Pengelolaan TN Model pengembangan pengelolaan taman nasional secara terintegrasi studi kasus pengelolaan berbasis ekowisata di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau dan Jambi

18 3 Daerah penyangga tradisional, terletak di dalam kawasan TN dimana terjadi interaksi antara masyarakat dengan sumberdaya alam yang telah berlangsung lama. Pada daerah penyangga ini harus dilakukan pengaturan dan pengawasan yang ketat terhadap sistem pemungutan sumberdaya. Tujuan pengelolaan daerah penyangga adalah mengendalikan aktifitas penggunaan lahan di sekitar dan berbatasan dengan kawasan konservasi agar lebih kompatibel dengan tujuan konservasi biodiversitas kawasan konservasi Meffe and Carroll, 1994. Untuk membina fungsi daerah penyangga, pemerintah melakukan kegiatan pengembangan sebagai berikut: 1 Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 2 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 3 Rehabilitasi lahan, 4 Peningkatan produktifitas lahan, dan 5 Kegiatan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat PP. Nomor 68 tahun 1998.

F. Pengelolaan secara Terintegrasi

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta, 2006, definisi integrasi adalah penyatuan supaya menjadi bulat atau menjadi utuh. Ahmadi 2007 mendefinisikan integrasi adalah proses pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi bertujuan untuk menghasilkan suatu pola kehidupan yang mempunyai fungsi serasi. Menurut Kay and Alder 1999 terdapat tiga jenis integrasi keterpaduan, yaitu integrasi sistem, integrasi fungsional, dan integrasi kebijakan. Integrasi sistem memasukkan pertimbangan dimensi spasial dan temporal sistem sumberdaya alam dalam persyaratan fisik, perubahan lingkungan, pola pemanfaatan sumberdaya alam, dan penataan sosial ekonomi. Integrasi ini menjamin bahwa isu-isu relevan yang muncul dari hubungan secara fisik-biologi, sosial dan ekonomi ditangani secara cukup. Integrasi ini membutuhkan berbagai ketersediaan informasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Integrasi fungsional berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan pengelolaan seperti konfirmasi antara program dan proyek dengan tujuan dan sasarannya. Integrasi ini juga mengupayakan tidak terjadinya duplikasi diantara lembaga yang terlibat, tetapi saling melengkapi. Penyusunan zonasi yang mengalokasikan pemanfaatan sumberdaya alam secara 19 spesifik merupakan salah satu bentuk efektif dari keterpaduan fungsional. Integrasi kebijakan sangat esensial untuk menjamin konsistensi dari program pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu dalam konteks kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta untuk memelihara koordinasi. Dua kegiatan atau lebih dapat dintegrasikan apabila memenuhi azas kompatibilitas. Azas kompatibilitas terdiri dari tiga macam, yaitu complete compatibility, partial compatibility, dan incompatibility. Complete compability terjadi apabila dua kegiatan atau lebih dapat berlangsung bersamaan dalam ruang dan waktu yang sama misalnya agroforestry. Partial compatibility terjadi apabila dua kegiatan atau lebih dapat dilakukan secara berurutan dalam ruang yang sama, namun dalam waktu yang berbeda misalnya sesudah tanam padi kemudian tanam kacang. Incompatibility terjadi apabila dua kegiatan atau lebih tidak dapat dilakukan secara bersamaan atau berurutan dalam ruang yang sama Nirarita, E. 1996. Kegiatan-kegiatan yang mudah diintegrasikan adalah kegiatan yang bersifat jasa services seperti pembuatan rencana dan program yang sama. Kegiatan yang agak sulit diintegrasikan adalah kegiatan untuk membuat atau merumuskan aturan main bersama norm creation, sedang yang sulit diintegrasikan adalah kegiatan yang berkaitan dengan implementasi dari aturan main yang telah disepakati bersama dan pengawasannya implementation and rules observance. Apabila tingkat kesulitan tersebut diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya alam , maka akan terlihat bahwa perencanaan termasuk kategori mudah, penataan agak sulit, sedangkan pelaksanaan dan pengawasan adalah yang paling sulit Untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam yang terintegrasi, lembaga-lembaga yang terkait harus mengetahui kegiatan apa saja yang dapat dan tidak dapat diintegrasikan dan bagaimana cara mengintegrasikannya Aunuddin, 2001. Menurut Pomeroy 1994 pengelolaan sumberdaya alam secara terintegrasi merupakan integrasi dari pengelolaan berbasis sumberdaya resource based management, pengelolaan berbasis masyarakat community based management dan pengelolaan berbasis pasar marketing based management. Reosurce based management adalah pengelolaan yang didasarkan pada kemampuan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya budaya. Community based management adalah pengelolaan sumberdaya alam yang didasarkan pada kemampuan masyarakat. Marketing based management adalah pengelolaan yang 20 didasarkan pada kemampuan dalam memanfaatkan basis-basis kompetisi seperti sumberdaya, peraturan, kelembagaan, peluang pasar, dan persaingan Pendekatan pengelolaan kawasan konservasi secara terintegrasi yang pernah diimplementasikan di Indonesia adalah Integrated Conservation and Development Program ICDP, Integrated Protected Areas System IPAS, dan pengelolaan Cagar Biosfer Biosphere Reserves. Dalam pendekatan ICDP yang diperkenalkan oleh Wells et al. 1992 pemanfaatan sumberdaya alam bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar merupakan ide sentral, akan tetapi kesinambungan dan kelestarian sumberdaya alam baik yang ada di dalam maupun sekitar kawasan TN harus tetap terjaga. Proyek ICDP yang didanai oleh Bank Dunia dirancang menurut empat komponen inti, yaitu: 1. Pengelolaan TN, yang bertujuan meningkatkan kemampuan pengelola TN dan mendukung kegiatan penegakan peraturan yang berkaitan dengan taman; 2 Pengelolaan zona penyanga, yang meliputi pengelolaan area yang berbatasan dengan TN oleh masyarakat; 3 Pembangunan sosial ekonomi masyarakat lokal, yang dirancang untuk memperbaiki perencanaan tata guna lahan, hak kepemilikan lahan, dan pengelolaan sumberdaya oleh masyarakat yang berada di sekitar TN; 4 Pemantauan dan evaluasi untuk memberikan data tambahan tentang keragaman hayati dan untuk melakukan penilaian dampak proyek terhadap masyarakat dan sumberdaya di sekitar TN. Proyek ICDP telah diaplikasikan pada banyak TN di dunia, meliputi sedikitnya 9 negara di Asia, Afrika, dan Amerika Latin Wells et al. 1992. Sedangkan di Indonesia , proyek ICDP diaplikasikan antara lain pada TN. Kerinci Seblat, TN. Dumoga Bone, dan TN. Gunung Leuser. Sedangkan pendekatan IPAS bertujuan untuk membangun sistem proteksi kawasan lindung melalui pengelolaan kawasan yang terintegrasi dan representatif serta mengacu pada nilai-nilai budaya yang dianut oleh masyarakat lokal. Sistem integrasi dalam konsep IPAS meliputi TN maupun kawasan lindung dan masyarakat sekitarnya dengan fokus perlindungan keanekaragaman hayati. Proyek IPAS di Indonesia didanai oleh Bank Pembangunan Asia ADB. Adapun pengelolaan cagar biosfer ditujukan untuk mencapai tiga fungsi dasar, yaitu: 1 fungsi konservasi, 2 fungsi pembangunan, dan 3 fungsi logistik memberikan dukungan untuk penelitian, monitoring, pendidikan, dan informasi. Beberapa atribut yang membuat Cagar Biosfer menjadi sangat penting dan berguna 21 adalah kontribusi dalam hal : 1 Konservasi biodiversitas, 2 memelihara kesehatan ekosistem menjaga erosi, memelihara kesuburan tanah, mengatur tata air, siklus nutrisi, dan menyerap polusi, 3 mempelajari sistem alam dan perubahannya, 4 mempelajari sistem tradisional dalam pemanfaatan lahan Bridgewater, 2002.

