Desired Fertility FERTILITAS DI DESA STUDI

83 “Anak lelaki atau perempuan sama pentingnya bagi Ibu, yang paling penting mereka menurut dan sayang dengan orangtua.” Ibu E, 50 tahun. Dari pernyataan tersebut, terdapat perbedaan harapan antara lelaki dan perempuan. Hal ini sejalan dengan temuan Darroch et al. 1981 bahwa di kalangan masyarakat Sunda, anak lelaki lebih diharapkan untuk mampu memberikan bantuan finansial dibandingkan anak perempuan. Anak perempuan lebih diharapkan untuk memberikan bantuan di dalam rumah dan perhatian serta perawatan kepada orangtua. Anak lelaki dianggap jauh lebih bernilai dibandingkan anak perempuan hanya pada keluarga kiai, karena hanya anak lelakilah yang nantinya akan dapat mewarisi pesantren dan memimpin pesantren tersebut setelah sang ayah meninggal. Pada kasus 1 kiai tanpa anak lelaki kiai lain memiliki anak lelaki, ketiadaan anak lelaki dari sang istri menjadi alasan bagi sang kiai untuk menikah lagi. Temuan di desa studi ini masih sejalan dengan temuan Darroch et al. 1981 yang melakukan penelitian mengenai nilai anak pada masyarakat Sunda dan Jawa. Mereka menemukan bahwa baik pada masyarakat Jawa atau Sunda, tidak ada preferensi jenis kelamin anak yang kuat. Baik masyarakat Sunda atau Jawa menginginkan anak-anak dengan kombinasi jumlah kelamin yang lengkap perempuan dan laki-laki. Hal ini menunjukkan bahwa nilai anak bukanlah sebuah nilai yang mudah berubah meski telah lebih dari 3 dekade sudah dilalui sejak Darroch et al. 1981 melakukan penelitiannya.

