indikator yang akan digunakan dalam penelitian seperti yang diuraikan dalam tabel berikut:
Tabel 2.1 Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dalam Penelitian
Indikator Perilaku Siswa
Lancar Menghasilkan kemungkinan banyak gagasan atau
jawaban. Rinci
Menguraikan masalah dengan melakukan langkah- langkah yang terperinci.
2. Model Pembelajaran Experiential Learning
a. Pengertian Model Pembelajaran Experiential Learning
Salah satu kunci keberhasilan dalam pembelajaran adalah dengan adanya penggunaan model pembelajaran yang digunakan oleh guru. Model
pembelajaran yang digunakan guru harus mampu mengarahkan siswa menjadi aktif dan terlibat langsung dalam pengalaman belajar yang
bermakna. Mills berpendapat bahwa model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
30
Menurut Arends, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang akan
digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan
kelas.
31
Melalui model pembelajaran guru dapat membantu peserta didik mendapatkan
informasi, ide,
keterampilan, cara
berpikir, dan
mengekspresikan ide. Belajar akan lebih efektif jika terjadi dalam proses yang aktif. Pada
pembelajaran tersebut, siswa tidak hanya menerima materi pembelajaran yang disampaikan oleh guru, namun lebih dari itu, siswa berpikir dalam
mempelajari teori dan konsep kemudian mempraktikannya. Dengan mempraktikkan inilah, siswa lebih lama dalam mengingat pembelajaran
30
Agus Suprijono, Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013, Cet. X, h. 45.
31
Ibid, h. 46.
karena siswa mengaplikasikan konsep yang telah dipelajari ke dalam suatu permasalahan. Dewey berpendapat bahwa pengalaman merupakan jantung
kehidupan manusia yang akan mengantarkannya ke arah pertumbuhan dan kedewasaan.
32
Dari pendapat tersebut, maka seharusnya pembelajaran yang dilakukan mampu memberikan pengalaman yang bermakna kepada siswa
agar terus tumbuh dan berkembang dalam segala aspek kehidupan. Experiential Learning Theory ELT yang kemudian menjadi dasar
model pembelajaran experiential learning dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal 1980-an. Dalam experiential learning, pengalaman mempunyai
peran sentral dalam belajar. Penekanan inilah yang membedakan ELT dari teori-teori lainnya.
Menurut Kolb “ELT defines learning as the process whereby knowledge is created through the transformation of experience.
Knowledge results from the combi-nation of grasping and transforming experience”.
33
Teori ini mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui pengalaman experience. Pengetahuan
merupakan hasil dari kombinasi memahami dan mentransformasi pengalaman.
Teori ini mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui pengalaman experience. Pengetahuan merupakan hasil
dari kombinasi memahami dan mentransformasi pengalaman. Teori pembelajaran Kolb terdiri atas empat tahap pembelajaran yang nyata,
yaitu Pengalaman Konkret Concrete Experience, Observasi Reflektif Reflective
Observation, Konseptualisasi
Abstrak Abstract
Conceptualization, dan Eksperimentasi Aktif Active Experimentation.
34
Keempat gaya ini memiliki keterkaitan antar gaya, maka dari itu keempat gaya ini tidak dapat dipisahkan dalam prosesnya.
32
Anisah Basleman dan Syamsu Mappa, Teori Belajar Orang Dewasa, Bandung: PT Remaja Rosda Karya, 2011, h. 115.
33
Alice Y. Kolb and David A. Kolb, “Learning Styles and Learning Spaces: Enhancing Experiential Learning in Higher Education,” Academy of Management Learning
Education, Vol. 4, No. 2 Juni, 2005: p. 194.
34
Robert W. Clark , “The Potential of Experiential Learning Models and Practices In
Career andTechnical Education and Career and Technical Teacher Education ,” Journal of Career
and Technical Education, Vol 25, no. 2 Winter 2010 : p. 49.
Concrete Experience Feeling
Reflect Observation Watching
Abstact Conceptualization Thinking
Active Experimentation Doing
Gambar 2.1 Skema Model Gaya Siklus Empat Tahap Pembelajaran Kolb
Menurut empat siklus yang digambarkan oleh Kolb diatas, experiential learning dimulai dari sebuah pengalaman kongkrit Concrete Experience
yang menjadi dasar untuk melakukan tahap refleksi dan observasi Reflect Observation terhadap pengalaman tersebut. Dalam proses observasi dan
refleksi ini siswa berusaha memahami apa yang terjadi atau apa yang dialaminya. Hasil refleksi ini akan diasimilasi dalam konsep-konsep abstrak
Abstract Conceptualization dan selanjutnya dirumuskan suatu hipotesis baru untuk diuji kembali pada situasi baru Active Experimentation.
35
Keempat siklus ini membentuk empat gaya belajar, Felder dan Herman menjelaskan sebagai berikut.
36
1 Konkrit-Reflektif, merupakan kombinasi dari tahap CE dan RO. Pada
gaya ini pembelajar membangun pemahaman dari pengalaman sebelumnya sehingga pada tahap ini siswa lebih banyak mengumpulkan
informasi. 2
Konkrit-Aktif, merupakan kombinasi dari CE dan AE. Pada gaya ini pembelajar belajar dengan trial and error.
3 Abstrak-Reflektif, merupakan kombinasi dari AC dan RO. Pada gaya ini
pembelajar belajar dari deskripsi yang rinci.
35
Heather Fry, dkk, A Handbook for Teaching and Learning in Higher Education New York: Routledge, 2009, p. 16.
36
Jeff Knisley, “A Four Stage Model of Mathematical Learning,” artikel diakses pada 15 Desember 2002 dari
http:faculty.etsu.eduknidleyjMathematicsEducatorArticle.pdf , p. 5.
4 Abstrak-Aktif, merupakan kombinasi dari AC dan AE. Pada gaya ini
pembelajar aktif
mengaplikasikan ide-ide
abstraknya dan
mengembangkan strategi-strategi individualnya. Knisley menginterpetasikan gaya belajar Kolb sebagai gaya belajar
matematika. Korespondensi antara gaya belajar Kolb dan aktivitas pembelajar dalam matematika sebagai berikut.
Tabel 2.2 Gaya Belajar Kolb dalam Pembelajaran Matematika
37
Kolb’s Learning Styles Equivalent Mathematical Style
Concrete, Replective Concrete, Active
Abstract, Reflective Abstract, Active
Allegorizers Integrators
Analyzers Synthesizers
Gaya belajar concrete-replective berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar allegorizers. Pada saat berperan sebagai allegorizers, siswa
membentuk konsep baru berdasarkan apa yang sudah diketahui sebelumnya. Gaya belajar concrete-active berkorespondensi dengan aktivitas
pembelajar integrators. Pada saat berperan sebagai integrators siswa melakukan kegiatan eksplorasi terhadap konsep baru dengan melakukan
serangkaian kegiatan percobaan untuk mengetahui karakteristik terhadap konsep baru sehingga terjadi pembaruan konsep lama.
Gaya belajar abstract-reflective berkorespondensi dengan gaya pembelajar analyzers, yaitu siswa menganalisis pengalaman pada kegiatan
percobaan untuk membentuk konsep baru yang abstrak beserta karakteristiknya.
Gaya belajar abstract-active berkorespondensi dengan aktivitas pembelajar synthesizers, yaitu siswa telah memperoleh serangkaian
pengalaman yang utuh dan menyelesaikan masalah yang terkait dengan konsep baru.
Model experiential learning memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memutuskan pengalaman apa yang menjadi fokus mereka,
37
Ibid.