Internal Eksternal
KEKUATAN Strengths – S
1. Kualitas
produk yang
dihasilkan 2.
Kedekatan lokasi usaha dengan input produksi
3. Harga yang diberikan sesuai
dengan kualitas produksi 4.
Intensitas promosi 5.
Kecukupan modal jangka panjang
6. Kemampuan usaha untuk
menghasilkan modal 7.
Sarana dan prasarana 8.
Proses produksi 9.
Pemberian insentif karyawan
10. Ketrampilan karyawan
KELEMAHAN Weakness - W 1.
Persediaan input produksi
PELUANG Opportunities-O 1.
Adanya peraturan
pemerintah tentang
usaha perikanan 2.
Isu flu burung dan antraks
3. minat
masyarakat terhadap ikan lele
4. Kemajuan teknologi
5. ancaman radiasi nuklir
di jepang STRATEGI
– SO 1.
Meningkatkan produksi dengan menambah area
budidaya dan penebaran benih.
S1,S2,S3,S5,S6,S8,S10,O1, O2,O3,O4,O5
2. Penggunaan teknologi tepat guna
STRATEGI –WO
1. Memanfaatkan bantuan
pemerintah terkait dengan akses penyediaan input
produksi. W1,O1,O3,O4
2. Bekerjasama dengan penyedia input produksi dari
luar daerah.
ANCAMAN Threats-T 1.
Kondisi jalan 2.
Kenaikan harga bahan baku dan input produksi
3. Kenaikan BBM dan
TDL 4.
Peningkatan jumlah
pembudidaya 5.
Adanya pengaruh
produk subsitusi 6.
Hama dan penyakit 7.
Iklim dan cuaca STRATEGI
– ST 1.
Mempertahankan kualitas produk
S1,S2,S3,S4,S5,S6,S7,S8,S 9,S10,T1,T2,T3,T4,T5
STRATEGI – WT
1. Mengusahakan pakan
alternatif yang bagus, lebih murah dan berkelanjutan
serta menjalin kerja sama dengan penyedia input
produksi tersebut W1,T1,T2,T3,T4,T5
Gambar 7. Matriks SWOT di CV Jumbo Bintang Lestari
Sumber : Data Primer
7.7. Analisis Matriks QSP Quantitative Strategic Planning
Setelah diperoleh beberapa alternatif strategi melalui tahapan pencocokan, yaitu dengan menggunakan matriks SWOT, maka tahap akhir dari analisis strategi
adalah pemilihan strategi terbaik. Alat analisis yang digunakan pada tahap pengambilan keputusan adalah dengan menggunakan analisis QSPM. Teknik ini
menggunakan input dari analisis tahapan masukan dan hasil pencocokan dari analisis tahap pemanduan untuk menentukan secara objektif diantara alternatif
strategi. Secara konsep, QSPM menentukan daya tarik relative dari berbagai
strategi berdasarkan seberapa jauh faktor strategis internal dan eksternal dimanfaatkan atau diperbaiki. Nilai AS Attractiveness Score menunjukkan daya
tarik masing-masing strategi terhadap faktor kunci internal dan eksternal perusahaan. Nilai AS diperoleh melalui kuisioner yang ditujukan kepada
responden. Nilai TAS Total Attractiveness Score dari masing-masing responden diperoleh dari hasil perkalian bobot rata-rata dan nilai AS dari setiap faktor kunci
strategis. Semakin tinggi TAS maka semakin menarik alternatif strategi tersebut sebagai prioritas strategi untuk dilaksanakan usaha budidaya ikan lele di CV.
Jumbo Bintang Lestari. Kemudian dilanjutkan perhitungan nilai STAS Sum Total Attractiveness Score dari masing-masing responden dengan cara menjumlahkan
seluruh TAS dari masing-masing faktor internal dan eksternal perusahaan. Secara rinci perhitungan QSPM dapat dilihat pada Lampiran 8.
