip-prinsip ekowisata menurut The International Ecotourism Society 2005 adalah : 1 Mencegah dan menanggulangi dampak dari kegiatan wisatawan terhadap alam dan budaya, pencegahan dan penanggulangan disesuaikan dengan sifat dan karakter alam dan budaya setempat; 2 Pendidikan konservasi lingkungan yaitu mendidik wisatawan dan masyarakat lokal akan pentingnya arti konservasi; 23 3 Pendapatan untuk kawasan, yaitu adanya retribusi dan conservation tax dapat dipergunakan secara langsung untuk membina, melestarikan dan meningkatkan kualitas kawasan pelestarian alam; 4 Partisipasi masyarakat dalam perencanaan, yaitu keterlibatan langsung masyarakat dalam merencanakan, mengawasi dan mengelola ekowisata; dan 5 Penghasilan masyarakat, yaitu dengan adanya keuntungan secara aktual. Sedangkan Deklarasi Quebec secara spesifik menyebutkan bahwa ekowisata merupakan suatu bentuk wisata yang mengadopsi prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan yang membedakannya dengan bentuk wisata lain. Sifat dari ekowisata menyebabkananya menjadi alat yang berharga bagi konservasi. Implementasinya bisa Drumm and Moore 2005: 1 Memberikan nilai ekonomi bagi pengelolaan ekosistem yang terdapat di kawasan dilindungi; 2 Secara langsung meningkatkan pendapatan bagi kawasan konservasi; 3 Meningkatkan pendapatan masyarakat lokal baik secara langsung dan tidak langsung , menciptakan insentiv bagi kegiatan konservasi yang terdapat di dalam masyarakat lokal; 4 Membangun jaringan konservasi lokal, nasional dan internasional; 5 Mempromosikan penggunaan sumberdaya alam secara berkelanjutan; dan 6 Mengurangi ancaman bagi keanekaragaman hayati. Sebagai alat pembangunan, ekowisata dapat mewujutkan tiga tujuan dasar dari konservasi keanekaragaman hayati UNEP 2003 , yaitu : 1 Melindungi keanekaragaman hayati dan budaya dengan penguatan system manajemen kawasan lindung umum dan atau privat dan meningkatkan nilai ekosistem; 2 Mendukung penggunaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan dengan kenaikan pendapatan, pekerjaan dan kesempatan berusaha dalam ekowisata dan jaringan usaha yang relevan; dan 3 Membagi keuntungan pengembangan ekowisata dengan masyarakat lokal, melalui partisipasi aktif dalam perencanaan dan pengelolaan ekowisata. Harus disadari bahwa walaupun ekowisata dapat menjadi alat berharga untuk melestarikan keanekaragaman hayati, juga mempunyai dampak negatif yang lama terhadap lingkungan ekologis, satwa liar dan masyarakat lokal jika 24 pengelolaannya kurang tepat Kinnaird and O’Brien 1996. Beberapa bahaya tertentu dapat timbul dari kegiatan ekowisata yang tidak dibatasi seperti masalah kesenjangan ekonomi dan perselisihan diantara anggota masyarakat, konflik budaya antara wisatawan dan masyarakat lokal dan gangguan ekologis yang seringkali tidak disadari oleh masyarakat. Tempat tujuan wisata merupakan elemen yang penting kerena tempat tujuan tersebut umumnya merupakan alasan utama bagi wisatawan untuk berkunjung Cooper et al 1993. Dengan demikian keadaan di tempat tujuan wisata seperti atraksi wisata, fasilitas, aksesibilitas, pelayanan dan keamanan akan sangat mempengaruhi jumlah pengunjung. World Tourism Organisation WTO dan United Nation Environmental Programme UNEP menetapkan kriteria kawasan ekowisata, sebagai berikut : 1 Kekhasan atraksi alam Flagship attraction: tipe hutan, sungai, danau, keanekaragaman hayati, keunikan spesies tertentu, kemudahan mengamati flora dan fauna; 2 Atraksi pendukung pelengkap: berenang air terjun,sungai, pantai, kegiatan olahraga jalan kaki, memancing, mendayung, budaya lokal keseniaan, kebiasaan - kebiasaan tradisional, peninggalan sejarah; 3 Aksesibilitas dan infstruktur : jarak kebandara internasional atau pusat-pusat wisata, akses jalan raya, jalan kereta api, penerbangan, pelabuhan, fasilitas kesehatan - komunikasi yang memadai; 4 Iklim : cuaca yang mendukung kegiatan rekreasi, banyaknya curah hujan dan distribusinya; dan 5 Kondisi politik dan sosial : adanya stabilitas sosial politik - terjaminnya keamanan pengunjung, pengunjung dapat diterima oleh masyarakat lokal. Dalam pengembangan dan pengelolaan ekowisata sangat penting untuk mengetahui segmen pasar atau sisi permintaan dari ekowisata. Segmen pasar dari ekowisata dipengaruhi oleh factor-faktor keadaan sosio-demografi, karakteristik dalam perjalanan, motivasi dan pengalaman pengunjung. Pengunjung yang memiliki kebutuhan tertentu, akan memilih tujuan wisata tertentu pula. Fennell 1999 mengklasifikasikan ekoturis berdasarkan tujuan wisata, pengalaman yang diinginkan dan dinamika kelompok, sebagai berikut : 25 1 Ekoturis mandiri adalah orang-orang yang melakukan perjalanan secara individual, tinggal di berbagai tipe akomodasi yang berbeda-beda dan mempunyai mobilitas untuk mengunjungi berbagai tujuan wisata. Pengalaman mereka sangat fleksibel dan merupakan persentase terbesar dari semua ekoturis; 2 Ekoturis dalam tur adalah orang-orang yang melakukan perjalanan dalam kelompok dan mengunjungi objek wisata eksotik; dan 3 Kelompok ahli atau akademisi adalah orang-orang yang biasanya terlibat dalam penelitian baik sebagai individu maupun kelompok. Pada umumnya mereka tinggal di suatu tempat dalam jangka waktu cukup panjang dan lebih bersedia mengalami kondisi kesusahan dibandingkan ekoturis yang lain. Sedangkan Lindberg 1991 mengklasifikasikan ekoturis berdasarkan dedikasi, waktu, tujuan dari perjalanan, tempat dan cara melakukan perjalanan yang dibagi dalam empat kelompok, yaitu : 1 Hard - Core Nature Tourist : para ilmuwan peneliti; 2 Dedicated Nature Tourist: ekoturis yang mengetahui tentang budaya masyarakat atau tempat-tempat yang dilindungi cagar alam; 3 Mainstream Nature Tourist: ekoturis yang menghendaki tempat-tempat spesifik seperti cagar alam; dan 4 Casual Nature Tourist : ekoturis yang datang ke tempat-tempat yang alami. Hard-core dan dedicated nature tourist tidak membutuhkan akomodasi yang lengkap, berbeda dengan mainstream dan casual nature tourist dimana tingkat pelayanan dan akomodasi harus disiapkan lebih baik. Keberhasilan pengolahan dan pengembangan ekowisata merupakan hasil kerja sama antara stakeholder, yaitu pemerintah, swasta dan masyarakat. Menurut Fennell 1999 ada delapan prinsip untuk membangun kemitraan dalam pengelolaan ekowisata, yaitu : 1 Berdasarkan budaya lokal; 2 Memberikan tanggung jawab kepada masyarakat lokal; 3 Mempertimbangkan untuk mengembalikan kepemilikan daerah yang dilindungi kepada penduduk asli; 4 Memberikan program pembangunan dari pemerintah dengan daerah yang dilindungi;