2 Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Siswa pada Indikator Rinci
Elaboration Pada soal post test yang diberikan, soal nomor 2, 4 dan 6 mewakili
indikator rinci. Berdasarkan perhitungan, rata-rata kemampuan berpikir rinci kelas ekperimen adalah 6,38 dengan persentase 53,21, sedangkan rata-rata
kemampuan berpikir rinci kelas kontrol adalah 5,67 dengan persentase 47,22. Berikut ini adalah contoh hasil jawaban salah satu siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol dari hasil post test yang mewakili indikator rinci sebagai berikut:
Soal Nomor 6
Perhatikan bangun ruang berikut ini
Agar tampak tampak lebih menarik, seluruh bangun ruang tersebut akan dicat, harga tiap kaleng cat adalah Rp. 42.500,00. Hitunglah biaya pengecatan jika
tiap kaleng cat dapat digunakan untuk mengecat seluas 7m
2
Soal Nomor 6 di atas adalah persoalan menghitung biaya pengecatan suatu bangun ruang. Dari soal ini siswa diminta menyelesaikannya dengan
langkah-langkah yang terperinci, dimulai dari menghitung luas permukaan bangun, menghitung banyak kaleng cat yang dibutuhkan hingga akhirnya
menghitung biaya pengecatan, selain itu siswa juga dituntut untuk menyelesaikannya dengan cara mereka sendiri agar permasalahan tersebut
lebih mudah untuk dikerjakan.
Cara menjawab siswa kelas eksperimen
Gambar 4.11 Jawaban
Post Test Pada Soal Nomor 6 Kelas Eksperimen
Cara menjawab siswa kelas kontrol
Gambar 4.12 Jawaban
Post Test Pada Soal Nomor 6 Kelas Kontrol
Gambar 4.11 memperlihatkan bahwa siswa kelas eksperimen mampu mengembangkan gagasannya dalam menjawab soal, siswa kelas eksperimen
melakukan langkah yang detail dengan cara menguraikan atau memisahkan bangun ruang tersebut dalam bentuk bidang datar yaitu persegipanjang dan
menentukan ukuran rusuk-rusuknya, kemudian menghitung luas bangun tersebut dan mencari kelilingnya, setelah itu mencari luas permukaannya yaitu
luas permukaan prisma. Setelah luas permukaan didapat, mencari biaya pengecatan dengan menghitung terlebih jumlah kaleng yang dibutuhkan
kemudian mengalikan dengan harga cat perkaleng, sedangkan Gambar 4.12 menunjukkann bahwa kelas kontrol merasa kebingungan dalam menjawab
soal dan hanya menuliskan apa yang diketahui di soal. Dari jawaban siswa kelas kontrol diketahui bahwa siswa kelas kontrol tidak mampu memerinci
permasalahan agar lebih mudah dikerjakan, sehingga jawabannya pun terkesan asal-asalan.
Perbedaan dalam menjawab dikarenakan siswa kelas eksperimen lebih terlatih dalam menyelesaikan suatu permasalahan sehingga lebih mudah untuk
dikerjakan. Dalam model pembelajaran experiential learning terdapat tahap abstrak-aktif dimana siswa diberikan masalah dan menuntut siswa melakukan
langkah-langkah yang terperinci dalam menyelesaikannya, sehingga mereka akan terbiasa untuk menuliskan seluruh informasi yang ditemukan dari soal
terlebih dahulu, kemudian menentukan konsep matematika yang berkaitan dengan masalah tersebut, setelah itu barulah siswa dapat menyelesaikan soal
dengan perhitungan. Berdasarkan pembahasan di atas, terlihat bahwa kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa yang menggunakan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional. Hal ini bisa disebabkan karena pembelajaran di kelas eksperimen dirancang agar siswa mengkonstruksi pengetahuannya sendiri,
terlatih lebih aktif dalam mencetuskan ide atau mengemukakan gagasannya mengenai suatu permasalahan dan menguraikan secara detail suatu
permasalahan sampai pada penyelesaian masalah tersebut. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa kemampuan berpikir
kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning lebih dominan pada indikator lancar sebesar 71,5,
yaitu siswa mengemukakan banyak gagasan dan jawaban terhadap suatu
berpikir tingkat tinggi. Hasil temuan penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Tatag Yuli Eko Siswono dalam jurnalnya tentang upaya
meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan masalah, hasil penelitian Tatag untuk indikator lancar mencapai persentasi 65,71,
temuan pada penelitian ini telah cukup mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa lebih baik dengan persentase 71,15.
3. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini belum sempurna, berbagai upaya telah dilakukan peneliti agar memperoleh hasil yang optimal dan sesuai
dengan yang diharapkan, namun masih terdapat beberapa keterbatasan, di antaranya sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya diteliti pada bahasan pokok bangun ruang sisi datar
saja, sehingga belum dapat digeneralisasikan pada pokok bahasan lain. 2.
Pengontrolan variabel dalam penelitian ini hanya pada aspek kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sedangkan untuk aspek lain tidak
dilakukan pengontrolan. 3.
Pada awal pertemuan, siswa terlihat masih kebingungan dalam menerapkan model pembelajaran experiential learning di kelas walaupun peneliti telah
menyampaikan instruksi secara rinci. Siswa juga sulit sekali diminta menyampaikan pendapat di depan kelas mengenai konsep bangun ruang
sisi datar serta kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, walaupun secara tertulis mereka telah dapat menjawabnya. Kesulitan ini dikarenakan siswa
selama ini hanya menerima materi secara mentah dari guru, sehingga siswa sangat pasif. Setelah diberikan penjelasan lebih mendalam, akhirnya siswa
secara bertahap mulai terbiasa dengan proses yang terdapat pada model pembelajaran experiential learning dan mampu melaksanakannya dengan
baik. 4.
Alokasi waktu yang terbatas, sehingga lebih diperlukan persiapan dan pengelolaan kelas yang baik agar siswa terkontrol secara maksimal selama
proses pembelajaran berlangsung.
69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan mengenai pembelajaran matematika menggunakan model pembelajaran experiential
learning terhadap kemampuan berpikir kreatif matematis di MTs Negeri Pagedangan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan
model pembelajaran experiential learning memiliki skor rata-rata kemampuan berpikir kreatif matematis sebesar 62,27 sedangkan
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional memiliki skor rata-rata sebesar 51,00. Dilihat
dari indikator berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan model pembelajaran experiential learning, yaitu indikator lancar 71,15 dan
rinci 53,21, sedangkan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional, indikator lancar 57,50 dan rinci 47,22. Kemampuan
yang menonjol pada indikator lancar yaitu kemampuan memberikan memberikan banyak kemungkinan jawaban dan indikator rinci yaitu
kemampuan menuliskan informasi yang diketahui pada soal. 2.
Kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi daripada
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional t
hitung
= 3,573, dan p-value = 0,0005 0,05. Dengan demikian model pembelajaran experiential learning memberikan
pengaruh terhadap kemamampuan berpikir kreatif matematis siswa dibandingkan pembelajaran konvensional.
3. Model pembelajaran experiential learning memberikan pengaruh yang
tergolong besar terhadap kemampuan berpikir
kreatif matematis dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, terdapat beberapa saran terkait pada skripsi ini, diantaranya:
1. Bagi siswa
Siswa diharapkan lebih aktif mengemukakan gagasannya dan lebih rinci menguraikan masalah agar menjadi mudah untuk dikerjakan serta lebih
bersemangat dalam mengerjakan LKS yang diberikan sehingga kemampuan berpikir kreatif matematis siswa semakin berkembang baik.
2. Bagi guru
Model pembelajaran experiential learning mampu meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa, sehingga pembelajaran
tersebut dapat menjadi salah satu alternatif pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru.
