31
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Relasi Gender dalam Pengambilan Keputusan Keluarga
Relasi gender di dalam keluarga menggambarkan bagaimana akses dan kontrol suami dan istri dalam setiap keputusan keluarga. Relasi gender dalam
keluarga dapat dilihat dari sifat hubungan antara istri dan suami sebagaimana disampaikan oleh Scanzoni dan Scanzoni 1981 dalam Suleeman 2004 yang
menyebutkan bahwa terdapat empat macam pola perkawinan yakni owner property, head complement, senior junior partner dan equal partner. Secara
singkat, perbedaan dari keempat pola perkawinan tersebut disampaikan pada Tabel 2.
Keputusan untuk memiliki anak dan jumlahnya, sebagaimana keputusan- keputusan lain dalam rumah tangga adalah hasil dari sebuah proses pengambilan
keputusan antar anggota keluarga, dan dipengaruhi oleh pihak di luar keluarga. Galvin dan Bromel 2000 dalam Jrank tidak ada tahun mendefinisikan
pengambilan keputusan sebagai sebuah proses di mana sebuah keluarga menentukan pilihan, melakukan penilaian atas pilihan dan menghasilkan
keputusan yang akan menjadi acuan atas perilaku anggota keluarga. Proses pengambilan keputusan di dalam keluarga adalah sebuah aktivitas komunikasi
yang bersandar pada pengekspresian makna. Aktivitas komunikasi tersebut dapat merupakan aktivitas yang eksplisit para anggota keluarga duduk bersama dan
mendiskusikan keputusan yang akan diambil atau implisit saat anggota keluarga menentukan pilihan berdasarkan keputusan sebelumnya dan pertimbangan-
pertimbangan lain yang mungkin tidak terucap. Proses pengambilan keputusan dalam keluarga dapat menjadi sebuah proses yang penuh dengan ketegangan, atau
proses yang sangat menyenangkan atau suatu proses yang suasananya berada di antara kedua suasana tersebut. Dalam proses pengambilan keputusan, keluarga
dapat memecahkan perbedaan antar anggotanya Galvin dan Brommel, 2000 dalam Jrank, tidak ada tahun. Lebih lanjut, Atkinson dan Stephen 1990 dalam
Jrank tidak ada tahun menemukan bahwa proses pengambilan keputusan dalam
keluarga terkait erat dengan nilai- nilai “nilai-nilai dikomunikasikan di dalam
32
Tabel 2 Empat Pola Perkawinan
Owner property Head
complement Senior junior
partner Equal partner
Kedudukan istri - suami
Istri adalah milik suami,
sebagaimana barang berharga
lainnya. Istri adalah
pelengkap suami.
Istri adalah teman yang
dianggap sebagai “junior”
oleh suami. Istri adalah
rekan suami.
Tugas istri - suami
Terdapat pemisahan yang
tegas antara tugas suami dan
tugas istri. Suami bertugas
mencari nafkah, sementara istri
wajib mengerjakan
pekerjaan rumah.
Tugas utama suami adalah
mencari nafkah dan istri bertugas
di rumah, jika suami memiliki
waktu luang maka ia dapat
membantu istri di rumah. Istri
dapat pula bekerja, tetapi
harus seizin suami.
Istri memiliki kebebasan yang
lebih besar dalam
melakukan tugas di ruang publik
demi pengembangan
dirinya. Namun, sebagai junior,
dia tidak boleh melebihi
suaminya di ruang publik
misal: dalam bidang
pendapatan, karir,
pendidikan. Tidak ada
pemisahan yang tegas antara
tugas istri dan suami. Istri dan
suami dapat melakukan tugas
sesuai pilihan mereka untuk
mencapai tujuan keluarga
bersama-sama.
Tugas domestik
– Tugas di
ruang publik
Tugas-tugas domestik
dianggap memiliki nilai
yang lebih rendah
dibandingkan tugas-tugas di
ruang publik. Tugas-tugas
domestik dianggap
memiliki nilai yang lebih
rendah dibandingkan
tugas-tugas di ruang publik.
Tugas-tugas domestik
dianggap memiliki nilai
yang lebih rendah
dibandingkan tugas-tugas di
ruang publik. Tugas-tugas
domestik dinilai sama pentingnya
dengan tugas- tugas di ruang
publik.
