Relasi Gender dalam Pola Perkawinan

88

6.2. Relasi Gender dalam Pola Perkawinan

Secara umum, merujuk kepada Suleeman 2004 mengenai bentuk pola perkawinan, maka pola perkawinan di desa studi berupa owner property, head complement, dan senior junior partner; meskipun demikian, beberapa aspek dari pola perkawinan equal partner dapat ditemukan di desa studi. Pada tiga pola perkawinan pertama, posisi istri selalu berada di bawah suami, semua keputusan terbesar berada di tangan suami, terdapat dikotomi antara tugas publik dan domestik serta pandangan bahwa pekerjaan domestik bernilai lebih rendah daripada pekerjaan publik. Hal ini berbeda dengan pada pola perkawinan equal partner di mana istri dan suami memiliki kedudukan yang sama dalam setiap pengambilan keputusan. Pola perkawinan owner property dapat dilihat pada pola perkawinan kiai dengan para istrinya. Istri seolah-olah menjadi milik suami dan tidak berhak mengeluarkan pendapat, bahkan saat sang suami memutuskan untuk menikah kembali. Meski pola perkawinan ini hanya ditemukan pada relasi kiai dengan istri atau istri-istrinya, hal ini memperkuat pendapat yang menyatakan bahwa Islam konservatif membatasi otonomi perempuan. Di sisi lain, tidak ditemukannya pola perkawinan ini secara umum di desa studi menunjukkan bahwa norma-norma Islam konservatif yang diajarkan oleh tokoh masyarakat tidak lagi diterima secara saklek oleh masyarakat. Masyarakat menerima dan menegosiasikan norma tersebut dengan pengaruh-pengaruh yang mereka terima dari luar. Hal ini menunjukkan adanya proses perubahan sosial di dalam sebuah masyarakat dengan atmosfer Islam konservatif yang relatif kuat. Pola perkawinan yang lebih umum ditemukan di desa studi adalah pola perkawinan head complement, dan senior junior partner. Ciri yang melekat pada kedua pola perkawinan ini adalah bahwa status sosial istri adalah mengikuti status sosial sang suami. Hal ini diperkuat dengan kondisi di desa studi di mana tidak banyak perempuan yang memiliki aktifitas di ruang publik, kecuali di lingkup desa. Selain ketiga pola perkawinan tersebut, ciri dari pola perkawinan equal partner juga muncul di desa studi, terutama pada aspek pengambilan keputusan, lazim ditemui dalam rumah tangga di mana istri mampu memutuskan beberapa 89 keputusan rumah tangga dengan atau tanpa memberitahu suaminya. Ciri dari pola perkawinan equal partner juga tampak pada seorang tokoh perempuan di desa yang memiliki mobilitas tinggi. Sampai batas tertentu, tokoh perempuan ini mampu menciptakan sendiri status sosialnya terlepas dari status sosial yang dimiliki oleh suaminya. Lebih lanjut, temuan di lapangan menunjukkan bahwa usia pasangan tidak selalu mempengaruhi bentuk pola perkawinan ini. Pasangan-pasangan lebih muda di desa studi memang tampak memiliki kemungkinan lebih besar untuk membentuk pola perkawinan equal partner, tetapi hal ini tidak ditemukan pada semua pasangan. Pasangan-pasangan muda yang membentuk pola equal partner ini umumnya dipengaruhi oleh pengalaman istri yang pernah hidup di Jakarta atau kota lain untuk bekerja sebelum menikah, atau salah satu dari suami atau istri bukanlah asli desa. Hal ini menyebabkan ditemukannya pola head complement, dan senior junior partner pada pasangan-pasangan muda yang istrinya sama sekali tidak pernah meninggalkan desa seperti pada kasus N, seorang perempuan berusia 19 tahun. Di sisi lain, seorang perempuan berusia 45 tahun dan 35 tahun tampak memiliki kecenderungan untuk membentuk pola equal partner dengan suaminya. Hal ini disebabkan oleh luasnya ruang gerak sang perempuan sehingga memungkinkan pertukaran informasi dengan pihak-pihak di luar desa dan membuatnya menyerap nilai-nilai baru.

6.3. Aspek Otonomi dan Kuasa Perempuan

Dokumen yang terkait

Cost Analysis of Madu Odeng in Bantar Jaya Village Bogor District, West Java

0 24 146

Gender Roles of Farmer Families in Vegetable Agro Forestry System (A Case Study At Nanggung SubDistrict, Bogor District, West Java Province)

0 9 17

Utilization of information by the vegetable farmers (Case of Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency, West Java Province)

4 19 260

The Response of Smallholder Private Forest Bussines Actors About The Origin Certificate of Wood (Case Studies in Jugalajaya Village, Jasinga District, Bogor Regency, West Java).

0 6 72

Management Model of Islamic Boarding School Forest (A case study in Darunnajah 2 Islamic Boarding School Cipining, Argapura Village, Cigudeg Sub District, Bogor Regency, West Java)

0 10 190

ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 2 13

INTRODUCTION ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 2 8

LITERATURE REVIEW ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 4 11

CONCLUSION AND RECOMMENDATION ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 2 9

Strategy of Local Government in Household Waste Management in Jatinangor District Sumedang Regency West Java Province

0 0 25