Prioritas Program Pengembangan Pengelolaan TNBT Berbasis Ekowisata

109 Tabel 12. Nilai Pengaruh dari Faktor yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Kelemahan dalam Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata FAKTOR BOBOT PERINGKAT NILAI PENGARUH A. Rendahnya aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata 0,3 4 1,2 B. Belum intensifnya pengembangan daya tarik obyek ekowisata 0,2 4 0,8 C. Belum intensifnya promosi dan publikasi ekowisata TNBT 0,2 4 0,8 D. Terjadinya kerusakan hutan akibat perla- dangan berpindah masyarakat tradisional 0,2 3 0,6 E. Terbatasnya alokasi anggaran dan SDM dibidang ekowisata 0,1 3 0,3 Jumlah 1 - 3.70 Uraian masing-masing faktor yang bersifat strategis sebagai komponen kelemahan sebagai berikut : 1 Rendahnya aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata. Seperti yang diuraikan pada Sub Bab V C. untuk menuju lokasi ekowisata TNBT, dari Kantor Balai TNBT ditempuh melalui Jalan Lintas Timur Sumatera. Selanjutnya, dari jalan Lintas Timur Sumatera ekowisatawan dapat melalui tiga alternatif jalan masuk, yakni : 1 Dari Simpang Pendowo Desa Keritang ke Simpang Datai, 2 Dari Simpang Granit Desa Talang Lakat ke lokasi ekowisata Camp Granit, dan 3 Dari Simpang Siberida Desa Siberida ke Desa Rantau Langsat. Jalur pertama dan kedua merupakan jalan tanah diperkeras yang kondisinya sudah rusak. Sedangkan jalur ketiga merupakan jalan kabupaten yang kondisinya sebagian sudah diaspal dan sisanya baru diperkeras. Dengan kondisi jalan dan belum tersedia sarana angkutan umum kecuali ojek pada ketiga jalur tersebut menyebabkan rendahnya tingkat aksesibilitas ke lokasi ekowisata TNBT. 2 Belum intensifnya pengembangan daya tarik obyek ekowisata Seperti yang diuraikan pada Sub Bab V C. jumlah maupun keragaman jenis obyek ekowisata TNBT masih terbatas. Saat ini ekowisatawan cenderung mengunjungi obyek ekowisata yang lokasinya mudah dijangkau dengan waktu dan 110 biaya yang minimal, seperti yang berada di lokasi ekowisata Camp Granit yang jaraknya hanya 13 km dari jalan lintas timur Sumatera. Di lokasi tersebut ekowisatawan hanya dapat menikmati panorama alam, air terjun, dan melakukan trecking. Mereka berharap atraksi ekowisata TNBT dapat dikembangkan secara lebih intensif sehingga menarik minat ekowisatawan untuk berkunjung ke TNBT. 3 Belum intensifnya promosi dan publikasi ekowisata TNBT Balai TNBT telah melakukan beberapa bentuk kegiatan promosi dan publikasi, namun karena faktor keterbatasan anggaran, pelaksanaan promosi dan publikasi tersebut masih belum intensif. Kegiatan promosi dan publikasi yang telah dilakukan antara lain: membangun pusat informasi 2 unit, pemasangan billboard 2 buah, penerbitan leaflet 5000 eksemplar per-tahun, booklet 500 eksemplar per-tahun, poster 500 eksemplar per-tahun dan kalender 500 eksemplar per-tahun, serta pembuatan media elektronik berupa film dokumenter 1 judul dan website 1 situs, Selain itu pada beberapa kesempatan Balai TNBT mengadakan penyuluhan ke masyarakat dan sekolah-sekolah di sekitar kawasan TNBT serta mengikuti kegiatan pameran 2 kali per-tahun baik di tingkat kabupaten maupun propinsi. 4 Terjadinya kerusakan hutan akibat perladangan berpindah Kegiatan perladangan berpindah yang dilakukan oleh masyarakat tradisional di kawasan TNBT pada dasarnya merupakan budaya asli mereka yang telah berlangsung secara turun temurun. Mereka melaksanakan perladangan tersebut dengan norma-norma tertentu sehingga tidak merusak lingkungan, misalnya dilakukan dengan sistem rotasi, tidak dilakukan pada sempadan sungai dan areal yang mempunyai tingkat kelerengan tinggi. Namun sejalan dengan perkembangan keadaan, kini sebagian masyarakat tradisional melakukan perladangan dengan tidak mempertimbangkan kaidah tersebut, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan hutan dan keindahan panorama alam. 111 Gambar 35. Contoh Hutan yang Dibuka untuk Perladangan Berpindah Berdasarkan Balai TNBT 2009 kawasan TNBT dapat dibagi menjadi enam kelas penggunaan lahan yaitu: lahan terbuka, belukar jarang, belukar sedang, belukar rapat, hutan sedang dan hutan lebat. Deskripsi masing-masing kelas penggunaan lahan tersebut disajikan pada Lampiran 3. Untuk mengetahui laju kerusakan hutan TNBT dibuat dua klasifikasi yaitu kawasan hutan yang terdiri dari hutan sedang dan hutan rapat, serta kawasan non hutan yang terdiri dari lahan terbuka, belukar jarang, belukar sedang, belukar rapat, hutan sedang. Berdasarkan hasil analisis spasial dengan menggunakan citra landsat, didapatkan bahwa selama periode tahun 1996–2007 terjadi peningkatan luas kawasan non hutan di TNBT seperti disajikan pada Tabel 13. Tabel 13. Luas Hutan dan Non Hutan di Kawasan TNBT Tahun Hutan Ha. Non Hutan Ha. Keterangan 1996 141.976,19 2246,81 Luas kawasan TNBT 144.223 Ha. 2002 138.692,33 5530,67 2007 137.886,22 6336,78 Dari data tersebut dapat dihitung laju kerusakan hutan TNBT antara tahun 1996 sampai tahun 2007 yakni sebesar 371,8 ha per-tahun. Sebagian