Pembangunan Wilayah Model pengembangan pengelolaan taman nasional secara terintegrasi studi kasus pengelolaan berbasis ekowisata di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau dan Jambi

17 bottom-up participatory; 4. pengelolaan yang semula berbasis pemerintah menjadi berbasis multipihak collaborative management atau berbasis masyarakat lokal local community based; 5. tata pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis, dan 6. peran pemerintah dari provider menjadi facilitator. Departemen Kehutanan , 2005. Sejalan dengan pergeseran cara pandang dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19Menhut- 2004 tentang Pengelolaan Kolaboratif. Borrini-Feyerabend et al 2000 memberikan pengertian konsep “ko-manajemen” disebut juga participatory, collaborative, joint, mixed, multiparty atau round table management sebagai suatu kondisi dimana 2 dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, saling menentukan, dan saling menjamin pembagian fungsi-fungsi pengelolaan, berbagi hak dan tanggung jawab dari suatu teritori, daerah atau sumberdaya alam secara adil.

E. Pengembangan Daerah Penyangga

Kawasan TN dikelola dengan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan atau zona lain. Daerah penyangga TN adalah wilayah yang berada di luar kawasan TN, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan TN. Daerah penyangga TN mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan TN dari segala bentuk tekanan dan gangguan yag berasal dari luar dan dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan PP. Nomor 68 tahun 1998. Alikodra 1998 membagi daerah penyangga TN menjadi tiga tipe yaitu : 1 Daerah penyangga fisik, terletak pada tanah negara bebas ataupun hutan lainnya di sekitar TN yang dapat difungsikan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sekitar melalui kegiatan budidaya plasma nutfah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dimana masyarakat sering memanfaatkannya secara illegal dari dalam kawasan TN tersebut; 2 Daerah penyangga sosial, terletak di luar kawasan TN, merupa- kan wilayah administratif dimana masyarakatnya mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap keberadaan sumberdaya yang terdapat di dalam TN; dan 18 3 Daerah penyangga tradisional, terletak di dalam kawasan TN dimana terjadi interaksi antara masyarakat dengan sumberdaya alam yang telah berlangsung lama. Pada daerah penyangga ini harus dilakukan pengaturan dan pengawasan yang ketat terhadap sistem pemungutan sumberdaya. Tujuan pengelolaan daerah penyangga adalah mengendalikan aktifitas penggunaan lahan di sekitar dan berbatasan dengan kawasan konservasi agar lebih kompatibel dengan tujuan konservasi biodiversitas kawasan konservasi Meffe and Carroll, 1994. Untuk membina fungsi daerah penyangga, pemerintah melakukan kegiatan pengembangan sebagai berikut: 1 Peningkatan pemahaman masyarakat terhadap konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, 2 Peningkatan pengetahuan dan keterampilan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, 3 Rehabilitasi lahan, 4 Peningkatan produktifitas lahan, dan 5 Kegiatan lain yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat PP. Nomor 68 tahun 1998.

F. Pengelolaan secara Terintegrasi

Berdasarkan Kamus Umum Bahasa Indonesia Poerwadarminta, 2006, definisi integrasi adalah penyatuan supaya menjadi bulat atau menjadi utuh. Ahmadi 2007 mendefinisikan integrasi adalah proses pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat. Integrasi bertujuan untuk menghasilkan suatu pola kehidupan yang mempunyai fungsi serasi. Menurut Kay and Alder 1999 terdapat tiga jenis integrasi keterpaduan, yaitu integrasi sistem, integrasi fungsional, dan integrasi kebijakan. Integrasi sistem memasukkan pertimbangan dimensi spasial dan temporal sistem sumberdaya alam dalam persyaratan fisik, perubahan lingkungan, pola pemanfaatan sumberdaya alam, dan penataan sosial ekonomi. Integrasi ini menjamin bahwa isu-isu relevan yang muncul dari hubungan secara fisik-biologi, sosial dan ekonomi ditangani secara cukup. Integrasi ini membutuhkan berbagai ketersediaan informasi yang dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya alam. Integrasi fungsional berkaitan dengan hubungan antara berbagai kegiatan pengelolaan seperti konfirmasi antara program dan proyek dengan tujuan dan sasarannya. Integrasi ini juga mengupayakan tidak terjadinya duplikasi diantara lembaga yang terlibat, tetapi saling melengkapi. Penyusunan zonasi yang mengalokasikan pemanfaatan sumberdaya alam secara