114
saya yang ngalah, kadang-kadang suami yang ngalah, tergantung sikonnya situasi dan kondisi.”
Pernyataan di atas menunjukkan bahwa perempuan memiliki ruang gerak dalam pengambilan keputusan yang lebih luas, sehingga tidak merasa harus selalu
menuruti sang suami setiap kali memiliki pendapat yang berbeda. Para perempuan ini masih memiliki rasa nyaman untuk menegosiasikan perbedaan pendapatnya
dengan suami dibandingkan dengan perempuan lain yang memiliki ruang gerak yang lebih sempit.
Luas atau sempitnya ruang gerak perempuan dalam pengambilan keputusan di desa studi terlihat dipengaruhi oleh tingkat kepercayaan diri yang dimiliki oleh
perempuan. Tingkat kepercayaan diri yang tinggi umumnya ditemukan pada perempuan dengan kebebasan bergerak yang relatif tinggi sehingga
memungkinkannya untuk melakukan transfer informasi dengan orang-orang selain orang-orang yang berada di lingkungannya. Transfer informasi tersebut
memungkinkannya untuk menerima dan menyerap pandangan-pandangan baru mengenai berbagai isu yang terkait dengan kehidupannya. Selain itu, luas atau
sempitnya ruang gerak istri juga terlihat dipengaruhi oleh faktor suami. Suami dengan pandangan yang lebih fleksibel mengenai peran istri dan suami dalam
rumah tangga terlihat mampu berbagi ruang keputusan dengan istri dan lebih dapat menerima pandangan istri. Suami dengan karakter tersebut umumnya
ditemukan pada suami yang pernah tinggal di luar desa untuk bekerja atau bersekolah, atau memang berasal dari luar desa.
6.3.10. Ruang Gerak Perempuan dalam Pengambilan Keputusan dan
Fertilitas Aktual
Dalam bekerja mempengaruhi fertilitas, ruang gerak perempuan dalam pengambilan keputusan bekerja melalui proximate determinant penggunaan
kontrasepsi. Para responden perempuan dengan ruang gerak yang lebih luas dalam pengambilan keputusan memiliki kepercayaan diri yang lebih tinggi untuk
mengambil keputusan dalam penggunaan kontrasepsi. Merujuk pada lima pola pengambilan keputusan Sajogyo 1983, pengambilan keputusan penggunaan
kontrasepsi pada para perempuan ini adalah pengambilan keputusan bersama setara dan bersama dengan istri dominan, bahkan pada satu kasus terlihat bahwa
115
keputusan penggunaan kontrasepsi menjadi keputusan istri sendiri. Sementara pada perempuan dengan ruang gerak dalam pengambilan keputusan yang lebih
sempit, keputusan penggunaan kontrasepsi termasuk ke dalam pola pengambilan keputusan bersama dengan suami dominan dan keputusan suami sendiri.
Berdasarkan kelima pola pengambilan keputusan tersebut, perempuan dengan desired fertility tertentu, akan lebih mudah mengontrol penggunaan
kontrasepsi saat dia berada di dalam pola pengambilan keputusan istri sendiri, bersama setara atau bersama dengan istri dominan. Sementara pada perempuan
yang mana keputusan penggunaan kontrasepsinya berada di dalam pola keputusan suami sendiri atau bersama dengan suami dominan akan lebih sulit untuk
mengontrol penggunaan kontrasepsinya, meskipun ia memiliki desired fertility yang rendah. Pada gilirannya, para responden perempuan pengguna kontrasepsi
memiliki actual fertility yang lebih sedikit dibandingkan para responden yang bukan pengguna kontrasepsi.
6.3.11. Relasi Gender dan Lapisan Sosial
Satu hal lain yang perlu ditambahkan dalam pembahasan ini adalah mengenai relasi gender dalam rumah tangga-rumah tangga yang berada dalam
kategori lapisan sosial yang berbeda. Temuan di desa studi menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang konsisten antara relasi gender dengan pelapisan sosial.
Seorang responden perempuan yang berasal dari lapisan atas menunjukkan kemampuannya untuk mengontrol keputusan ekonomi rumah tangga dan ukuran
keluarga, memiliki kebebasan bergerak yang relatif tinggi dan pemahaman mengenai kesetaraan gender. Sementara seorang responden lain yang berasal dari
kelas yang sama memiliki otonomi dan kuasa yang rendah. Hal yang sama ditemukan pada responden-responden pada lapisan sosial yang lain.
Temuan ini berbeda dengan temuan Mason dan Smith 1999 dan Hull 1975. Mason dan Smith 1999 menemukan bahwa terdapat kecenderungan saat
norma komunitas menyarankan eksklusi perempuan maka, perempuan dari rumah tangga dengan latar belakang sosial ekonomi yang rendah akan memiliki relasi
gender yang lebih setara. Sementara jika norma komunitas menyarankan inklusi perempuan, maka perempuan dari rumah tangga dengan latar belakang sosial
ekonomi yang rendah akan memiliki relasi gender yang lebih timpang. Hal yang
116
sama ditemukan oleh Hull 1975 yang menemukan bahwa di sebuah desa di Jawa dengan budaya patriarki, perempuan-perempuan yang berasal dari kelas bawah
memiliki otonomi dan kuasa yang lebih besar dibandingkan perempuan yang berasal dari kelas menengah ke atas.
6.4. Ikhtisar