Status sosial istri dan
pengakuan atas
keberadaan- nya
Status sosial istri sesuai status
suaminya. Pengakuan
diperoleh perempuan jika
ia melakukan tugasnya sebagai
istri sesuai perintah suami.
Status sosial istri sesuai status
suaminya. Pengakuan atas
istri sangat tergantung pada
pengakuan publik atas
kedudukan suami. Istri
menjadi pendukung karir
suami di ruang publik
Status sosial istri mengikuti status
sosial suami. Status sosial dan
pengakuan atas keberadaan istri
diperoleh atas kemampuannya
sendiri dan tidak dikaitkan dengan
status suami.
Lanjutan Tabel 2
33
Owner property Head
complement Senior junior
partner Equal partner
Pengambil keputusan
dalam rumah
tangga Mutlak di tangan
suami Istri dapat
memberikan pendapat, tetapi
keputusan akhir mutlak di tangan
suami. Istri memiliki
kontribusi lebih besar dalam
keputusan rumah tangga
dibandingkan dalam pola
perkawinan sebelumnya.
Namun suami tetap memiliki
kuasa yang sedikit lebih
banyak dibanding istri
dalam mengambil
keputusan akhir. Baik istri dan
suami mempunyai
porsi kekuasaan yang sama
dalam melakukan
pengambilan keputusan dalam
rumah tangga.
Dirangkum dari Suleeman 2004 keluarga dan nilai-nilai tersebut akan menjadi bagian dari dasar asumsi anggota
keluarga untuk mengkoordinasikan tindakan mereka masing-masing di masa depan”. Oleh karena itu, pengambilan keputusan dalam keluarga menjangkau
berbagai tujuan dan aktivitas keluarga. Pudjiwati Sajogyo 1983 telah pula membuat mengidentifikasi lima pola pengambilan keputusan dalam rumah tangga.
Kelima pola tersebut adalah pengambilan keputusan oleh istri atau suami sendiri, bersama setara, dan atau bersama dengan suami atau istri dominan.
Dikaitkan dengan analisis gender, pengambilan keputusan dalam sebuah rumah tangga, adalah merupakan pencerminan dari relasi antar anggota rumah
tangga, dengan penekanan pada relasi antar suami dan istri. Secara umum dapat dikatakan bahwa keputusan tersebut adalah cerminan dari keputusan suami atau
atau keputusan istri, atau konsensus suami dan istri. Meski, seringkali ditemukan bahwa relasi suami
– istri dalam pengambilan keputusan adalah bersifat asimetris Savitri, 2007. Setiap keputusan akan mempengaruhi seluruh anggota rumah
tangga, baik yang merupakan anggota keluarga inti maupun yang bukan anggota keluarga inti.
Savitri 2007 menemukan bahwa pengambilan keputusan dalam rumah tangga adalah bagian dari strategi rumah tangga, dan keputusan dibuat dengan
pertimbangan hal baik untuk seluruh anggota keluarga, sehingga anggota rumah
34
tangga yang lain harus menerima keputusan tersebut dan melaksanakannya. Individu-individu harus mengalahkan kepentingan pribadinya demi tujuan yang
lebih besar Wolf dalam Visanathan et al., 1997 dalam Savitri, 2007; otonomi personal ditekan di bawah kepentingan keluarga Fernandez
–Kelly, 1982 dalam Savitri, 2007. Karena hanya sedikit rumah tangga yang ditemukan bekerja di
bawah suasana demokratis, maka strategi rumah tangga seringkali melibatkan relasi kekuasaan, dominasi dan subordinasi Wolf dalam Visanathan et al. 1997
dalam Savitri, 2007. Mengenai hubungan antara norma sosial budaya komunitas, faktor sosial
ekonomi dan relasi gender dalam keluarga, terdapat semacam spekulasi bahwa jika sistem sosial-budaya menyarankan seklusi dan domestifikasi pada perempuan
sebagaimana ditemukan dalam komunitas patriarki; keluarga dengan kondisi sosial ekonomi yang lebih rendah akan memiliki relasi gender yang lebih setara,
vice versa Mason dan Smith, 1999. Ini sejalan dengan temuan Hull 1975 di sebuah desa di Jawa Tengah. Terlihat dalam pernyataan tersebut bahwa selain
variabel sosial ekonomi, norma-norma gender di level komunitas memiliki kemampuan untuk membentuk relasi antara laki-laki dan perempuan dalam
sebuah keluarga.
2.2. Relasi Gender dan Fertilitas