besar Sumber : Balai TNBT 112 kerusakan hutan tersebut disebabkan karena perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional yang bermukim di dusun-dusun di sepanjang Sungai Batang Gangsal . Perubahan kondisi tutupan hutan TNBT pada tahun 1996, 2002, dan 2007 dapat dilihat pada Gambar 36. Gambar 36. Perubahan Kondisi Tutupan Hutan TNBT 1996 2002 2007 113 5 Terbatasnya alokasi anggaran dan SDM dibidang ekowisata Berdasarkan Laporan Akuntabilitas Balai TNBT, alokasi penggunaan anggaran Balai TNBT periode 2005 – 2009 dapat dilihat pada Gambar 37. Gambar 37. Alokasi Penggunaan Anggaran Balai TNBT Dari Gambar 37. dapat dilihat bahwa program A meningkat secara signifikan dari tahun 2005 ke tahun 2009. Hal ini karena anggaran program tersebut berbanding lurus dengan jumlah pegawai dan kenaikan gaji pegawai, yang pada kenyataannya terus mengalami peningkatan. Semakin banyak jumlah pegawai dan semakin tinggi standar gaji pegawai maka anggaran untuk program tersebut akan semakin meningkat. Jika dibandingkan dengan tahun 2005, total anggaran pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 129 , sedangkan kenaikan anggaran untuk masing-masing program sebagai berikut: : program A naik 145 , program B naik 171 , program C naik 243 , dan program D turun 17 . Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa semua program mengalami kenaikan anggaran lebih dari 100 , kecuali program D yang mengalami penurunan 17 . Rata-rata persentase 500 1.000 1.500 2.000 2.500 3.000 3.500 4.000 4.500 2005 2006 2007 2008 2009 Tahun A lok as i A nggar an dal am jut a rupi ah Program A Program B Program C Program D = Administrasi Umum dan Peningkatan Kapasitas Kelembagaan = Pengamanan Kawasan TN dan Pengendalian Kebakaran Hutan = Pengelolaan Keanekaragaman Hayati = Pengembangan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam 114 penggunaan anggaran Balai TNBT untuk masing-masing program periode tahun 2005 - 2009 dapat dilihat pada Gambar 38. Gambar 38. Rata-rata Persentase Penggunaan Anggaran Balai TNBT untuk Masing -masing Program Periode tahun 2005 – 2009 Dari Gambar 38. dapat dilihat bahwa Program A mempunyai rata-rata alokasi anggaran terbesar, yakni mencapai 74 , disusul oleh Program B sebesar 16 , Program D sebesar 8 , dan Program C hanya sebesar 2 . Dari nilai rata-rata tersebut terlihat bahwa program A menyerap lebih dari separuh anggaran total, sedangkan program D hanya mendapatkan alokasi anggran yang sangat kecil, yakni hanya 8 . Masih kecilnya alokasi anggaran untuk pengembangan ekowisata karena program tersebut belum menjadi prioritas pengelolaan TNBT. Selain alokasi anggaran yang sangat kecil, jumlah SDM Balai TNBT yang menangani ekowisata juga masih sangat terbatas. Dari total sembilan puluh orang pegawai Balai TNBT hanya dua orang pegawai yang secara khusus menangani bidang ekowisata,

c. Peluang

Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen peluang opportunity dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14. Nilai Pengaruh dari Faktor yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Peluang dalam Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata FAKTOR BOBOT PERINGKAT NILAI PENGARUH A. Dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan ekowisata TNBT 0,3 4 1,2 B. Meningkatnya minat masyarakat perkotaan terhadap ekowisata back to nature 0,2 4 0,8 C. Meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia 0,2 3 0,6 74 16 2 8 Program A Program B Program C Program D 115 FAKTOR BOBOT PERINGKAT NILAI PENGARUH D. Dukungan masyarakat lokal terhadap ekowisata TNBT 0,2 2 0,4 E. Tersedianya sarana-prasarana pendukung hotel, restoran,dll di sekitar TNBT 0,1 4 0,4 Jumlah 1 - 3,4 Uraian masing-masing faktor yang bersifat strategis sebagai komponen peluang sebagai berikut : 1 Dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan ekowisata TNBT Secara administrasi pemerintahan, sebagian besar obyek ekowisata TNBT berada di wilayah Kabupaten Indragiri Hulu Propinsi Riau. Mengingat besarnya potensi ekowisata TNBT, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu memberikan dukungan terhadap pengembangan ekowisata TNBT. Hal ini tercermin dari strategi dan kebijakan pembangunan sektor pariwisata Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu. Strategi pembangunan sektor pariwisata Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu, yaitu : a Mendorong berkembangnya potensi obyek wisata, memanfaatkan dan mengembangkan faktor produksi serta mengembangkan kemitraan secara vertikal maupun horizontal atas dasar saling membutuhkan, saling mendukung dan saling menguntungkan, dan b Menggali, mengembangkan dan melestarikan kebudayaan daerah sebagai pendukung terwujudnya suasana kehidupan masyarakat yang harmonis. Sedangkan kebijakan sektor pariwisata Kabupaten Indragiri Hulu adalah : a Menggali dan mengembangkan potensi pariwisata melalui peningkatan sarana dan prasarana, dan b Meningkatkan pengelolaan pariwisata yang profesional serta