10
Pengelolaan Taman Nasional
Pembangunan Wilayah
Sub Model Ekowisatawan
Sub Model Pendapatan
Masyarakat Sub Model
Penerimaan Pemerintah
Pengelolaan TN. Secara Terintegrasi
Model Pengembangan Pengelolaan TN. Berbasis Ekowisata KAWASAN KONSERVASI
KONSERVASI BIODIVERSITAS
Di luar KK
Kawasan Konservasi KK
Kebun raya Kebun Binatang
Taman Safari Dll.
Taman Nasional
Program Prioritas
pengembangan pengelolaan
TNBT secara terintegrasi
Model Pengembangan
Pengelolaan TNBT berbasis
Ekowisata sesuai azas –
azas pembangunan
TN secara terintegrasi
Gambar 4. Kerangka Pemikiran
TUJUAN PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL
Pengembangan Daerah
Penyangga
E K
O W
I S
A T
A
11
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Konservasi Biodiversitas
Program konservasi biodiversitas di Indonesia pertama kali dicanangkan di Denpasar, Bali pada tahun 1982 yang diawali dengan diimplementasikannya strategi
konservasi biodiversitas pada pengelolaan TN. Strategi ini telah merubah secara total sistem pengelolaan kawasan konservasi Indonesia, yang sebelumnya hanya
dilaksanakan atas dasar perlindungan dan pelestarian alam, kemudian
disempurnakan dengan program pemanfaatannya secara lestari. IUCN, UNEP dan WWF 1991 menyatakan bahwa dasar utama strategi konservasi adalah
perlindungan dan pelestarian biodiversitas dan meningkatkan kondisi sosial dan ekonomi masyarakat.
Alikodra 1998 menyatakan bahwa srategi konservasi dunia yang disiapkan oleh empat badan pelestarian dunia terkemuka, yaitu serikat pelestarian alam
internasional IUCN, dana margasatwa dunia WWF, organisasi pangan dan pertanian perserikat bangsa-bangsa FAO serta program lingkungan Perserikatan
Bangsa- Bangsa UNEP, telah ditetapkan pada tahun 1981. Untuk selanjutnya
pemerintah Indonesia telah menterjemahkannya menjadi Strategi Konservasi Indonesia. Baik Strategi Konservasi Dunia maupun Strategi Konservasi Indonesia
menunjukkan betapa pentingnya perlindungan dan pelestarian biodiversitas bagi pembangunan berkelanjutan, yang dapat dicapai melalui :
1 Menjaga proses penting serta sistem penopang kehidupan yang penting bagi
kelangsungan hidup manusia dan pembangunan; 2
Melestarikan keanekaragaman plasma nultfah yang penting bagi program budidaya, agar dapat melindungi dan memperbaiki sifat- sifat tanaman dan
hewan budidaya. Hal ini penting bagi pengembangan ilmu pengetahuan, inovasi teknologi dan terjaminnya sejumlah besar industri yang menggunakan
biodiversitas; dan 3
Menjamin kesinambungan pendayagunaan spesies dan ekosistem oleh manusia, yang mendukung kehidupan jutaan penduduk pedesaan serta dapat
menompang sejumlah besar industri.
12 WCED 1987 mendefinisikan konservasi biodiversitas adalah pengelolaan
pemanfaatan biosfer oleh manusia sedemikian rupa sehingga bisa dihasilkan kesinambungan keuntungan manfaat terbesar sekaligus memelihara potensinya
untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang the management of human use of the biosphere so that it my yield in greatest sustainability benefit
generations while maintaining its potential to meet the needs and aspiration of future generations. Sedangkan menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990, konservasi
biodiversitas adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan
tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi biodiversitas dilakukan melalui kegiatan: perlindungan sistem penyangga
kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya., dan pemanfaatan secara lestari biodiversitas dan ekosistemnya.
B. Pembangunan Berkelanjutan
Definisi pembangunan berkelanjutan sustainable development sebagaimana yang dikemukakan pada Brundland Report laporan komisi sedunia untuk
lingkungan dan pembangunan, dengan judul Our Common Future WCED, 1987; yaitu pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya the development that meets the needs of the present without compromising the ability of future
generations of meet their own needs. Menurut Keraf 2002, pembangunan berkelanjutan dapat mencapai tujuannya
apabila memperhatikan tiga aspek utama pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek ekonomi, aspek sosial budaya dan aspek lingkungan hidup.