5.8 Desired Fertility

Berdasarkan hasil wawancara, sebagian besar responden perempuan menyatakan bahwa saat awal pernikahan mereka, mereka tidak merencanakan jumlah anak yang akan mereka miliki . Mereka menyebutnya dengan “terserah Tuhan ” atau “tergantung rejeki”, jawaban yang sama juga disampaikan oleh responden lelaki; upaya pengaturan yang mereka lakukan adalah menjaga jarak antar anak supaya tidak terlalu dekat. “Anak mah terserah Gusti Allah ngasih berapa, namanya juga rejeki, jangan dihalang- halangi”. Ibu A, 46 tahun. 84 ”Jumlah anak tidak pernah direncanakan, sedikasihnya, tapi pakai KB juga sih, untuk jaga agar anak- anak jarak usianya gak deketan”. Ibu M, 40 tahun. “jumlah Anak mah terserah Allah, tidak pernah direncanakan, dikasih sedikit ya diterima, dikasih banyak ya diterima. Tergantung rejeki masing- masing”. Ibu N, 50 tahun Meski demikian, ada pula responden yang memiliki rencana yang jelas mengenai jumlah anak yang ingin dimiliki, para perempuan ini memiliki latar belakang pendidikan yang tinggi dibandingkan semua responden lain strata 1 dan memiliki aktifitas di ruang publik sebagai pengajar Sekolah Dasar. “Dari awal saya ingin anak 2 atau 3 saja, apalagi sekarang repot ngajar sana-sini, pendapatan suami tidak cukup kalau saya tidak usaha. Anak sedikit saja, jangan banyak- banyak, takut tidak keurus”. Ibu R, 38 tahun, pengajar di PAUD Pendidikan Usia Dini dan SD di desa studi. Meski pada awal pernikahannya, para responden mengakui jika mereka tidak merencanakan jumlah anak. Cukup banyak responden yang kemudian memutuskan untuk membatasi anaknya pada angka 4-6 dengan kontrasepsi meski fertilitas potensialnya masih mungkin bertambah. Perubahan ini umumnya disebabkan oleh mulai sadarnya mereka tentang kualitas hidup anak; bahwa berbeda dengan pada masa hidup mereka dahulu, saat ini anak-anak tidak hanya cukup hanya diberi makan untuk hidup. Saat ini anak-anak memerlukan pendidikan yang cukup untuk dapat bersaing dalam memperoleh pekerjaan yang layak. Kesadaran ini juga dipicu oleh semakin sempitnya tanah yang mereka miliki baik untuk bangunan ataupun lahan pertanian, sehingga tanah yang tersisa tidak akan mencukupi sebagai bekal hidup anak-anak mereka saat diwariskan. Hal ini sesuai dengan pernyataan seorang responden berikut. ”Sekarang anak hidup tidak cukup dikasih makan saja, kalau tidak sekolah, hidupnya jadi pada susah. Saya kasihan sama anak-anak saya, semoga yang bungsu ini bisa sekolah sampai kuliah, tapi mau masuk SMA saja sudah sulit keuangannya”. Ibu J, 47 tahun. 85 “Jaman saya kecil dulu, orangtua cukup ngasih makan saya dan saudara- saudara saya dari hasil kebun dan sawah, setelah gede bisa cari sendiri di kebun dan sawah, anak banyak gak masalah. Sekarang, anak gak cukup dikasih makan, mesti jajan, minum susu, sekolah, memang repot juga kalau anaknya banyak jaman sekarang.” Ibu I, 55 tahun. Apa yang disampaikan oleh Ibu I dan Ibu J tersebut sejalan dengan pernyataan beberapa responden lain mengenai pentingnya memberikan “bekal hidup” kepada anak. Saat ini sangat jarang orangtua di Desa Neglasari yang mampu menyekolahkan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi, sampai SMA- pun sudah cukup memberatkan bagi orangtua. Anak-anak lulusan SMP Sekolah Menengah Pertama atau SMA ini sekarang bekerja di sektor informal di Jakarta atau Tangerang dengan gaji terbatas sekitar Rp 500 ribu – Rp 1 juta per bulan dan sebagian lagi menganggur. Tingginya biaya hidup saat ini membuat orangtua khawatir akan kehidupan anak-anaknya, sekaligus sadar bahwa ijazah SMP atau SMA saat ini sudah tidak mampu memberikan hidup bagi anak-anak zaman sekarang. Pembahasan mengenai perencanaan jumlah anak dalam keluarga akan dibahas pula dari sisi relasi gender dalam keluarga dan akan disampaikan pada bab relasi gender dalam keluarga.

5.9 Ikhtisar

Dokumen yang terkait

Cost Analysis of Madu Odeng in Bantar Jaya Village Bogor District, West Java

0 24 146

Gender Roles of Farmer Families in Vegetable Agro Forestry System (A Case Study At Nanggung SubDistrict, Bogor District, West Java Province)

0 9 17

Utilization of information by the vegetable farmers (Case of Ciaruteun Ilir Village, Cibungbulang Subdistrict, Bogor Regency, West Java Province)

4 19 260

The Response of Smallholder Private Forest Bussines Actors About The Origin Certificate of Wood (Case Studies in Jugalajaya Village, Jasinga District, Bogor Regency, West Java).

0 6 72

Management Model of Islamic Boarding School Forest (A case study in Darunnajah 2 Islamic Boarding School Cipining, Argapura Village, Cigudeg Sub District, Bogor Regency, West Java)

0 10 190

ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 2 13

INTRODUCTION ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 2 8

LITERATURE REVIEW ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 4 11

CONCLUSION AND RECOMMENDATION ANALYSIS OF IRRIGATION SUB-SYSTEM OF WEST WADASLINTANG PRIMARY CANAL IN PURING SUB-DISTRICT, KEBUMEN DISTRICT, CENTRAL JAVA PROVINCE.

0 2 9

Strategy of Local Government in Household Waste Management in Jatinangor District Sumedang Regency West Java Province

0 0 25