63
Perceraian adalah hal yang relatif umum ditemukan di lokasi penelitian, pada generasi sekarang, perempuan umumnya menikah pada usia 17-18 tahun,
dan jauh lebih muda pada generasi sebelumnya. Penduduk yang pernah mengalami perceraian dan kemudian menikah kembali cenderung untuk memiliki
anak lebih banyak karena mereka ingin memiliki anak dari setiap pasangannya. Salah satu responden mengakui sudah memiliki tiga anak dan sudah sempat ingin
berhenti, tetapi kemudian dia bercerai dan membatalkan rencana kontrasepsinya karena ia ingin memiliki anak dari suaminya yang sekarang.
4.3.4. Konteks Sosial-Ekonomi
Penduduk Desa Neglasari dan tokoh desa menyatakan secara eksplisit bahwa penduduk Desa Neglasari berada di situasi kemiskinan. Sebagian besar
penduduk melakukan kegiatan pertanian, sebagian besar tanpa tanah. Bertani dilakukan sebagai buruh atau sebagai penyewa tanah, baik kepada tetangga di
dalam desa maupun kepada pemilik di luar desa. Sebagai petani tanpa tanah, tidak banyak hasil yang mereka dapatkan dalam satu musim tanam. Seorang responden
bercerita bahwa dalam satu musim tanam, dia memperoleh Rp 50 ribu untuk sepetak tanah yang dia tanami kacang tanah.
Seorang responden bernama Ibu J 48 tahun yang bekerja sebagai petani, sementara suami bekerja sebagai staf tidak tetap di balai desa menyatakan:
Kemarin sore bapak jual hasil panen kacang tanah saya, dapat satu kaleng 20 kg, dapat 50 ribu. Dibelikan beras dan susu untuk cucu.
Satu kaleng kacang tanah tersebut bukanlah hasil panen total untuk satu petak lahan yang dia tanami, total hasil panen adalah 2,5 kaleng. Namun dia harus
membagi dua dengan pemilik lahan Total hasil panen 2 kaleng, bagi 2 dengan yang punya. Sebenarnya lebih,
tetapi yang lain kecil-kecil dan kopong, saya pilihin untuk direbus sendiri. Sebagian yang lain bekerja sebagai pedagang keliling, umumnya manisan
buah. Sebagian besar pedagang manisan tidak memiliki sendiri barang yang dijualnya, melainkan milik seorang juragan. Para pedagang berkeliling menjual
64
manisannya ke desa-desa baik dengan berjalan kaki dan umumnya dengan sepeda motor. Berdasarkan informasi dari informan, tidak seorangpun penduduk asli
Desa Neglasari bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil PNS. Terdapat dua orang guru berstatus PNS yang mengajar di sekolah yang berlokasi di Desa Neglasari,
tetapi kedua guru tersebut adalah pendatang. Hal lain yang menunjukkan lemahnya situasi ekonomi di lokasi penelitian
adalah praktek pinjaman uang dari bank keliling dan kredit pakaian serta alat rumah tangga. Pinjaman bank keliling mulai dari Rp 50 ribu. Praktek bank
keliling di Desa Neglasari sejauh pengamatan peneliti hanya dilakukan oleh satu orang dan memiliki relatif banyak pelanggan. Pelaku bank keliling tidak pula
dengan mudah memberikan pinjaman kepada semua penduduk desa, pelanggan baru diterima dengan melihat rekam jejak dan rekomendasi pelanggan aktif.
Harga alat rumah tangga baik mebel maupun alat elektronik pada tukang kredit di desa jauh lebih mahal dibandingkan harga di pasar yang terletak di Kota
Kecamatan Jasinga, yakni dapat mencapai dua kali lipat selama 5-12 bulan. Meski demikian, sebagian penduduk tetap memilih untuk membeli di sini karena mereka
dapat mencicil tanpa persyaratan yang rumit dan tidak harus mengeluarkan ongkos transportasi, baik untuk mengantar barang yang dipesan atau untuk
membayar cicilan. Peneliti pernah pula terlibat dalam obrolan ibu-ibu di mana seorang ibu
bernama Ibu Ti bercerita kepada tetangganya bahwa ada seorang ibu lain yang menginginkannya untuk melakukan over kredit alat rumah tangga berbentuk
panci. Harga panci tersebut 90 ribu dan baru terbayarkan dua minggu, sepuluh ribu setiap kali bayar. Setelah obrolan tersebut, Ibu Ti memutuskan untuk
mengambil alih kredit, tetapi beberapa jam kemudian peneliti memperoleh informasi bahwa dia membatalkan ambil alih kredit karena keberatan dengan nilai
cicilan. Dua cerita sehari-hari dari Ibu J dan Ibu Ti tersebut menggambarkan kondisi ekonomi penduduk di lokasi penelitian secara umum.
