e. Praktek jual beli wortel organik dilakukan dengan cara memesan wortel organik kepada petani produsen wortel organik. Pedagang pengumpul
kemudian mengambil wortel organik atau petani mengantarkan sendiri wortel organik kepada konsumen akhir. Petani saluran satu, dua, dan tiga
bertindak sebagai penerima harga price taker karena pangsa petani yang kecil. Petani saluran empat dan lima melakukan proses tawar-menawar
untuk mendapatkan kesepakatan harga jual dan beli. Sistem penentuan harga yang dilakukan tengkulak desa dan pedagang pengumpul berupa
tawar-menawar. Sistem pembayaran yang diterima semua lembaga pemasaran adalah sistem tunai langsung dan tunai tidak langsung.
3. Saluran pemasaran satu dan tiga lebih efisien dibandingkan saluran pemasaran dua, empat, dan lima. Saluran pemasaran satu dan tiga memiliki nilai total
marjin terendah dan nilai farmer’s share tertinggi.
7.2. Saran
1. Guna mencapai saluran pemasaran wortel organik yang efisien di Desa Sukagalih, petani produsen wortel organik disarankan menggunakan pola
saluran satu atau tiga agar pelaku pemasaran yang terlibat lebih sedikit sehingga petani produsen memiliki nilai marjin yang rendah dan nilai
farmer’s share yang tinggi. Petani produsen wortel organik sebaiknya memperbanyak
jaringan yang luas dalam memasarkan wortel organik sehingga petani dapat menjual wortel organik ke berbagai tempat tanpa harus selalu menjual melalui
pedagang perantara. 2. Pada penelitian lanjutan efisiensi pemasaran wortel organik disarankan agar
menggunakan analisis integrasi pasar untuk mengetahui perubahan harga wortel organik di tingkat pedagang pengumpul dapat mempengaruhi perubahan
harga wortel organik di tingkat petani produsen.
DAFTAR PUSTAKA
Ariyanto. 2008. Analisis Tataniaga Sayuran Bayam Kasus Desa Ciaruten Ilir, Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor. Skripsi Sarjana. Program
Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Asmarantaka, R. W. 2009. Pemasaran Produk-produk Pertanian dalam Bunga Rampai Agribisnis Seri Pemasaran. Editor Nunung Kusnadi, dkk. IPB
Press, Bogor. Badan Pusat Statistik. 2012. Produksi Sayuran di Indonesia, 1997-2011.
[terhubung berkala] http:www.bps.go.idtab_subview.php?kat=3tabel= 1daftar=1id_subyek=55notab=70 10 Mei 2012.
. 2014. Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Wortel, 2009-2013. [terhubung berkala] http:www.bps.go.idtab_subview.php?
kat=3tabel=1daftar=1id_subyek=55notab=65 22 Agustus 2014. . 2014. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Berita Resmi
Statistik No.1602Th. XVII, 5 Februari 2014, Jakarta. . 2012. Pedoman Umum Hortikultura. Kementerian
Pertanian, Jakarta. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2013. Pengembangan Hortikultura Berbasis
Sumberdaya Nusantara. Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Jakarta.
Downey, W. D. and P. E. Steven. 1992. Manajemen Agribisnis. Terjemahan. Edisi Kedua. Penerbit Erlangga, Jakarta.
Handayani, S. A., A. Dja’far, dan A. Y. Kurniawan. 2011. Tataniaga Jeruk Siam Citrus nobilis Lour di Desa Sungai Kambat Kecamatan Cerbon
Kabupaten Barito Kuala. Jurnal Agribisnis Pedesaan, 11:1-16. Hidayat, B. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Tataniaga Jambu Getas
Merah di Kelurahan Sukaresmi Kecamatan Tanah Sareal Kota Bogor. Skripsi Sarjana. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan
Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kohls, R. L. and J. N. Uhl. 2002. Marketing Of Agricultural Products. MacMilian Publishing Company, New York.
Kotler, P. 2003. Manajemen Pemasaran Jilid I dan II. Edisi Milenium. Prenhalindo, Jakarta.
Limbong, W. M. dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian Bahan Kuliah Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Institut Pertanian
Bogor, Bogor.