kegiatan dan promosi pariwisata yang dilakukan secara terarah, terencana, dan terpadu. Dalam pelaksanaan strategi dan kebijakan tersebut, Pemerintah Kabupaten Indragiri Hulu telah memberikan bantuan terhadap pengembangan ekowisata TNBT dalam bentuk ; pembangunan jembatan dan pengerasan jalan menuju lokasi obyek ekowisata Camp Granit sepanjang 13 km, promosi ekowisata TNBT melalui media yang diterbitkan Pemkab. Indragiri Hulu, dan pembangunan fasilitas pengunjung di obyek ekowisata Granit. Tabel 14 lanjutan 116 2 Meningkatnya minat masyarakat perkotaan terhadap ekowisata back to nature Suasana hidup di perkotaan kini terasa semakin tidak nyaman. Kondisi perkotaan yang bising, udara kotor akibat polusi, kemacetan, banjir pada musim penghujan, lingkungan kumuh, merupakan gambaran tentang suasana perkotaan yang semakin tidak bersahabat dengan kehidupan manusia. Selain itu, aktifitas masyarakat kota yang penuh dengan rutinitas, menyebabkan hidup seakan terus berpacu dengan waktu. Akibatnya waktu luang semakin sulit didapatkan kecuali pada hari-hari libur. Kondisi tersebut menyebabkan tumbuhnya kecenderungan masyarakat kota untuk menggunakan waktu luangnya untuk berekreasi di alam terbuka back to nature. Kondisi tersebut juga terlihat dari semakin banyaknya minat masyarakat perkotaan di Propinsi Riau, misalnya masyarakat Kota Pekanbaru, Rengat, Pangkalan Kerinci dan Tembilahan, yang berkunjung ke lokasi ekowisata TNBT . 3 Meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara Pada Gambar 39. dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia terus mengalami peningkatan. Apabila dibandingklan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2008 sebesar 6.429.027 orang dengan pada duapuluh tahun sebelumnya yakni tahun 1989 sebesar 1.625.965 orang, maka terjadi peningkatan jumlah wisatawan sebesar 4.803.062 orang 295 , atau rata-rata terjadi peningkatan jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia sebesar 240.153 orang pada setiap tahunnya. 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000 6000000 7000000 19 89 19 91 19 93 19 95 19 97 19 99 20 01 20 03 20 05 20 07 Tahun J u m la h W is m a n o ra n g Gambar 39. Jumlah Wisatawan Mancanegara yang Berkunjung ke Indonesia Periode Tahun 1989 – 2008 Sumber : http:www.budpar.go.idstatistik.html, dibuka 15 Mei 2010 117 4 Dukungan masyarakat lokal terhadap ekowisata TNBT Berdasarkan hasil penelitian terhadap persepsi dan keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan TNBT pada Sub Bab V.A., dapat dilihat bahwa responden dari kelompok masyarakat tradisional yang menyatakan mengetahui tujuan pengelolaan TNBT sebanyak 22 , dan responden dari kelompok masyarakat penyangga yang menyatakan mengetahui tujuan pengelolaan TNBT sebanyak 59 . Sedangkan dari segi keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan ekowisata TNBT, 66 responden dari kelompok masyarakat tradisional menyatakan terlibat dan hanya 13 responden dari kelompok masyarakat daerah penyangga yang menyatakan terlibat. Data tersebut mencerminkan bahwa walaupun persepsi masyarakat tradisional terhadap tujuan pengelolaan TNBT masih rendah, namun sebagian besar dari mereka terlibat dalam pengelolaan TNBT. Sebaliknya, walaupun persepsi masyarakat daerah penyangga terhadap tujuan pengelolaan TNBT cukup tinggi, namun sebagian besar dari mereka tidak terlibat dalam pengelolaan TNBT. Namun demikian kedua kelompok masyarakat tersebut berharap agar ekowisata TNBT dikembangkan sehingga dapat lebih memberi manfaat bagi kehidupan mereka. 5 Tersedianya sarana-prasarana pendukung Sebagai sarana pendukung, terdapat beberapa hotel dan penginapan yang cukup representatif bagi ekowisatawan di sekitar lokasi kantor Balai TNBT di Rengat Barat. Beberapa hotel dan penginapan yang sering dikunjungi oleh ekowisatawan TNBT adalah Hotel Danau Raja Rengat, Wisma Five Boys Rengat Barat Penginapan Ayu Rengat Barat, Penginapan Putri Bungsu Rengat Barat, Penginapan Irma Bunda Rengat Barat, Penginapan Cendana Rengat Barat, dan penginapan Miki Mutiara Belilas. Selain hotel penginapan, ekowisatawan TNBT juga sering mengunjungi restoran rumah makan baik yang ada di sekitar Kota Rengat maupun di sekitar kawasan TNBT yang umumnya menyajikan masakan melayu dan padang. Sarana pendukung lainya adalah adanya beberapa biro agen perjalanan yang melayani jasa transportasi antara Kota Pekanbaru - Rengat – Kawasan TNBT dan Kota Jambi. Sedangkan di kawasan TNBT, kondisi sarana akomodasi hanya tersedia satu buah asrama pusat pelatihan pemadam kebakaran 8 kamar dan satu buah barak 118 petugas 4 kamar di lokasi Camp Granit yang juga difungsikan sebagai sarana akomodasi bagi ekowisatawan. Gambar 40. Hotel Danau Raja di Rengat

d. Ancaman