G. Ekowisata

Istilah ekowisata mulai diperkenalkan pada tahun 1987 oleh Hector Ceballos Lascurian, setelah itu beberapa pakar mendefinisikan ekowisata yang masing- masing meninjau dari sudut pandang berbeda. Menurut Hector Ceballos-Lascurain definisi dari ecoturism ekowisata adalah perjalanan wisata alam yang tidak mengganggu atau merusak lingkungan alam, dengan tujuan khusus misalnya untuk mempelajari, mengagumi dan menikmati pemandangan serta tumbuh-tumbuhan dan satwa liar, seperti setiap perwujudan kebudayaan baik masa lampau atau sekarang yang ada di daerah yang bersangkutan Fennell 1999 . Ekowisata umumnya didefinisikan sebagai perjalanan ke daerah yang masih alami untuk menikmati pemandangan dan hidupan liar Jacobson 1994, dengan asumsi bahwa sedikit atau tidak menimbulkan dampak pada lingkungan dan memberikan manfaat sebagai ekonomi dengan mempertahankan keutuhan budaya masyarakat setempat Kinnaird and O’Brien 1996; Fandeli 2000a. Ekowisata merupakan suatu perpaduan dari berbagai minat yang tumbuh dari keprihatian terhadap lingkungan, ekonomi dan sosial yang diberi batasan sebagai kegiatan yang bertumpu pada lingkungan dan bermanfaat secara ekologi, sosial dan ekonomi bagi masyarakat lokal serta bagi kelestarian sumberdaya dan keberlanjutannya Fandeli 2000b. Ekowisata tidak dapat dipisahkan dengan konservasi, oleh karena itu ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab Fandeli, 2000a. Para konservasionis melihat ekowisata sebagai kegiatan yang mampu meningkatkan kemampuan finansial dalam kegaitan konservasi dan meningkatkan kepedulian masyarakat akan pentingnyya upaya-upaya konservasi, sedangkan para ilmuan melihat ekowisata dapat mendukung dan melindungi lingkungan alami pada suatu kawasan konservasi serta diharapkan dapat menjaga kelestarian lingkungan flora dan fauna Adhikerana, 1999. Ekowisata merupakan pengelolaan alam dan budaya masyarakat dengan pendekatan konservasi yang menjamin kelestarian dan kesejahteraan Nurfatriani