Analisis Struktur, Perilaku, dan Kinerja Pasar

tengkulak desa maupun pedagang pengumpul memilih memasarkan wortel organik karena harga jual wortel organik di pasar cenderung tinggi dan stabil.

5.3.2. Umur Sampel

Petani produsen wortel organik di Desa Sukagalih memiliki tingkat usia yang bervariasi, yaitu antara 29-61 tahun. Petani yang berada pada rentang umur 20-29 tahun ada satu orang. Petani yang berada pada rentang umur 30-39 tahun sebanyak dua orang. Petani yang berada pada rentang umur 40-49 tahun hanya satu orang. Petani yang berada pada rentang umur 50-59 ada dua orang dan satu orang petani berada pada rentang umur 60-69 tahun. Sebaran umur sampel pedagang di Desa Sukagalih bervariasi. Umur pedagang tengkulak desa berada pada rentang 30-39 tahun. Satu orang pedagang pengumpul berada pada rentang umur 40-49 tahun. Pedagang pengumpul yang berada pada rentang umur 50-59 tahun ada satu orang dan satu orang pedagang berada pada rentang umur 70-79 tahun. Sebaran umur petani dan pedagang wortel organik di Desa Sukagalih disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Sebaran Umur Petani dan Pedagang Wortel Organik di Desa Sukagalih Tahun 2013 Rentang Usia Petani Pedagang Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase 20-29 tahun 1 14.29 0.00 30-39 tahun 2 28.57 1 25.00 40-49 tahun 1 14.29 1 25.00 50-59 tahun 2 28.57 1 25.00 60-69 tahun 1 14.29 0.00 70-79 tahun 0.00 1 25.00 Jumlah 7 100.00 4 100.00 Sumber: Data Primer, 2013 diolah

5.3.3. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan petani berpengaruh terhadap tingkat penyerapan teknologi baru. Petani produsen wortel organik yang menjadi sampel penelitian pernah mengikuti pendidikan formal. Tingkatan pendidikan formal yang diterima berbeda-beda. Pendidikan terendah yang ditempuh petani adalah pendidikan sekolah dasar SD sebanyak empat orang. Dua orang petani menempuh pendidikan diploma D3 dan satu orang petani menempuh pendidikan sarjana S1. Adanya petani yang menjalani tingkat pendidikan lebih dari pendidikan SD cenderung memiliki pengetahuan yang lebih mengenai pertanian organik sehingga menjadi salah satu faktor bagi mereka untuk bertani wortel secara organik. Penyuluhan-penyuluhan yang diterima petani, ditambah dengan petani yang memiliki pendidikan lebih tinggi dapat mempengaruhi petani lainnya untuk beralih bertani secara organik. Pendidikan yang ditempuh tengkulak desa adalah pendidikan sekolah dasar, sedangkan pendidikan yang ditempuh dua orang pedagang pengumpul adalah pendidikan diploma dan satu pedagang pengumpul menempuh pendidikan sarjanasederajat. Hal ini mengindikasikan bahwa pedagang memiliki informasi lebih mengenai pemasaran dengan komoditas wortel organik lebih menguntungkan karena nilai jualnya yang lebih tinggi. Tingkat pendidikan yang diterima petani dan pedagang wortel organik disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Tingkat Pendidikan Petani dan Pedagang Wortel Organik di Desa Sukagalih Tahun 2013 Tingkat Pendidikan Petani Pedagang Jumlah orang Persentase Jumlah orang Persentase SDSederajat 4 57.14 1 25.00 D3Sederajat 2 28.57 2 50.00 S1Sederajat 1 14.29 1 25.00 Jumlah 7 100.00 4 100.00 Sumber: Data Primer, 2013 diolah

5.3.4. Luas Lahan dan Status Kepemilikan Lahan

Petani produsen wortel organik yang menjadi sampel penelitian sebagian besar merupakan petani penggarap. Tanah yang menjadi lahan usahatani organik bagi petani sebagian besar milik dari PT Ciliwung. PT Ciliwung memberikan hak guna lahan kepada petani agar dapat digunakan menjadi lahan usahatani mereka. Petani produsen wortel organik yang berstatus sebagai pemilik lahan hak guna pakai sebanyak lima orang. Petani yang memiliki status sebagai pemilik lahan asli sebanyak dua orang. Satu orang petani memiliki luas lahan kurang dari 500 M 2 sebesar 14.29 persen. Lima orang petani dengan lahan garapan antara 500 sampai dengan 1 000 M 2 sebesar 71.43 persen. Satu orang petani lainnya memiliki luas lahan lebih dari 1 000 M 2 sebesar 14.29 persen. Lahan yang digunakan untuk bertanam wortel organik tidak terlalu besar dikarenakan petani produsen wortel organik