Nilai pengaruh dari faktor yang bersifat strategis sebagai komponen ancaman threats dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dapat dilihat pada Tabel 15. Tabel 15. Nilai Pengaruh dari Faktor yang Bersifat Strategis Sebagai Komponen Ancaman dalam Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata FAKTOR BOBOT PERINGKAT NILAI PENGARUH A. Terjadinya gangguan keamanan dan kenyamanan pengunjung 0,3 4 1,2 B. Terjadinya gangguan hutan illegal looging oleh masyarakat sekitar 0,2 3 0,6 C. Terjadinya kebakaran hutan di kawasan TNBT dan daerah penyangga 0,3 2 0,6 D. Berubahnya tata ruang di sekitar kawasan TNBT 0,1 3 0,3 E. Degradasi tata nilai budaya asli masyarakat tradisional 0,1 3 0,3 Jumlah 1 - 3,00 Uraian masing-masing peubah yang bersifat strategis sebagai unsur ancaman sebagai berikut : 119 1 Terjadinya gangguan keamanan dan kenyamanan pengunjung Faktor keamanan dan kenyamanan merupakan faktor yang menjadi pertimbangan utama bagi wisatawan dalam memilih lokasi yang akan dikunjungi. Wisawatan tidak akan tertarik untuk berkunjung ke suatu tempat yang dinilainya tidak nyaman apalagi dapat mengancam keselamatannya, walaupun lokasi tersebut sangat menarik. Dengan lokasi obyek ekowisata yang relatif terisolir, wisatawan yang akan berkunjung ke TNBT perlu lebih serius mempertimbangkan faktor keamanannya selama dalam perjalanan, misalnya dengan berkunjung dalam kelompok atau dengan pemandu. Selain itu masalah asap yang terjadi hampir pada setiap musim kemarau di wilayah Propinsi Riau, merupakan faktor lain yang sangat mengganggu kenyamanan pengunjung TNBT. 2 Terjadinya gangguan hutan illegal logging oleh masyarakat sekitar Masih sering terjadinya gangguan hutan, khususnya illegal logging, oleh masyarakat sekitar pada beberapa lokasi di kawasan TNBT dan daerah penyangganya dapat mengancam kelestarian hutan alam dan spesies flora-fauna langka, dan keindahan panorama alam yang menjadi potensi supply ekowisata TNBT. Walaupun pihak Balai TNBT telah melakukan berbagai upaya untuk mencegah dan mengurangi tingkat gangguan tersebut, baik secara pre-emtif, pre- ventif maupun re-presif, namun rendahnya tingkat sosial ekonomi masyarakat menjadi faktor pemicu tetap berlangsungnya kegiatan tersebut. 3 Terjadinya kebakaran hutan di kawasan TNBT dan daerah penyangga Kebakaran hutan yang hampir terjadi pada setiap musim kemarau di Propinsi Riau dan sekitarnya, merupakan faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terhadap kondisi ekowisata TNBT. Terjadinya kebakaran hutan akan berpengaruh terhadap penerbangan dari dan ke bandara internasional Sultan Syarif Kasim II di Kota Pekanbaru, kenyamanan ekowisatawan, serta dapat mengancam musnahnya hutan beserta isinya. Walaupun sampai saat ini jumlah hotspot yang terpantau di kawasan TNBT sangat sedikit, namun banyaknya jumlah hotspot di daerah penyangga menjadi ancaman tersendiri bagi kelestarian hutan TNBT. Peta penyebaran hotspot di kawasan TNBT dan daerah sekitarnya dapat dilihat pada Gambar 41. 120 Gambar 41 . Peta Penyebaran Hotspot di Kawasan TNBT dan Daerah Sekitarnya Periode Tahun 2006, 2007, dan 2008 4 Berubahnya tata ruang di sekitar kawasan TNBT Pengembangan ekowisata memerlukan adanya konsistensi dalam hal tata ruang wilayah. Perubahan tata ruang wilayah, khususnya pada daerah penyangga taman nasional, akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan, ekonomi, dan sosial- budaya masyarakat, yang merupakan elemen penting ekowisata. Sesuai hasil penelitian terhadap kondisi keintegrasian pengelolaan TNBT pada Sub Bab V.A, dapat dilihat bahwa penataan ruang di daerah penyangga TNBT masih sering menghadapi permasalahan, sehingga menimbulkan konflik di antara para pihak. Bentuk permasalahan yang menunjukkan lemahnya integrasi penataan ruang di daerah penyangga TNBT adalah tumpang tindih antar sektor dan konversi hutan penyangga untuk pertambangan dan kebun sawit, seperti dapat dilihat pada Gambar 42 dan Gambar 43. Sumber : Balai TNBT 121 Gambar 42. Konversi Hutan Penyangga TNBT Menjadi Tambang Batu Bara di Desa Sungai Akar Kec. Batang Gansal Kab. INHU Gambar 43 . Konversi Hutan Penyangga TNBT Menjadi Kebun Sawit di Desa Siambul Kec. Batang Gansal Kab. INHU 5 Degradasi tata nilai budaya asli masyarakat tradisional Masyarakat tradisional yang tinggal di kawasan TNBT memiliki kearifan tradisional dalam tata nilai budayanya yang telah dipraktekkan secara turun temurun. Oleh sebab itu mereka dapat hidup secara harmonis dengan lingkungannya selama lebih dari seratus tahun yang lalu. Keunikan budaya asli Sumber : Balai TNBT Sumber : Balai TNBT 122 masyarakat tradisional tersebut juga menjadi daya tarik bagi ekowisatawan. Namun demikian, adanya interaksi antara masyarakat tradisional dengan masyarakat luar misalnya ketika melakukan kegiatan jual beli hasil hutan seperti jernang dan petai , dan interaksi dengan pengunjung TNBT dapat menjadi faktor penyebab perubahan tata nilai budaya tersebut. Hal tersebut sesuai pendapat Liswanti 2004, yang menyatakan bahwa kedatangan pihak luar lebih cenderung memisahkan masyarakat lokal dengan hutan dan sebaliknya melakukan monopoli hutan, hal ini menyebabkan masyarakat mengalami disintegrasi hubungan dengan hutan yang selama ini telah menghidupi mereka.