Murdiyarso, 2003 menambahkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dapat menjamin terjadinya
pertumbuhan ekonomi economic growth, meningkatkan kesejahteraan sosial social welfare dan memperhatikan kelestarian lingkungan environtmental
integrity. Pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang
mengoptimalkan manfaat sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara berkelanjutan, dengan cara menyerasikan aktifitas manusia sesuai dengan
kemampuan sumber alam yang menopangnya dalam suatu ruang wilayah
13 Sugandhy, 1999. Pembangunan berkelanjutan memerlukan adanya integrasi yang
mantap antara pemanfaatan sumberdaya alam, sumberdaya manusia, dan sumberdaya buatan dalam suatu kurun waktu dan dimensi ruang Prinsip ini telah
disadari sejak konferensi lingkungan hidup di Stockholm tahun 1972 dimana salah satu butir deklarasinya menyatakan bahwa dalam rangka pengelolaan sumberdaya
alam yang lebih rasional untuk meningkatkan kualitas lingkungan, diputuskan suatu pendekatan terpadu dan terkoordinasi
dalam perencanaan pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan.
C. Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah regional development pada hakekatnya adalah pelaksanaan pembangunan nasional di suatu region yang disesuaikan dengan
kemampuan fisik, dan sosial region tersebut serta tetap menghormati peraturan perundang-undangan yang berlaku Ditjend Agraria, 1982.
Menurut Sukirno 1985, tujuan pembangunan adalah : 1. meningkatkan ketersediaan dan memperluas distribusi barang-barang kebutuhan pokok seperti
pangan, kesehatan, dan perlindungan, 2. meningkatkan taraf hidup, yaitu; meningkatkan pendapatan, memperluas kesempatan kerja, pendidikan yang lebih
baik, dan juga perhatian yang lebih besar pada nilai-nilai budaya dan kemanusiaan. Keseluruhannya akan memperbaiki bukan hanya kesejahteraan material tetapi juga
menghasilkan rasa percaya diri sebagai individu maupun sebagai suatu bangsa, 3. Memperluas pilihan ekonomi dan sosial yang tersedia bagi setiap orang dan setiap
bangsa dengan membebaskan mereka dari perbudakan dan ketergantungan bukan hanya dalam hubungan dengan orang dan negara tetapi juga terhadap kebodohan
dan kesengsaraan manusia. Dalam pelaksanaannya pembangunan wilayah dapat dilakukan dengan
menggunakan pendekatan yang berbeda-beda tergantung kondisi fisik, sosial, ekonomi dan budaya. Tiga pendekatan yang dapat digunakan dalam pembangunan
wilayah yaitu pendekatan pusat-pusat pertumbuhan, pendekatan sektoral, dan pendekatan wilayah. Pendekatan pusat-pusat pertumbuhan memprioritaskan
pembangunan pada kota-kota atau tempat-tempat strategis yang diharapkan dapat menarik daerah-daerah pinggiran di sekitarnya. Pendekatan sektoral adalah
pembangunan melalui pemberian prioritas pada sektor-sektor tertentu seperti sektor
14 industri, perikanan, pariwisata, dan lain-lain. Sedangkan pendekatan wilayah
ditekankan pada penanganan langsung pada para stakeholder dan masyarakat yang berada di wilayah-wilayah yang terisolasi. Pada wilayah yang terisolasi tersebut
dilakukan pencarian dan pengenalan kelompok-kelompok sasaran penduduk termiskin. Dengan demikian, pendekatan wilayah berorientasi pada pemerataan dan
keadilan yang bertujuan untuk memperkecil bahkan menghilangkan kesenjangan ekonomi dan sosial, baik antar kelompok dalam masyarakat maupun antar daerah
dapat terwujud Mubyarto, 2000.
D. Pengelolaan TN
FAO 1982, mendefinisikan TN sebagai kawasan luas dan relatif belum terganggu yang memiliki nilai alam tinggi, dengan kepentingan konservasi tinggi,
potensi rekreasi tinggi, mudah dikunjungi dan bermanfaat bagi daerah. Sedangkan dalam IUCN 1994, TN termasuk Kategori II yang didefinisikan sebagai wilayah
alamiah di daratan atau lautan yang ditunjuk untuk : 1
Melindungi integritas ekologi satu atau lebih untuk kepentingan generasi kini dan yang akan datang;
2 Melarang eksploitasi dan okupasi yang bertentangan dengan tujuan
penunjukannya; 3
Memberikan landasan untuk pengembangan spiritual, ilmu pengetahuan, pendidikan, rekreasi, dan kesempatan bagi pengunjung yang ramah secara
ekologi dan budaya. Dalam sistem hukum Indonesia UU Nomor 5 Tahun 1990, PP Nomor 68
Tahun1998 TN didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli , dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan
penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.
