Teori belajar konstruktivisme Deskripsi Teoretik

4. Model Pembelajaran Konvensioanal

Model pembelajaran yang sering digunakan oleh guru dalam pembelajaran sehari-hari adalah model pembelajaran konvensional. Model pembelajaran konvensional yang digunakan biasanya berupa metode ekspositori. Metode ekspositori adalah metode mengajar dimana guru lebih banyak bertutur di dalam kelas sedangkan siswa hanya menyimak penjelasan guru. Langkah-langkah pembelajaran dengan metode ekspositori dapat dirinci sebagai berikut: 46 a. Persiapan, dalam tahap ini berkaitan dengan mempersiapkan siswa untuk menerima pembelajaran. b. Penyajian, dalam tahap ini guru menyampaikan materi pembelajaran sesuai dengan persiapan yang telah dilakukan. Guru berusaha semaksimal mungkin agar materi pelajaran dapat dengan mudah ditangkap dan dipahami oleh siswa. c. Korelasi, dalam tahap ini guru menghubungkan materi pembelajaran dengan pengalaman siswa untuk memberikan makna terhadap materi pelajaran. d. Menyimpulkan, adalah tahapan memahami inti dari materi pembelajaran yang disajikan. e. Mengaplikasikan, merupakan tahapan unjuk kemampuan siswa setelah menyimak penjelasan guru. Dalam pembelajaran ekspositori, materi pembelajaran disampaikan langsung oleh guru. Siswa tidak dituntut untuk menemukan materi tersebut dan materi pembelajaran seakan-akan sudah jadi saat diberikan. Begitu juga dengan memberikan relevansi materi dalam kehidupan sehari-hari dilakukan sebagai kegiatan tambahan bukan suatu keharusan. Pembelajaran ekspositori merupakan bentuk dari pendekatan pembelajaran yang berorientasi kepada guru yang berarti peran guru sangat dominan dalam pembelajaran. 46 Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, Ed.1 Cet 5, h. 185.

B. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

1. Penelitian yang dilakukan di kelas VII SMPN 6 Purworejo pada kelas VII D dan VII E tahun pelajaran 20122013 oleh Jeni Rahmawati dan Isti Hidayah 2013 yang berjudul Keefektifan Experiential Learning dengan Strategi REACT terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis. Jurusan Matematika, FMIPA, Universitas Negeri Semarang, Indonesia. Hasil penelitian menyatakan bahwa 1 Peserta didik yang diajar dengan model Experiential Learning dengan Strategi REACT sudah mencapai ketuntasan minimal, 2 rata-rata kemampuan matematis peserta didik yang diajar dengan model Experiential Learning dengan Strategi REACT lebih baik dibanding yang diajar dengan model ekspositori. 2. Penelitian yang dilakukan oleh I. R. S Munif dan Mosaik 2009 pada kelas V SD yang berjudul Penerapan Metode Experiential Learning pada Pembelajaran IPA untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan dalam empat siklus. Teknik pengumpulan data hasil belajar kognitif dengan post tes, afektif dengan angket, dan psikomotorik yang diperoleh dari lembar pengamatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan metode experiential learning dalam pembelajaran sains IPA dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas lima sekolah dasar. Hal ini ditunjukkan dengan peningkatan nilai rata-rata dan ketuntasan belajar siswa pada tiap siklusnya. 3. Penelitian yang dilakukan oleh Sri Hastuti Noer pada kelas VIII SMP di kota Bandar Lampung. Diambil dua kelas dari masing-masing sekolah peringkat tinggi SMPN 4 dan sekolah peringkat sedang SMPN 12 dengan teknik purposive sampling. Dalam penelitian ini, kelompok eksperimen memperoleh PBMO dan kelompok kontrol memperoleh pembelajaran konvensional. Penelitan ini berjudul Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Berbasis Masalah Open-Ended. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan rata-rata peningkatan kemampuan berpikir kreatif antara siswa yang mengikuti pembelajaran pada kelompok sampel tersebut yakni dengan pembelajaran berbasis masalah open-ended dan dengan pembelajaran konvensional.

C. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan ilmu yang mendasari lahirnya ilmu-ilmu lain dan berperan penting dalam perkembangan teknologi masa kini. Oleh karena itu, penguasaan terhadap matematika dirasakan sangat perlu karena matematika diajarkan di semua jenjang pendidikan. Hal ini sebagai bekal peserta didik dalam menguasai kompetensi dasar, berpikir logis, kritis, sistematis dan kreatif. Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika dengan penyelesaian yang berbeda namun tetap diterima keabsahannnya. Kemampuan berpikir kreatif meliputi kemampuan memunculkan banyak gagasan, jawaban maupun pertanyaan, mampu melihat permasalahan serta menghasilkan jawaban dari perspektif yang berbeda, menyusun sesuatu yang baru dan mampu mengembangkan ide lain dari suatu ide dan mampu memperinci suatu permasalahan. Kemampuan berpikir kreatif digolongkan dalam kemampuan berpikir tingkat tinggi. Pada kenyataannya, kemampuan berpikir kreatif kurang dikembangkan, hal ini dapat dilihat dari latihan soal yang diberikan guru yang berupa soal rutin. Selain itu, guru menggunakan strategi ekspositori yang menjadikan siswa kurang aktif dan kreatif dalam pembelajaran. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis, salah satunya dengan menggunakan model pembelajaran experiential learning. Model pembelajaran experiential learning dapat membuat siswa aktif dan kreatif dalam pembelajaran, karena pada model pembelajaran ini, siswa menemukan sendiri pengetahuan pembelajaran dengan cara mengalami langsung proses pembelajaran tersebut kemudian menggunakan kemampuan berpikirnya untuk menyelesaikan masalah dengan mengaplikasikan pengetahuannya yang telah didapatkan melalui pengalaman. Dengan belajar melalui pengalaman sendiri, siswa dituntut berpikir untuk memunculkan ide- ide dalam menemukan konsep melalui tahapan-tahapan experiential learning, mampu memperinci suatu permasalahan, sehingga menjadi lebih mudah untuk dipahami dan akan mengarah pada penyelesaian masalah tersebut. Dengan pembelajaran seperti ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kreatif matematis. Untuk lebih jelasnya, kerangka berpikir yang dibangun dalam penelitian ini dapat dilihat dalam gambar berikut. Gambar 2.2 Kerangka Berpikir Penelitian

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis dalam penelitian ini adalah kemampuan berpikir kreatif matematis siswa yang diajar dengan model pembelajaran experiential learning lebih tinggi dari siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Solusi: Penerapan Model Pembelajaran Experiential Learning Konkrit- Reflektif Konkrit-Aktif Abstrak- Reflektif Abstrak-Aktif Lancar Rinci Kemampuan Berpikir Kreatif Terlatih dan Meningkat Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis Kurang Terlatih