Daerah Penyangga TNBT 1. Letak

67 Masyarakat Melayu dan Talang Mamak masih kental adat, pepatah mereka menyatakan “biar mati anak asal jangan mati adat” menunjukkan betapa mereka mengangungkan adat diatas kepentingan yang lainnya. Mereka juga memiliki cerita tentang hewan dan legenda alam di sekitar hutan mereka. Misalnya harimau merupakan anak manusia yang pergi ke hutan untuk menguasai hutan, begitu juga gajah dikenal sebagai datuk lumahan yang dipersepsikan memiliki kekuatan besar. dewa babi tunggal merupakan dewa pembawa rejeki dan legenda Pintu tujuh yang menceritakan kedurhakaan anak terhadap ibunya.

d. Pendidikan

Generasi tua dari penduduk yang tinggal di daerah penyangga TNBT pada umumnya buta huruf, hanya sebagian kecil dari mereka yang bisa membaca dan menulis. Namun generasi muda dari mereka pada umumnya sudah mengenal pendidikan. Rata-rata anak-anak hanya bersekolah hingga jenjang SD, hanya sedikit dari mereka yang melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sarana pendidikan yang tersedia di desa-desa daerah penyangga TNBT masih sangat terbatas, dan pada umumnya hanya Sekolah Dasar SD dan Madrasah Tsanawiyah MTs. Bagi anak yang ingin melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi harus meninggalkan desanya dan menetap di ibukota kecamatan atau kabupaten, hal ini karena jarak ke tempat sekolah yang relatif jauh dan sarana transportasi yang terbatas. Keadaan ekonomi keluarga yang pas-pasan dan keterbatasan sarana pendidikan menyebabkan anak muda tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi.

e. Mata Pencaharian

Sebagian besar sekitar 82 , mata pencaharian utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah Kabupaten Indragiri Hulu adalah bertani. Secara umum aktifitas pertanian penduduk asli adalah membuka hutan eks HPH untuk dijadikan kebun karet yang dipelihara secara tidak intensif. Mata pencaharian penduduk pendatang yang pada umumnya memiliki modal yang lebih memadai, memilih usaha membuka kebun sawit. Sedangkan mata pencaharian utama masyarakat di daerah penyangga TNBT wilayah Kabupaten Indragiri Hilir baik penduduk asli maupun pendatang adalah berkebun sawit, hanya sebagian kecil penduduk yang mengelola kebun karet Anonim, 2006 68 Mata pencaharian penduduk yang tinggal di desa penyangga TNBT wilayah Propinsi Jambi sebagian besar 69 adalah sebagai petani pemilik dan hanya sekitar 15 sebagai petani penggarap.

C. Kelembagaan Pengelolaan TNBT

Berdasarkan Pasal 34 ayat 1 UU Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, bahwa pengelolaan taman nasional dilaksanakan oleh pemerintah. Dalam penjelasan pasal tersebut dinyatakan bahwa pada dasarnya pengelolaan taman nasional merupakan kewajiban dari pemerintah sebagai konsekwensi penguasaan oleh negara atas sumberdaya alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 UUD 1945

1. Struktur Organisasi

Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.03Menhut-II2007 tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional, Struktur Organisasi Balai TNBT terdiri dari Kepala Balai, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional dan Kelompok Jabatan Fungsional yang terdiri dari Polisi Kehutanan Polhut dan Pengendali Ekosistem Hutan PEH. Struktur organisasi Balai TNBT dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Struktur Organisasi Balai Taman Nasional Bukit Tigapuluh Kepala Balai Sub Bagian Tata Usaha Seksi Pengelolaan TN Wilayah II Belilas Kelompok Jabatan Fungsional Seksi Pengelolaan TN Wilayah I Tebo 69

2. Visi dan Misi

Visi Balai TNBT adalah “ Terwujudnya sumberdaya alam dan ekosistem TNBT yang aman, dikelola secara mantap dan dimanfaatkan secara lestari dan berkeadilan yang didukung oleh kelembagaan dan kemitraan yang kuat ”. Dalam rangka mencapai visi tersebut, upaya atau misi yang dilakukan Balai TNBT adalah : 1 Meningkatkan efektifitas pengelolaan TNBT 2 Meningkatkan upaya pengawetan jenis tumbuhan, satwa liar dan ekosistemnya di TNBT. 3 Meningkatkan perlindungan hutan, pengendalian kebakaran hutan dan penegakan hokum 4 Meningkatkan pemanfaatan obyek wisata alam dan pengembangan bina cinta alam bagi masyarakat sekitar TNBT 5 Meningkatkan upaya pemanfaatan tumbuhan liar dari dalam kawasan TNBT 6 Meningkatkan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia, sarana dan prasarana 7 Meningkatkan peran serta masyarakat dan para pihak dalam kemitraan pengelolaan TNBT.