Berdasarkan IUCN 1994, tujuan pengelolaan TN adalah : 7
Melindungi wilayah alami dan pemandangan indah yang memiliki nilai tinggi secara nasional atau internasional untuk tujuan spiritual, ilmu pengetahuan,
pendidikan, rekreasi, dan pariwisata;
15 8
Melestarikan sealamiah mungkin perwakilan dari wilayah fisiografi, komunitas biotik, sumberdaya genetik dan spesies, untuk memelihara keseimbangan
ekologi, dan keanekaragaman hayati; 9
Mengelola penggunaan oleh pengunjung untuk kepentingan inspiratif, pendidikan, budaya, dan rekreasi dengan tetap mempertahankan areal tersebut
pada kondisi alamiah atau mendekati alamiah; 10 Menghilangkan dan mencegah eksploitasi atau okupansi yang bertentangan
dengan tujuan penunjukannya; 11 Memelihara rasa menghargai terhadap ciri ekologi, geomorfologi, kekeramatan,
atau estetika yang menjadi pertimbangan penunjukannya; dan 12 Memperdulikan
kebutuhan masyarakat
lokal, termasuk
penggunaan sumberdaya alam secara subsisten, sepanjang tidak menimbulkan pengaruh
negatif terhadap tujuan pengelolaan. Menurut Ditjen. PHKA 2007, tujuan pengelolaan TN adalah terjaminnya
keutuhan kawasan; terjaminnya potensi serta keragaman tumbuhan, satwa , dan ekosistemnya; dan optimalnya manfaat TN untuk tujuan penelitian, ilmu
pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi. Pendekatan pengelolaan TN mengalami perkembangan dari waktu ke waktu.
Pada era tahun 1800-an mengacu pada penetapan TN Pertama di Dunia yaitu TN Yellow Stone di Amerika Serikat tahun 1872, pembangunan TN merupakan upaya
perlindungan terhadap spesies tertentu sebagai prioritas pertama dengan “menyingkirkan “ kepentingan kehidupan manusia. Pada era tahun 1970-an,
kongres IUCN International Union for Conservation of Nature and Natural Resources di New Delhi 1969 menetapkan bahwa kawasan konservasi harus
dibagi menjadi beberapa kategori menurut kriteria tertentu sehingga pengelolaannya lebih efektif dan efisien.
Pada era tahun 1980-an, berdasarkan hasil Kongres TN ke 3 di Bali tahun 1982, bahwa setiap kawasan konservasi harus memiliki rencana pengelolaan
sebagai panduan bagi pengelola. Selanjutnya Kongres WNPC World National Park Congres ke 4. tahun 1993 di Caracas, Venezuela 1993 mengamanatkan bahwa
pengelolaan kawasan konservasi tidak bisa hanya dikelola oleh single institution, melainkan harus melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan. Sedangkan
Kongres WNPC ke 5 tahun 2003 di Durban, Yordania memandatkan bahwa
16 pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi
para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar.
Menurut Ditjen. PHKA 2007, TN dikelola dengan prinsip dasar sebagai berikut :
1 Pendayagunaan potensi TN untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan,
pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi, diupayakan agar tidak mengurangi luas kawasan, tidak menyebabkan berubahnya fungsi, serta
tidak memasukkan jenis tumbuhan dan satwa yang tidak asli; 2
Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan TN ditata kedalam zona inti, zona rimbazona bahari, dan zona pemanfaatan;
3 Masyarakat sekitar secara aktif diikutsertakan dalam pengelolaan TN sejak
perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatannya; dan 4
Dalam hal dijumpai kerusakan habitat dan atau penurunan populasi satwa
yang dilindungi, maka setelah melalui pengkajian yang seksama dapat dilakukan kegiatan: pembinaan habitat, pembinaan populasi, rehabilitasi
dengan jenis tumbuhan asli, reintroduksi dengan jenis satwa asli, pengendalian dan atau pemusnahan jenis tumbuhan dan atau satwa yang tidak asli yang
diidentifikasi telah dan akan mengganggu ekosistem kawasan. Menurut Hockings et al 1999 kapasitas pengelolaan kawasan konservasi
terdiri dari tiga dimensi yaitu: 1 sistem pemerintahan dukungan politik, legislasi, dan system desain dari kawasan konservasi , 2 tingkat sumberdaya tenaga, dana
dan sarana-prasarana, dan 3 dukungan masyarakat kesadaran dan dukungan. Dalam upaya untuk mewujudkan efektifitas pengelolaan kawasan yang dilindungi,
terpenuhinya kebutuhan kesetaraan, keadilan sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, telah terjadi pergeseran cara pandang paradigm
shift dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi, antara lain : 1. perubahan fungsi kawasan yang dilindungi dari yang semula semata-mata hanya untuk
perlindungan keanekaragaman
hayati menjadi
kawasan perlindungan
keanekaragaman hayati yang juga berfungsi sosial ekonomi jangka panjang untuk mendukung pembangunan yang berkesinambungan; 2. beban biaya pengelolaan
dari yang semula ditanggung pemerintah menjadi beban bersama pemerintah dan penerima manfaat; 3. kebijakan pengelolaan dari yang semula top-down menjadi