2. Strategi dan Alternatif Program Pengembangan

Hasil analisis terhadap faktor-faktor strategis yang mempengaruhi kondisi pengelolaan ekowisata TNBT diringkas dalam matrik SWOT yang dapat dilihat pada Tabel 16. Berdasarkan Tabel 16. tersebut terdapat empat alternatif strategi untuk mengembangkan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata, yaitu : a. Strategi SO : menggunakan kekuatan S untuk memanfaatkan peluang O. Strategi ini dapat ditempuh dengan alternatif program yaitu: 1 Menggunakan potensi supply ekowisata TNBT hutan alam, spesies langka, keunikan budaya, panorama alam untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat lokal 2 Menggunakan potensi supply ekowisata TNBT untuk menarik minat masyarakat perkotaan berkunjung ke TNBT 3 Menggunakan potensi supply ekowisata TNBT untuk menarik minat wisatawan mancanegara berkunjung ke TNBT b. Strategi ST : menggunakan kekuatan S untuk mengatasi hambatan kendala T. Strategi ini dapat ditempuh dengan alternatif program yaitu : 1 Meningkatkan upaya pengamanan hutan 2 Meningkatkan upaya pencegahan kebakaran hutan 3 Meningkatkan upaya pengamanan terhadap ekowisatawan 123 Tabel 16. Matrik SWOT Pengembangan Pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata S1 S2 S3 S4 S5 Kekuatan S Hutan alam yang kondisinya relatif masih baik Kekhasan dan kelangkaan spesies flora fauna Keunikan budaya masyarakat tradisional Keindahan landscape panorama alam Tersedianya sarana-prasarana ekowisata W1 W2 W3 W4 W5 Kelemahan W Rendahnya aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata Belum intensifnya pengembangan daya tarik obyek ekowisata Belum intensifnya promosi dan publikasi ekowisata Terjadinya kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional Terbatasnya alokasi anggaran dan SDM di bidang ekowisata O1 O2 O3 O4 O5 Peluang O Dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan ekowisata TNBT Meningkatnya minat masyarakat perkotaan terhadap ekowisata back to nature Meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia Dukungan masyarakat lokal terhadap ekowisata TNBT Tersedianya sarana-prasarana pendukung hotel, restoran,dll di sekitar TNBT 1. 2. 3. Strategi SO Menggunakan potensi supply ekowisata TNBT hutan alam, spesies langka, keunikan budaya, panorama alam untuk meningkatkan dukungan pemerintah daerah dan masyarakat lokal S1, S2, S3, S4, O1, O4 Menggunakan potensi supply ekowisata TNBT untuk menarik minat masyarakat perkotaan berkunjung ke TNBT S1, S2, S3, S4, O2 Menggunakan potensi supply ekowisata TNBT untuk menarik minat wisatawan mancanegara berkunjung ke TNBT S1, S2, S3, S4, O3 1. 2. 3. 4. 5. Strategi WO Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata O1, W1 Mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha O, W4 Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata TNBT O1,O2, O3, O4, W2 Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata O1, O2, O3, O4, W3 Menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional O1, O4, W4 T1 T2 T3 T4 T5 Ancaman T Terjadinya gangguan keamanan dan kenyamanan pengunjung Terjadinya gangguan kawasan hutan illegal looging oleh masyarakat sekitar Terjadinya kebakaran hutan di kawasan TNBT dan daerah penyangga Berubahnya tata ruang di sekitar kawasan TNBT Degradasi tata nilai budaya asli masyarakat tradisional 1. 2. 3. 4. Strategi ST Meningkatkan upaya pengamanan hutan S1, S2, S3, T2 Meningkatkan upaya pencegahan kebakaran hutan S1, S2, S3, T3 Meningkatkan upaya pengamanan terhadap ekowisatawan S3, S5, T1 Melakukan sosialisasi dan pendidikan konservasi O, T 1. 2. Strategi WT Meningkatkan kualitas SDM, menyempurnakan rencana dan mengoptimalkan pengelolaan ekowisata. Melibatkan LSM dalam pengelolaan ekowisata FAKTOR INTERNAL FAKTOR EKSTERNAL 124 c. Strategi WO : mengatasi kelemahan W untuk memanfaatkan peluang O. Strategi ini dapat ditempuh dengan alternatif program yaitu: 1 Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata 2 Mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha 3 Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata TNBT 4 Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata 5 Menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional d. Strategi WT : meminimumkan kelemahan W dan menghindari ancaman T. Strategi ini dapat ditempuh dengan alternatif program yaitu: 1 Meningkatkan kualitas SDM, menyempurnakan rencana dan mengoptimalkan pengelolaan ekowisata. 2 Melibatkan LSM dalam pengelolaan ekowisata Sesuai Tabel 11., Tabel 12, Tabel 14, dan Tabel 15. dapat dihitung nilai IFAS yang merupakan selisih total nilai pengaruh faktor internal kekuatan dan kelemahan yakni sebesar 3,30 – 3,70 = - 0,40, sedangkan nilai EFAS yang merupakan selisih total nilai pengaruh faktor eksternal peluang dan ancaman yakni sebesar 3,40 – 3,00 = 0,40. Nilai IFAS negatif berarti secara kumulatif faktor kekuatan lebih kecil dibandingkan faktor kelemahan, sedangkan nilai EFAS positif berarti secara kumulatif faktor peluang lebih besar dari faktor ancaman. Berdasarkan nilai IFAS dan EFAS tersebut dibuat diagram Matrik SPACE seperti pada Gambar 44. Gambar 44. Diagram Matrik SPACE 0,1 0,2 0,3 0,4 0,5 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0,1 - 0,2 - 0,3 - 0,4 - 0,5 - 0,4 - 0,3 - 0,2 - 0,1 - Kekuatan Kelemahan Ancaman Peluang Kuadran 1. Kuadran 2. Kuadran 3. Kuadran 4. 125 Dari Gambar 44. dapat dilihat bahwa situasi pengelolaan ekowisata TNBT berada pada kuadran 3 dimana untuk menghadapi situasi tersebut perlu diterapkan strategi konservatif, yakni strategi yang dilakukan dengan cara mengatasi kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Kelemahan yang perlu diatasi adalah: 1 rendahnya aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata, 2 belum intensifnya pengembangan daya tarik obyek ekowisata, 3 belum intensifnya promosi dan publikasi ekowisata, 4 terjadinya kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional, dan 5 terbatasnya alokasi anggaran dan SDM di bidang ekowisata. Sedangkan peluang yang akan dimanfaatkan adalah: 1 dukungan pemerintah daerah terhadap pengembangan ekowisata TNBT, 2 meningkatnya minat masyarakat perkotaan terhadap ekowisata back to nature, 3 meningkatnya jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia, 4 dukungan masyarakat lokal terhadap ekowisata TNBT, dan 5 tersedianya sarana- prasarana pendukung hotel, restoran,dll di sekitar TNBT. Adapun alternatif program yang perlu dilakukan dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata adalah: Alternatif A. Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata Alternatif B. Mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha Alternatif C. Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata Alternatif D. Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata Alternatif E. Menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional Program peningkatan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata TNBT diprioritaskan pada dua jalur masuk yang menghubungkan jalan Llintas Timur Sumatera dengan kawasan TNBT, yaitu jalur dari Simpang Granit ke Camp Granit dan jalur Simpang Pendowo ke Simpang Datai. Kedua jalur masuk tersebut saat ini hanya berupa jalan tanah yang diperkeras pasir dan batu sehingga kondisinya sangat tergantung pada musim. Pada musim kemarau kedua jalur tersebut dapat dilalui oleh kendaraan roda empat maupun roda dua, sedangkan pada musim hujan jalur Simpang Pendowo ke Simpang Datai hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua. 126 Saat ini sarana akomodasi yang digunakan untuk melayani ekowisatawan adalah asrama Pusat Pelatihan Pemadam Kebakaran Hutan di Camp Granit dan rumah masyarakat lokal yang difungsikan sebagai home stay. Sedangkan sarana transportasi yang menjadi kendala adalah terbatasnya perahu yang melayani ekowisatawan di Sungai Batang Gansal. Terbatasnya alokasi anggaran Balai TNBT untuk pengelolaan ekowisata rata-rata hanya 8 menyebabkan pembangunan sarana akomodasi dan penyediaan sarana transportasi belum dapat dilaksanakan secara memadai. Oleh sebab itu perlu adanya dukungan pendanaan dari dunia usaha untuk mengintensifkan pengelolaan ekowisata TNBT. Promosi dan publikasi merupakan program yang sangat penting untuk memperkenalkan ekowisata TNBT baik pada tingkat lokal, nasional maupun internasional. Balai TNBT telah memiliki beberapa jenis media promosi dan publikasi seperti pameran, media cetak leaflet, booklet, poster, dan kalender dan media elektronik pemutaran film dan situs di internet. Karena keterbatasan alokasi anggaran, promosi dan publikasi ekowisata TNBT belum dapat dilaksanakan secara intensif. Demikian pula halnya dengan daya tarik obyek ekowisata yang sampai saat ini belum dikembangkan karena faktor keterbatasan anggaran pengelolaan ekowisata yang dimiliki Balai TNBT. Salah satu tujuan ekowisatawan mengunjungi TNBT adalah untuk menikmati keaslian hutan alam. Kawasan TNBT mempunyai hutan hujan tropis dataran rendah yang kondisinya masih alami. Terjadinya pergeseran budaya masyarakat tradisional menyebabkan perubahan pola perlangan berpindah yang mereka lakukan. Sebelumnya masyarakat tradisional melakukan perladangan berpindah dengan menerapkan sistem rotasi dan tidak melakukan pada sempadan sungai. Namun saat ini perladangan yang mereka lakukan sudah merusak keaslian hutan alam TNBT. Oleh sebab perlu upaya menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional

3. Prioritas Program Pengembangan

Setelah mengidentifikasi strategi dan alternatif program, langkah selanjutnya adalah menentukan prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata. Hal ini karena tidak mungkin semua alternatif program tersebut dapat dimplementasikan dalam waktu dan intensitas yang sama 127 karena faktor keterbatasan anggaran, waktu, dan SDM yang dimiliki oleh Balai TNBT. Untuk menentukan prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dengan mempertimbangkan preferensi dari aktor yang terlibat, maka dilakukan analisis AWOT yang merupakan integrasi antara analisis SWOT dan AHP Analytic Hierarchy Process. Analytic Hierarchy Process, yaitu suatu metode pengambilan keputusan dengan kriteria majemuk yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty Saaty, 1980; Saaty, 1986. Pada dasarnya metode AHP adalah sebuah hierarki fungsional dengan input utamanya persepsi manusia. Dengan hierarki, suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur dipecahkan ke dalam kelompok-kelompoknya, kemudian kelompok-kelompok tersebut diatur menjadi suatu struktur hierarki yang terdiri dari lima tingkatan. Penyusunan struktur hierarki ditujukan untuk menyederhanakan kompleksitas permasalahan yang dihadapi sehingga dapat dianalisis secara sistematis. Tingkat kepentingan relatif dari elemen-elemen pada struktur hierarki ditentukan melalui perbandingan berpasangan pairwise comparison. Pada masing-masing tingkatan hierarki, pakar terpilih diminta untuk membandingkan tingkat kepentingan relatif antara satu elemen terhadap elemen lainnya. Pakar yang dipilih sebanyak 14 orang yang berasal dari instansi lembaga non pemerintah perorangan yang selama ini menjadi aktor yang terlibat secara langsung dalam pengelolaan TNBT dan daerah penyangganya. Daftar pakar terpilih disajikan pada Lampiran 3. Selanjutnya bobot kepentingan dari masing-masing elemen pada setiap tingkatan hierarki digabungkan dengan cara penjumlahan terboboti weighted summation dengan bantuan perangkat lunak ExpertChoice. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat dibuat struktur hierarki seperti dapat dilihat pada Gambar 45. Dari struktur hierarki tersebut diperoleh bobot kepentingan yang menunjukkan prioritas dari lima alternatif program dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata. Sedangkan nilai pengaruh dari masing-masing faktor strategis SWOT terhadap pelaksanaan alternatif program dan tingkat prioritas dari alternatif program berdasarkan masing-masing faktor SWOT dapat dilihat pada Lampiran 4. dan Lampiran 5. 128 Komponen SWOT STRENGHTS Kekuatan Tujuan THREATS Ancaman OPPORTUNITIES Peluang WEAKNES Kelemahan Faktor B 0,189 D. Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata 0,183 C. Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata 0,229 A. Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata 0,293 B. Mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha 0,119 Faktor SWOT Alternatif Program Pengembangan Pemerintah Propinsi dan Kabupaten 0,313 LSM dan masyarakat 0,178 Pengusaha Swasta 0,123 Lembaga Pendidikan dan Penelitian 0,114 Pemerintah Pusat Balai Taman Nasional 0,272 Aktor E. Menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional 0,176 Gambar 45. Struktur Hierarki Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata Faktor A 0,241 Faktor D 0,161 Faktor C 0,214 Faktor E 0,195 Faktor B 0,243 Faktor A 0,125 Faktor D 0,221 Faktor C 0,237 Faktor E 0,175 Faktor B 0,280 Faktor A 0,151 Faktor D 0,157 Faktor C 0,161 Faktor E 0,252 Faktor B 0,104 Faktor A 0,360 Faktor D 0,138 Faktor C 0,273 Faktor E 0,124 Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata 129 Berdasarkan struktur hierarki tersebut, prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dapat digambar sebagai berikut ; Berdasarkan hasil analisis AWOT didapatkan bahwa program meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata merupakan prioritas pertama dengan nilai bobot 29,3 , prioritas ke dua adalah mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata dengan nilai bobot 22,9 , prioritas ketiga adalah mengembangkan daya tarik obyek ekowisata dengan nilai bobot 18,3 , prioritas ke empat adalah menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional dengan nilai bobot 17,6 . dan prioritas ke lima adalah mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha dengan nilai bobot 11,9 . Sedangkan tingkat peranan stakeholders terhadap pelaksanaan program dapat dilihat pada Gambar 47. Keterangan : Program A : Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata Program B : Mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha Program C : Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata Program D : Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata Program E : Menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional Nilai inconsistency 0.10 menunjukkan pemberian skor tingkat kepentingan yang konsisten Gambar 46. Prioritas Program Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata Program A Program B Program C Program D Program E 130 Gambar 47. Tingkat Peranan Stakeholders Terhadap Pelaksanaan Program Pengembangan Pengelolaan TNBT secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata Dari Gambar 47. dapat dilihat bahwa Pemerintah Propinsi dan Kabupaten merupakan aktor yang paling berperan dalam pelaksanaan program pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dengan nilai bobot tertinggi yaitu sebesar 31,3 , dan selanjutnya Pemerintah Pusat Balai Taman Nasional dengan nilai 27,2 , LSM dan masyarakat dengan nilai bobot 17,8 , Pengusaha swasta dengan nilai bobot 12,3 , dan Lembaga Pendidikan dan Penelitian dengan nilai bobot 11,4 .. Dalam rangka pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata diperlukan adanya sinergitas dalam pelaksanaan tugas dan fungsi masing-masing aktor. Pemerintah pusat dituntut untuk menyiapkan perangkat peraturan yang membuka peluang lebih luas bagi keterlibatan para pihak dalam pengembangan ekowisata TNBT. Balai TNBT sangat berperan dalam menekan tingkat kerusakan hutan dan mengintensifkan promosi publikasi ekowisata TNBT. Pemerintah daerah sangat berperan dalam peningkatan aksessibilitas dalam bentuk pembangunan sarana jalan, jembatan, dan penyediaan sarana angkutan umum, serta pembangunan sarana-prasarana pendukung lainnya. Dunia usaha lebih berperan dalam penyediaan pemodalan untuk pembangunan sarana-prasarana wisata dan pembangunan daya tarik obyek ekowisata. LSM dan masyarakat berperan dalam pelaksanaan teknis operasional di lapangan. Sedangkan lembaga pendidikan penelitian dapat melakukan kajian dalam pengembangan ekowisata TNBT dimasa mendatang. Kelima prioritas program pengembangan tersebut menjadi input masukan dalam membangun model dinamik pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata pada Sub Bab V. E. 131

E. Model Pengembangan Pengelolaan TNBT Secara Terintegrasi Berbasis Ekowisata

Model dinamik pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dibangun melalui logika hubungan antara komponen yang terkait dan interaksinya. Isu utama pembuatan model adalah bagaimana program pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dibangun dalam suatu model dinamik. Pembuatan model secara khusus ditujukan untuk mengetahui bagaimana penerapan program prioritas pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata sesuai hasil analisis pada Sub Bab V.D. berpengaruh terhadap peningkatan jumlah ekowisatawan TNBT, pendapatan masyarakat setempat dan penerimaan pemerintah. Hal tersebut sesuai definisi The International Ecotourism Society 2005 yang menyatakan bahwa ekowisata adalah kegiatan wisata yang bertanggung jawab ke daerah-daerah alami dengan menjaga kelestarian lingkungan alam dan meningkatkan kesejahteraan penduduk setempat. Konseptual model yang dibangun dapat dijelaskan sebagai berikut ; bahwa penerapan program pengembangan pengelolaan TNBT secara langsung akan meningkatkan jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT. Meningkatnya jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT akan meningkatkan pendapatan masyarakat dan penerimaan pemerintah dari kegiatan ekowisata. Berdasarkan isu, tujuan, dan konseptual tersebut maka dibangun tiga sub model yaitu: 1. Sub model ekowisatawan, 2. Sub model pendapatan masyarakat, dan 3. Sub model penerimaan pemerintah. Struktur model dinamik pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata dapat dilihat pada Gambar 48. 132 Gambar 48 Struktur model dinamik file terpisah 133 Analisis dilakukan untuk sepuluh tahun dimulai pada awal tahun 2009 dan berakhir pada tahun 2019. Beberapa asumsi yang digunakan dalam pemodelan ini adalah : 1. Ekowisatawan masuk ke kawasan TNBT hanya melalui pintu masuk yang sudah ditentukan, yaitu: Simpang Siberida, Simpang Granit dan Simpang Pendowo. 2. Setiap ekowisatawan yang datang ke TNBT membeli tiket masuk, dan bagi yang membawa kendaraan membayar retribusi sesuai ketentuan yang berlaku. 3. Pendapatan masyarakat dihitung berdasarkan pendapatan masyarakat lokal yang terlibat secara langsung dalam kegiatan ekowisata TNBT yang terdiri dari: penyewa perahu, penyewa mobil, tukang ojek, pemilik rumah makan, pemilik hotel penginapan homestay, pemandu porter, dan penjual souvenir. 4. Penerimaan pemerintah dihitung berdasarkan hasil pungutan Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP yang sudah dilaksanakan di TNBT yaitu pungutan tiket masuk, retribusi kendaraan roda empat, dan retribusi kendaraan roda dua. Sesuai Peraturan Pemerintah RI Nomor 59 Tahun 1998, seluruh penerimaan pemerintah dari pengelolaan ekowisata TNBT disetor ke kas negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak PNBP.