Gambaran lain mengenai situasi ekonomi penduduk adalah masih sering ditemukan warga desa yang belum memiliki fasilitas mandi, cuci, kakus MCK
65
di rumahnya. Setiap pagi dan sore hari, di sepanjang sungai yang melewati desa, terdapat para perempuan dan lelaki dari usia anak-anak sampai tua yang
melakukan kegiatan MCK. Secara umum, pelapisan masyarakat berdasarkan situasi sosial ekonomi di
Desa Neglasari dapat digambarkan sebagai mana pada Tabel 6. Berdasarkan Tabel 6, menarik untuk diperhatikan bahwa lapisan yang dianggap terkaya di
dalam masyarakat bukanlah yang memiliki penghidupan dari pertanian, meski wawancara dengan informan dan responden menyatakan bahwa 80 persen rumah
tangga memiliki mata pencaharian sebagai petani. Meskipun jika orang-orang pada lapisan terkaya tersebut memiliki lahan pertanian, pertanian bukanlah
sumber nafkah utama dalam keluarga. Rumah tangga yang bergantung sepenuhnya pada pertanian akan berada pada lapisan terbawah dalam masyarakat,
bahkan mereka tidak mampu berada pada lapisan menengah. Tabel 6 Kategori Pelapisan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Neglasari
Kategori Kelas
Ciri-ciri Contoh
Persentase dalam
Populasi
Kelas Atas -
Sumber utama penghasilan bukan berasal dari pertanian, umumnya berasal
dari bidang jasa. -
Memiliki rumah permanen, dengan sarana MCK mandi, cuci, kakus, dan
perlengkapan rumah tangga yang relatif lengkap televisi, mesin cuci, lemari es
- Memiliki mobil.
- Setiap anak yang sudah menikah
memiliki rumah mereka sendiri baik dengan atau bantuan dari orangtuanya.
- Jika mereka memiliki lahan pertanian,
mereka tidak mengerjakan lahan mereka sendiri. Mereka akan meminta bantuan
penduduk lain untuk mengerjakan lahannya, atau membiarkan lahan
tersebut. Kepala
desa, pemilik
pesantren, pemilik
toko suku cadang
mobil yang terletak di
Jakarta, pemilik
toko kredit. + 2-5
persen
Lanjutan Tabel 6
66
Kategori Kelas
Ciri-ciri Contoh
Persentase dalam
Populasi
Kelas Menengah
- Sumber utama pendapatan rumah tangga
bukan berasal dari pertanian, umumnya berasal dari bidang jasa atau industri.
- Memiliki rumah yang permanen, sebagian
besar telah memiliki sarana MCK mereka sendiri dan umumnya memiliki
perlengkapan rumah tangga yang relatif lengkap televisi,lemari es, penanak nasi
elektrik dan kompor gas.
- Memiliki sepeda motor.
- Sebagian besar anaknya yang sudah
menikah memiliki rumah mereka sendiri baik dengan atau tanpa bantuan orangtua
mereka.
- Umumnya memiliki lahan pertanian,
mereka bekerja di lahan pertanian mereka sendiri dan juga memperkerjakan
penduduk lain untuk bekerja di lahan mereka.
Pemilik warung-
warung kecil penyedia
kebutuhan sehari-hari di
desa, guru, sopir dan
tukang yang “ahli” dan
pelanggan tetap, dan
rumah tangga dengan usaha
mereka sendiri.
+ 50-60 persen
Kelas Bawah
- Sumber utama pendapatan rumah tangga
adalah dari pertanian petani dengan lahan kecil atau tanpa lahan dan atau bukan
dari pertanian, yakni umumnya adalah jasa misal: pedagang keliling, buruh
tidak tetap.
- Tidak memiliki rumah yang permanen,
tidak memiliki sarana MCK sendiri dan tidak memiliki perlengkapan rumah
tangga sebagaimana dimiliki oleh kelas atas dan menengah.
- Tidak memiliki sepeda motor.
- Anak-anak yang sudah menikah
umumnya masih tinggal dengan orangtua dalam satu rumah tangga.
- Biasanya memiliki lahan pertanian yang
sempit atau bahkan tidak bertanah,mereka mengerjakan sendiri lahan pertaniannya
tanpa memperkerjakan orang lain.
- Sebagian anggota keluarga yang berusia
produktif pengangguran. Buruh tani,
petani dengan lahan sempit
atau tak bertanah,
sopir dan tukang yang
“kurang ahli” dan tidak
memiliki pelanggan
tetap pedagang
keliling yang menjual
makan ringan untuk anak-
anak. + 35-40
persen
Sumber: Data Primer Diolah
67
Ketidakmampuan pertanian untuk menyediakan penghidupan bagi masyarakat desa studi disebabkan semakin sempitnya lahan pertanian yang ada.
Hal ini umumnya disebabkan oleh pembagian lahan dari orangtua ke anak-anak yang cukup banyak dalam keluarga dan konversi lahan pertanian ke rumah
tinggal. Merosotnya pertanian sebagai sumber pendapatan juga disebabkan oleh rusaknya sistem irigasi 3 atau 4 tahun lalu. Rusaknya sistem irigasi ini
menyulitkan penduduk untuk bertani terutama di musim kemarau. Sejak rusaknya irigasi, penduduk mengandalkan hujan untuk mengairi padi mereka sehingga saat
ini mereka hanya mampu panen sekali dalam setahun, di sela-sela itu mereka bertanam singkong dengan hasil yang tidak seoptimal tahun-tahun sebelumnya.
4.3.5. Gejala Tekanan Penduduk