92
6.3.2. Kuasa Perempuan dalam Pengambilan Keputusan Ekonomi Rumah
Tangga dan Fertilitas Aktual
Temuan di lapangan menunjukkan bahwa perempuan-perempuan dengan kontrol yang lebih besar terhadap keputusan ekonomi rumah tangga berpengaruh
pada kemampuannya untuk mengalokasikan anggaran bagi pembelian alat kontrasepsi. Namun sebagaimana disampaikan di atas bahwa tidak semua
perempuan dengan kontrol ekonomi setara memiliki desired fertility yang sedikit, maka tidak semua pula menginginkan pembatasan kelahiran. Kesimpulan yang
dapat ditarik adalah bahwa saat perempuan dengan kontrol ekonomi setara menginginkan pembatasan kelahiran, maka ia dapat mengambil keputusan untuk
mengalokasikan anggaran bagi biaya kontrasepsi. Sementara perempuan tanpa atau sedikit kontrol terhadap keputusan ekonomi, meskipun ia menginginkan
pembatasan kelahiran, ia akan sulit mengakses kontrasepsi. Namun, ada pula faktor lain yang harus diingat, terdapat responden yang
memiliki kontrol ekonomi setara Ibu J, 47 tahun, tetapi situasi ekonomi rumah tangganya terlalu miskin, sehingga meski ia yang memutuskan pengeluaran rumah
tangga, ia tidak mampu mengalokasikan untuk pembelian kontrasepsi. Walaupun saat itu dia merasa membutuhkan karena ia sempat merasa anaknya sudah terlalu
banyak, saat ia memiliki anak kedelapan. Responden tersebut menyatakan bahwa saat ada uang yang tersisa, dan itu sangat jarang terjadi, ia akan mengalokasikan
untuk membeli susu bagi cucunya. Dia juga menyatakan bahwa meskipun jumlah anak adalah keputusan Tuhan, dia tidak menginginkan anak perempuannya
memiliki anak sebanyak yang dia miliki 9 orang hidup karena dia sendiri merasakan betapa repotnya mengurus anak sebanyak itu dan dia juga
mengkhawatirkan masa depan setiap cucunya yang lahir.
6.3.3. Kuasa Perempuan dalam Pengambilan Keputusan tentang Ukuran
Keluarga
Berdasarkan dari usia responden, para ibu di Desa Neglasari yang berusia di atas 40 tahun atau sudah bercucu umumnya akan mengatakan bahwa jumlah
anak tidak direncanakan, melainkan keputusan Tuhan. Sementara ibu yang berusia
93
di bawah 40 tahun atau belum bercucu mengatakan bahwa menurut mereka jumlah anak ideal adalah 2 sampai atau 4 orang.
Berdasarkan pengamatan di lapangan, peneliti mendapat kesan bahwa sedikitnya keterlibatan lelaki dalam merawat anak saat lahir sampai usia kanak-
kanak membuat mereka sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan jika sang istri memutuskan menggunakan kontrasepsi atau tidak, setelah mereka memiliki
setidaknya 3 atau 4 orang anak hidup, dengan kombinasi jenis kelamin yang lengkap.
Seorang responden
melaporkan bahwa
suaminya mulai
mempermasalahkan penggunaan kontrasepsi setelah ia mengalami alergi dengan implan yang ditanam di lengannya. Meski demikian, terdapat pula beberapa
responden yang mengaku bahwa ia baru diizinkan suami untuk menggunakan kontrasepsi setelah memiliki anak yang relatif banyak lebih dari 6 orang.
Sebagian responden yang lain mengaku bahwa jika ia ingin, sebenarnya tidak masalah baginya untuk melakukan pembatasan kelahiran, baik dengan kontrasepsi
modern atau cara tradisional, tetapi memang mereka sendiri yang tidak pernah menginginkan pembatasan kelahiran.
Wawancara juga menunjukkan bahwa tidak ada pihak lain di dalam keluarga yang mencampuri urusan jumlah anak, hal tersebut hanyalah menjadi
urusan suami dan istri. Orangtua dari istri atau suami sama sekali tidak turut campur dalam hal ini. Kutipan wawancara seorang responden saat ditanya
mengenai keinginannya untuk jumlah anak bagi setiap anaknya adalah sebagai berikut.
“Kalau boleh saran, saya sebenarnya ingin anak saya punya anak paling banyak empat, saya sendiri sudah kerasa susahnya punya anak banyak.
Tapi soal ini urusan dia sama suaminya, kami tidak pernah ngomong- ngomong.” Ibu J, 47 tahun
Kutipan lain memperkuat pernyataan ini dan menunjukkan bahwa mertua dan orangtua responden sama sekali tidak turut campur dalam keputusan
mengenai jumlah anak.
94
“Jumlah anak adalah urusan Tuhan, orangtua saya dan mertua tidak pernah nanya-nanya soal ini. Pas mau pakai KB, saya juga ngomongnya ke
suami, bukan ke orangtua”. Ibu A, 45 tahun Hal tersebut menunjukkan bahwa keputusan mengenai jumlah anak dalam
keluarga adalah keputusan antara istri dan suami, dan jarang dipengaruhi oleh orangtua. Saat ini, pandangan yang saklek mengenai jumlah anak ideal di dalam
komunitas tidak ditemukan sehingga keputusan anak adalah hasil dari relasi antara istri dan suami di dalam keluarga.
6.3.4. Kuasa Perempuan dalam Pengambilan Keputusan tentang Ukuran