82
tersebut, praktek kepercayaan tradisional terkait kelahiran anak masih melekat dilakukan sampai sekarang. Saat penulis melakukan penelitian di desa studi,
seorang perempuan muda berusia 19 tahun baru saja melahirkan anak pertamanya. Selama dua minggu pasca melahirkan, ada perlakuan khusus bagi sang
perempuan, baik di siang maupun malam hari. Saat tidur di malam hari, dia tidak diperbolehkan untuk tidur berbaring tetapi tidur sambil duduk dengan
bersandarkan pada kasur kapuk yang digulung dan ditumpuk. Selama dua minggu tersebut pula, ibu baru tersebut tidak diperbolehkan keluar rumah.
Lekatnya isu fertilitas dengan perempuan juga terlihat pada tanggungjawab perawatan bayi dan ibu pasca melahirkan yang umumnya dibebankan kepada
orangtua perempuan ibu dari sang ibu baru. Sang nenek akan menanggung tanggung jawab tersebut selama kurang lebih satu bulan, setelah satu bulan dan
sang ibu sudah sehat, maka ia dapat kembali beraktifitas seperti semula. Maka, semakin sering sang nenek memiliki cucu baru, semakin sering pula waktunya
tersita untuk kegiatan reproduksi sang anak.
5.7 Nilai Anak
Nilai anak bagi penduduk desa studi adalah sebagai pelindung atau jaminan keamanan di hari tua. Maksud jaminan keamanan di sini adalah bahwa akan ada
orang yakni anak yang akan merawat mereka saat mereka sudah tidak mampu lagi merawat diri sendiri. Baik anak perempuan dan anak lelaki dianggap sama
pentingnya dalam keluarga. Pandangan ini tampak dari pasangan suami istri yang menginginkan hadirnya anak perempuan setelah kedua anak sebelumnya lelaki,
dan pasangan lain yang menginginkan anak lelaki setelah ketiga anak sebelumnya perempuan. Berdasarkan wawancara, baik istri maupun suami menganggap anak
perempuan atau lelaki sama pentingnya, yang paling penting adalah bahwa mereka berbakti kepada orangtua. Hal ini tercermin dari pernyataan responden
berikut ini. “Lelaki penting bagi keluarga, tapi kalau semua anak laki-laki repot, tidak
ada yang merhatiin dan membantu ibu di rumah, apalagi kalau semua sudah menikah. Bagaimanapun, anak perempuan lebih dekat ke ibu
dibanding anak lelaki.” Ibu J, 47 tahun.
83
“Anak lelaki atau perempuan sama pentingnya bagi Ibu, yang paling penting mereka menurut dan sayang dengan orangtua.” Ibu E, 50 tahun.
Dari pernyataan tersebut, terdapat perbedaan harapan antara lelaki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan temuan Darroch et al. 1981 bahwa di
kalangan masyarakat Sunda, anak lelaki lebih diharapkan untuk mampu memberikan bantuan finansial dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan
lebih diharapkan untuk memberikan bantuan di dalam rumah dan perhatian serta perawatan kepada orangtua.
Anak lelaki dianggap jauh lebih bernilai dibandingkan anak perempuan hanya pada keluarga kiai, karena hanya anak lelakilah yang nantinya akan dapat
mewarisi pesantren dan memimpin pesantren tersebut setelah sang ayah meninggal. Pada kasus 1 kiai tanpa anak lelaki kiai lain memiliki anak lelaki,
ketiadaan anak lelaki dari sang istri menjadi alasan bagi sang kiai untuk menikah lagi.
Temuan di desa studi ini masih sejalan dengan temuan Darroch et al. 1981 yang melakukan penelitian mengenai nilai anak pada masyarakat Sunda dan Jawa.
Mereka menemukan bahwa baik pada masyarakat Jawa atau Sunda, tidak ada preferensi jenis kelamin anak yang kuat. Baik masyarakat Sunda atau Jawa
menginginkan anak-anak dengan kombinasi jumlah kelamin yang lengkap perempuan dan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa nilai anak bukanlah
sebuah nilai yang mudah berubah meski telah lebih dari 3 dekade sudah dilalui sejak Darroch et al. 1981 melakukan penelitiannya.
5.8 Desired Fertility