1. Sub Model Ekowisatawan

Sesuai hasil analisis pada Sub Bab V. D terdapat lima prioritas program yang perlu dilakukan dalam pengembangan pengelolaan TNBT secara terintegrasi berbasis ekowisata, yaitu : Prioritas 1. Meningkatkan aksessibilitas ke lokasi obyek ekowisata, Prioritas 2. Mengintensifkan promosi dan publikasi ekowisata, Prioritas 3. Mengembangkan daya tarik obyek ekowisata, Prioritas 4. Menekan tingkat kerusakan hutan akibat perladangan berpindah oleh masyarakat tradisional, dan Prioritas 5. Mengintensifkan pengelolaan ekowisata dengan melibatkan dunia usaha. Penerapan prioritas program pengembangan pengelolaan TNBT tersebut secara langsung akan berpengaruh terhadap peningkatan jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT. Beberapa variabel kunci yang digunakan untuk mengetahui pengaruh penerapan prioritas program terhadap peningkatan jumlah ekowisatawan TNBT adalah: 1 pelayanan pengunjung, 2 promosi melalui 134 pameran, 3 promosi dengan media cetak, 4 promosi melalui media elektronik, 5 jumlah obyek ekowisata, 6 kondisi jalan akses , dan 7 tingkat kerusakan hutan. Uraian dari masing-masing variabel kunci dan pengaruhnya terhadap jumlah ekowisatawan TNBT, sebagai berikut : 1. Promosi dan publikasi melalui media cetak, pameran dan elektronik Dalam rangka pengembangan ekowisata, Balai TNBT bekerjasama dengan pihak terkait telah melakukan berbagai macam kegiatan promosi dan publikasi , dalam bentuk penerbitan media cetak seperti kalender, poster, brosur, leaflet, booklet, penyelenggaraan pameran, dan media elektronik pemutaran film. Melalui kegiatan promosi dan publikasi diharapkan ekowisata TNBT akan semakin dikenal oleh masyarakat baik pada tingkat lokal, nasional, maupun internasional, sehingga akan semakin banyak ekowisatawan yang tertarik untuk berkunjung ke TNBT. Sesuai data Balai TNBT, penambahan jumlah ekowisatawan akibat penambahan volume kegiatan promosi dan publikasi dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17. Penambahan Jumlah Ekowisatawan Akibat Penambahan Volume Kegiatan Promosi dan Publikasi Jenis kegiatan promosi Volume per-tahun Perkiraan penambahan jumlah ekowisatawan Media cetak Media elektronik Pameran 2.000 eksp. 10 kali 1 kali 200 orang Media cetak Media elektronik Pameran 5.000 eksp. 20 kali 2 kali 400 orang Keterangan = kondisi sekarang 2. Jumlah obyek ekowisata Untuk meningkatkan daya tarik ekowisatawan berkunjung ke TNBT, Balai TNBT melakukan upaya pengembangan obyek ekowisata dengan cara membuka jalan akses ke obyek ekowisata baru. Pengembangan obyek ekowisata dilakukan di zona pemanfaatan intensif Camp Granit, dengan membuat jalan trail baru ke arah Bukit Tengkorak dan anak Sungai Akar. Sesuai data Balai TNBT pengaruh penambahan jumlah obyek ekowisata terhadap jumlah ekowisatawan yang berkunjung ke TNBT dapat dilihat pada Tabel 18. 135 Tabel 18. Penambahan Jumlah Ekowisatawan Akibat Penambahan Jumlah Obyek Ekowisata Jumlah Obyek Ekowisata Jumlah Eko-wisatawan 6 lokasi 516 orang 9 lokasi 1316 orang Keterangan = kondisi sekarang 3. Kondisi jalan akses ke lokasi ekowisata Seperti diuraikan pada Sub Bab V C. untuk menuju ke lokasi obyek ekowisata TNBT, dari jalan Lintas Timur Sumatera dapat ditempuh melalui tiga alternatif jalan masuk, yakni : 1 Dari Simpang Pendowo Desa Keritang ke Simpang Datai batas kawasan TNBT sepanjang sekitar 20 Km, 2 Dari Simpang Granit Desa Talang Lakat ke lokasi ekowisata Camp Granit sepanjang 13 Km, dan 3 Dari Simpang Siberida Desa Siberida ke Desa Rantau Langsat sepanjang 15 Km. Jalur pertama kondisinya berupa jalan tanah dimana pada saat musim hujan berlumpur dan hanya bisa dilalui kendaraan roda empat double gardan atau kendaraan roda dua. Jalur kedua kondisinya berupa jalan diperkeras yang sebagian besar sudah rusak, namun masih bisa dilalui oleh semua jenis kendaraan roda empat dan roda dua. Sedangkan jalur ketiga merupakan jalan kabupaten yang kondisinya sebagian sudah diaspal dan sisanya baru diperkeras. Kondisi jalur pertama dan kedua yang masih labil dan tergantung kepada musim sangat berpengaruh terhadap minat ekowisatawan untuk berkunjung ke TNBT. Berdasarkan hasil wawancara dengan ekowisatawan didapatkan data jumlah ekowisatawan yang berminat berkunjung pada masing-masing kondisi jalan akses ke lokasi obyek ekowisata TNBT seperti disajikan pada Tabel 19. Tabel 19. Jumlah Ekowisatawan Responden yang Berminat Berkunjung ke TNBT pada Setiap Kondisi Jalan Akses. Kondisi jalan akses ke lokasi obyek ekowisata Jumlah responden yang berminat berkunjung ke TNBT Diperkeras dengan pasir dan batu. Sebagian besar sudah rusak berlobang 50 Diaspal dengan kualitas biasa 75 Diaspal dengan kualitas hotmix 80 Keterangan = kondisi sekarang