Berdasarkan pengolahan QSPM, diperoleh prioritas strategi yang dapat dijalankan usaha budidaya ikan lele di CV. Jumbo Bintang Lestari berdasarkan
penjumlahan TAS terbesar. Prioritas strategi yang dapat dilakukan adalah
menigkatkan produksi produk dengan nilai STAS tertinggi yaitu sebesar 6,608.
Secara keseluruhan, prioritas strategi untuk pengembangan usaha usaha budidaya ikan lele CV. Jumbo Bintang Lestari adalah sebagai berikut :
1. Meningkatkan produksi dengan menambah area budidaya total nilai Daya
Tarik sebesar 6,608. 2.
Mempertahankan kualitas produk total nilai Daya Tarik sebesar 6.595. 3.
Mengusahakan pakan alternatif serta bekerjasama dengan penyedia bahan baku total nilai Daya Tarik sebesar 6.268.
4. Memanfaatkan bantuan dari pemerintahan dan dinas terkait sebagai
penyampai informasi antara pemerintah, masyarakat dan pembudidaya dalam promosi, pinjaman lunak, serta pelatihan pembudidaya total nilai Daya Tarik
sebesar 5.311.
Untuk menjalankan prioritas strategi meningkatkan produksi dengan menambah
area budidaya
maka diperlukan
program-program dalam
merealisasikannya. Salah satunya yaitu dengan membeli atau menyewa tanah yang berisi kolam-kolam budidaya produksi. Pembelian atau penyewaan kolam-
kolam budidaya ini dilakukan menyesuaikan dengan kemampuan modal yang dimiliki. Jika mempunyai modal yang berlebih maka pembelian tanah merupakan
pilihan yang baik, hal ini dikarenakan tanah yang berisi kolam-kolam dapat dijadikan aset jangka panjang..
Dalam teknis budidaya yang digunakan pun perlu menerapkan teknologi budidaya berupa konstruksi kolam yaitu terpal, semi permanen dam permanen.
Untuk modal dalam skala kecil dapat digunakan kolam terpal yang memiliki jangka waktu ekonomis yang singkat yaitu dua tahun. Sedangkan jika memiliki
modal berlebih maka perlu dibangun kolam semi permanen dengan asumsi dasar tanah untuk penumbuhan pakan alami ikan lele dan kolam permanen untuk
budidaya intensif berskala besar. Begitu pula dengan teknologi yang lainnya seperti padat tebar yang tinggi, penggunaan pakan buatan yang terjadual dengan
tepat, pemberian vitamin, saluran masuk dan keluar air yang modern serta sirkulasi air yang baik.
Dengan penambahan luasan area budidaya, maka mjumlah penebaran benih pun harus ditingkatkan. Dengan jumlah padat tebar 250-300 ekorm
2
untuk ukuran benih 4-6 cm. Penambahan benih ikan lele untuk penebaran di luasan area
budidaya baru, mesti memperhatikan kondisi lingkungan tersebut. Perlakuan penyusaian tersebut biasa disebut dengan aklimatisasi benih. Hal tersebut
dilakukan agar benih tidak terkejut dengan perubahan suasana dari kolam pembenihan ke kolam pembesaran yang baru.
Penggunaan karyawan terampil dalam proses budidaya merupakan salah satu yang dibutuhkan untuk meningkatkan produksi. Karyawan yang terampil
akan meminimalisir kesalahan kerja dalam proses budidaya pembesaran ikan lele sangkuriang. Pengrekrutan dapat dilakukan dengan menggunakan masyarakat
sekitar. Dengan menggunakan karyawan terampil dari daerah sekitar, maka diharapkan akan meminimalisir biaya transportasi dan biaya pengawasan ke lokasi
budidaya. Kehadiran warga sekitar sebagai karyawan memberikan kesan baik
pada usaha yang dijalankan. Hal tersebut dikarenakan adanya efek positif pada masyarakat sekitar.
Modal menjadi landasan untuk mengembangkan suatu usaha. Adanya ketersediaan modal dalam perusahaan dapat menjadi suatu keuntungan dalam
melakukan pengembangan usaha kedepannya. Begitu pula dengan program kerja pengembangan usaha pembesaran ikan lele akan segera terealisasi dengan
perencanaan yang tepat.
VIII KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan