Pembangunan Berkelanjutan Model pengembangan pengelolaan taman nasional secara terintegrasi studi kasus pengelolaan berbasis ekowisata di Taman Nasional Bukit Tigapuluh Provinsi Riau dan Jambi

16 pengelolaan kawasan konservasi harus mampu memberikan manfaat ekonomi bagi para pihak yang berkepentingan, termasuk masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar. Menurut Ditjen. PHKA 2007, TN dikelola dengan prinsip dasar sebagai berikut : 1 Pendayagunaan potensi TN untuk kegiatan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi, diupayakan agar tidak mengurangi luas kawasan, tidak menyebabkan berubahnya fungsi, serta tidak memasukkan jenis tumbuhan dan satwa yang tidak asli; 2 Dalam upaya pencapaian tujuan pengelolaan, kawasan TN ditata kedalam zona inti, zona rimbazona bahari, dan zona pemanfaatan; 3 Masyarakat sekitar secara aktif diikutsertakan dalam pengelolaan TN sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga pemanfaatannya; dan 4 Dalam hal dijumpai kerusakan habitat dan atau penurunan populasi satwa yang dilindungi, maka setelah melalui pengkajian yang seksama dapat dilakukan kegiatan: pembinaan habitat, pembinaan populasi, rehabilitasi dengan jenis tumbuhan asli, reintroduksi dengan jenis satwa asli, pengendalian dan atau pemusnahan jenis tumbuhan dan atau satwa yang tidak asli yang diidentifikasi telah dan akan mengganggu ekosistem kawasan. Menurut Hockings et al 1999 kapasitas pengelolaan kawasan konservasi terdiri dari tiga dimensi yaitu: 1 sistem pemerintahan dukungan politik, legislasi, dan system desain dari kawasan konservasi , 2 tingkat sumberdaya tenaga, dana dan sarana-prasarana, dan 3 dukungan masyarakat kesadaran dan dukungan. Dalam upaya untuk mewujudkan efektifitas pengelolaan kawasan yang dilindungi, terpenuhinya kebutuhan kesetaraan, keadilan sosial dan demokrasi dalam pengelolaan sumberdaya alam, telah terjadi pergeseran cara pandang paradigm shift dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi, antara lain : 1. perubahan fungsi kawasan yang dilindungi dari yang semula semata-mata hanya untuk perlindungan keanekaragaman hayati menjadi kawasan perlindungan keanekaragaman hayati yang juga berfungsi sosial ekonomi jangka panjang untuk mendukung pembangunan yang berkesinambungan; 2. beban biaya pengelolaan dari yang semula ditanggung pemerintah menjadi beban bersama pemerintah dan penerima manfaat; 3. kebijakan pengelolaan dari yang semula top-down menjadi 17 bottom-up participatory; 4. pengelolaan yang semula berbasis pemerintah menjadi berbasis multipihak collaborative management atau berbasis masyarakat lokal local community based; 5. tata pemerintahan dari sentralistis menjadi desentralistis, dan 6. peran pemerintah dari provider menjadi facilitator. Departemen Kehutanan , 2005. Sejalan dengan pergeseran cara pandang dalam pengelolaan kawasan yang dilindungi, pemerintah menetapkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.19Menhut- 2004 tentang Pengelolaan Kolaboratif. Borrini-Feyerabend et al 2000 memberikan pengertian konsep “ko-manajemen” disebut juga participatory, collaborative, joint, mixed, multiparty atau round table management sebagai suatu kondisi dimana 2 dua atau lebih aktor sosial bernegosiasi, saling menentukan, dan saling menjamin pembagian fungsi-fungsi pengelolaan, berbagi hak dan tanggung jawab dari suatu teritori, daerah atau sumberdaya alam secara adil.

E. Pengembangan Daerah Penyangga

Kawasan TN dikelola dengan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan atau zona lain. Daerah penyangga TN adalah wilayah yang berada di luar kawasan TN, baik sebagai kawasan hutan lain, tanah negara bebas maupun tanah yang dibebani hak yang diperlukan dan mampu menjaga keutuhan kawasan TN. Daerah penyangga TN mempunyai fungsi untuk menjaga kawasan TN dari segala bentuk tekanan dan gangguan yag berasal dari luar dan dari dalam kawasan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan atau perubahan fungsi kawasan PP. Nomor 68 tahun 1998. Alikodra 1998 membagi daerah penyangga TN menjadi tiga tipe yaitu : 1 Daerah penyangga fisik, terletak pada tanah negara bebas ataupun hutan lainnya di sekitar TN yang dapat difungsikan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat sekitar melalui kegiatan budidaya plasma nutfah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dimana masyarakat sering memanfaatkannya secara illegal dari dalam kawasan TN tersebut; 2 Daerah penyangga sosial, terletak di luar kawasan TN, merupa- kan wilayah administratif dimana masyarakatnya mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap keberadaan sumberdaya yang terdapat di dalam TN; dan