3. Bagi Peneliti Lain
a. Penelitian ini hanya ditujukan pada pembelajaran matematika pada
pokok bahasan bangun ruang sisi datar, oleh karena itu sebaiknya peneliti lain mengembangkan pada pokok bahasan matematika lainnya.
b. Penelitian berikutnya diharapkan dapat meneliti indikator-indikator
kemampuan berpikir kreatif matematis lainnya, seperti kemampuan berpikir luwes dan orisinil serta kemampuan berpikir matematis
tingkat tinggi yang lain.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ali Hamzah, H.M. dan Muhlisrarini. Perencanaan dan Strategi Pembelajaran Matematika. Jakarta: PT Grafindo Persada. 2014.
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar EvaluasiPendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. 2005.
Azhari. Peningkatan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematik Siswa Melalui Pendekatan Konstruktivisme di Kelas VII Sekolah Menengah Pertama
SMP Negeri Banyuasin III. Jurnal Pendidikan Matematika FKIP Universitas Sriwijaya. Vol 7 No. 2, 2013.
Basleman, Anisah dan Syamsu Mappa. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: PT Remaja Rosda Karya. 2011.
Clark, Robert W. The Potential of Experiential Learning Models and Practices In Career and Technical Education and Career and Technical Teacher
Education, Journal of Career and Technical Education, Vol 25 No. 2, 2010.
Cohen, Jacob. Statistical Power Analysis For The Behavioral Sciences. London: Lawrence Erlbaum Associates Publisher. 1988.
Fardah, Dini Kinati. Analisis Proses dan Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa dalam Matematika Melalui Tugas Open-Ended, Jurnal KREANO FMIPA
UNNES. Vol. 3, No. 2, 2012. Florida, Richard et al., Creativity and Prosperity: The Global Creativity Index.
Toronto: Martin Prosperity Institute, 2011. Fry, Heather dkk,. A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education.
New York: Routledge. 2009. Kadir. Statistika Terapan. Jakarta: RajaGrafindo Persada. 2015.
Knisley, Jeff. “A Four Stage Model of Mathematical Learning”, http:faculty.etsu.eduknisleyjMathematicsEducatorArticle.pdf,
15 Desember 2014.
Kolb, Alice Y. and David A. Kolb. Learning Styles and Learning Spaces: Enhancing Experiential Learning in Higher Education. Academy of
Management Learning Education, Vol. 4 No. 2, 2005. Kuswana, Wowo Sunaryo. Taksonomi Berpikir. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya. 2011. Mahmudi, Ali. Mengembangkan Kemampuan Berpikir Siswa Melalui
Pembelajaran Matematika Realistik, Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY. 2009.
Munandar, S. C. Utami. Mengembangkan Kreativitas Anak Sekolah. Jakarta: PT. Gramedia, Cet. III, 1999.
Munif, I.R.S dan Mosik. Penerapan Metode Experiential Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah
Dasar, Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia 5 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang, 2009.
Nahrowi dan Maulana. Pemecahan Masalah Matematika. Bandung: UPI PRESS. 2006.
Nazir, Moh. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia, Cet. 7, 2009. Noer, Sri Hastuti. Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran
Berbasis Masalah Open-Ended. Jurnal Pendidikan Matematika. Vol. 5 No. 1, 2011.
Nurochim. Perencanaan Pembelajaran Ilmu-Ilmu Sosial. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Cet. 1. 2013.
Pisa 2012 Result in Focus, dari http:www.oecd.orgpisakeyfindingspisa-2012- results-overview.pdf.
Purnami, Rahayu S. dan Rohayati. Implementasi Model Experiential Learning dalam Pengembangan Softskills Mahasiswa yang Menunjang Integrasi
Teknologi, Manajemen dan Bisnis. Jurnal Penelitian Pendidikan, Vol. 14 No. 1, 2013.
Rahmawati, Jeni dan Isti Hidayah. Keefektifan Experiential Learning dengan Strategi REACT terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis. Unnes