3. Sumber Daya Manusia

Keadaan sumberdaya manusia SDM Balai TNBT berdasarkan jabatannya dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Keadaan SDM Balai TNBT Berdasarkan Jabatannya No. Jabatan Jumlah Keterangan 1. Kepala Balai 1 orang 2. Kepala Sub Bagian Tata Usaha 1 orang 3. Kepala Seksi Pengelolaan Taman Nasional SPTN 2 orang SPTN Wilayah I : Tebo Jambi SPTN Wilayah II : Belilas Riau 4. Fungsional 54 orang Polisi Kehutanan : 40 orang Pengendali Ekosistem Hutan PEH : 14 orang 5. Fungsional Umum 23 orang 6. Honorer 5 orang 7. Kontrak 4 orang Jumlah 90 orang Sumber : Laporan Tahunan Balai TNBT tahun 2009 70

4. Anggaran

Keadaan anggaran pengelolaan Balai TNBT periode lima tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Keadaan Anggaran Pengelolaan Balai TNBT No. Tahun Anggaran Sumber Jumlah Rp DIPA 69 Rp DIPA 29 Rp 1. 2005 622.245.000,- 2.262.319.000,- 2.884.564.000,- 2. 2006 693.140.000,- 4.225.056.000,- 4.918.196.000,- 3. 2007 500.390.000,- 4.742.022.000,- 5.242.412.000,- 4. 2008 - 4.368.370.000,- 4.368.370.000,- 5. 2009 - 5.374.548.000,- 5.374.548.000,- Sumber : Laporan Statistik Balai TNBT tahun 2009

5. Pembagian Wilayah Kerja

Sesuai dengan kriteria pengelolaan taman nasional, berdasarkan SK Dirjen PHKA No. 17KptsDJ-V2001 tanggal 06 Februari 2001, kawasan TNBT dibagi kedalam beberapa zona, yaitu : Zona Inti 60.000Ha, Zona Rimba 45.958 ha. Zona Pemanfaatan Intensif 2.300 ha., Zona Pemanfaatan Tradisional 9.690 ha., Zona Rehabilitasi 8.700 ha., dan Enclave 1.050 ha. Peta zonasi kawasan TNBT dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14. Peta Zonasi Kawasan TNBT 71 Dalam pelaksanaan tugas di lapangan, wilayah kerja Seksi Pengelolaan Taman Nasional SPTN diatur sebagai berikut : 1 SPTN Wilayah I Tebo berkedudukan di Jambi meliputi Resort Suo-Suo dan Resort Lubuk Mandarsah, 2 SPTN Wilayah II Seberida berkedudukan di Belilas Riau meliputi Resort Lahai, Resort Siambul, Resort Talang Lakat, dan Resort Keritang. Peta pembagian wilayah kerja Balai TNBT dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15. Peta Pembagian Wilayah Kerja Balai TNBT Kawasan TNBT mempunyai panjang batas 330,76 km yang terdiri dari 197,50 km berada di Propinsi Riau dan 83 km berada di Propinsi Jambi. Tabel 10. Pembagian Wilayah Kerja Resort No. Resort Luas ha. Panjang Batas km 1. Resort Suo-Suo 18.832 57 2. Resort Lubuk Mandarsah 14.168 64 3, Resort Lahai 34.365 46 4. Resort Siambul 38.417 38 5. Resort Talang Lakat 12.370 28 6. Resort Keritang 26.071 35 Sumber : Balai TNBT dan FZS 2008 72

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Keintegrasian Pengelolaan TNBT

Hasil penelitian terhadap kondisi keintegrasian pengelolaan TNBT dalam suatu wilayah pembangunan diuraikan berdasarkan tiga bentuk keintegrasian, yaitu ; integrasi kebijakan, integrasi fungsional, dan integrasi sistem Kay and Alder, 1999.

1. Integrasi Kebijakan

Integrasi kebijakan sangat esensial untuk menjamin konsistensi dari program pengelolaan sumberdaya alam secara terpadu dalam konteks kebijakan pemerintah pusat dan daerah serta untuk memelihara koordinasi Kay dan Alder, 1999. Integrasi kebijakan pengelolaan TNBT dalam suatu wilayah pembangunan pada tingkat nasional, propinsi dan kabupaten, sebagai berikut

a. Tingkat Nasional

Pada tingkat nasional terdapat beberapa kebijakan yang terkait dengan pengelolaan daerah penyangga taman nasional dan ekowisata di kawasan taman nasional, yaitu : 1 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. 2 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan 3 Peraturan Pemerintah Nomor. 68 tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam. 4 Paraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1994 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Zona Pemanfaatan Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam. 5 Paraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. 6 Paraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Paraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan Pajak. 7 Paraturan Pemerintah Nomor 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Departemen Kehutanan dan Perkebunan.