80
Pengguna Kontrasepsi Bukan Pengguna Kontrasepsi
No Usia Tahun
Jumlah Anak Dilahirkan
No Usia Tahun
Jumlah Anak Dilahirkan
1 45
4 18
45 8
2 45
8 19
45 5
3 45
5 20
45 12
4 45
9 21
47 8
5 45
2 22
50 7
6 45
3 23
50 5
7 46
9 24
50 5
8 47
12 25
50 10
9 48
5 26
50 14
10 50
6 27
55 8
11 50
7 28
55 6
12 50
5 29
57 5
13 51
6 30
59 9
14 55
4 31
59 1
15 55
3 32
59 10
16 55
9 33
59 6
17 58
6 Rata-rata
6,06 Rata-rata
7,43
Sumber: Data Primer diolah.
5.6 Nilai Fertilitas bagi Perempuan dan Lelaki
Fertilitas bagi setiap informan dan responden yang diwawancara dianggap sebagai sebuah berkah dari Tuhan, seorang perempuan yang tidak mampu hamil
akan menjadi bahan pergunjingan masyarakat sekitarnya. Kemandulan seorang istri juga menjadi alasan yang kuat bagi suami untuk menikah lagi dalam upaya
memperoleh keturunan. Namun, hal ini tidak berlaku sebaliknya, saat yang mengalami kemandulan adalah suami, maka istri tidak akan menjadikan ini alasan
baginya untuk bercerai. Di Desa Neglasari, perceraian adalah hal yang banyak ditemui, seorang
perempuan berusia sekitar 38 tahun telah menikah sebanyak 3 kali dengan 4 orang anak. Namun, karena ia belum memiliki anak dari suaminya yang terakhir, maka
ia memutuskan untuk tidak melakukan kontrasepsi. Perceraian dan pernikahan lagi dengan demikian dapat dilihat sebagai faktor yang mendorong bagi
81
perempuan dan laki-laki untuk memiliki anak lebih banyak. Hal menarik lainnya adalah hubungan persaudaraan yang luas di desa studi karena faktor pernikahan
kembali salah satu orangtua. Bukanlah hal yang aneh di desa studi untuk menemukan bahwa ternyata setelah menghitung saudara seibu-seayah, seibu saja
atau seayah saja, jumlah saudara yang dimiliki seseorang lebih dari sepuluh. Di desa studi, bagi se
orang perempuan menyandang predikat “tidak normal” dalam pernikahan adalah lebih berat dibandingkan bagi para lelaki. Hal ini
tercermin dari para warga yang menggunjingkan para perawan tua, janda yang tidak segera menikah kembali, perempuan yang tidak segera memiliki anak
setelah menikah bertahun-tahun, perempuan yang tidak memiliki anak setelah menikah lebih dari sekali, perempuan yang hamil sebelum menikah dan
perempuan yang memiliki pasangan dengan usia jauh lebih tua di atas 15 tahun. Namun gunjingan ini tidak berlaku bagi perempuan yang sudah menikah kembali
meski sudah mengalami lebih dari sekali perceraian. Gunjingan ini juga tidak banyak terdengar bagi para lelaki.
“Bu A dulu ditunda sih pakai makan daun sirih, malah jadi keterusan sampai sekarang
tidak punya anak. Malah jadi nyesel kan.” Pernyataan ini menunjukkan kecenderungan para penduduk yang bahkan juga
sesama perempuan untuk menyalahkan perempuan dalam setiap kegagalan memiliki keturunan.
Mengikuti pembicaraan informal para ibu, isu fertilitas lebih berat kepada para perempuan dibandingkan kepada para lelaki. Suami yang mandul tidak
mengalami digunjingkan sebanyak perempuan yang mandul. Merupakan hal yang relatif wajar bagi suami untuk menceraikan istrinya yang mandul atau menikahi
perempuan lain tanpa menceraikan. Namun, adalah hal yang tidak wajar bagi perempuan untuk meninggalkan suaminya meski sang suami terbukti mandul.
Selama penelitian, penulis menemukan satu kasus di mana suami memutuskan untuk menikah lagi saat sang istri mandul, sementara di kasus yang lain, saat
suami yang mandul, pasangan ini memutuskan untuk mengadopsi anak. Meski seluruh warga Desa Neglasari menganut agama Islam dan kentalnya
kehidupan beragama juga tampak dari 9 pesantren tradisional yang berdiri di desa
82
tersebut, praktek kepercayaan tradisional terkait kelahiran anak masih melekat dilakukan sampai sekarang. Saat penulis melakukan penelitian di desa studi,
seorang perempuan muda berusia 19 tahun baru saja melahirkan anak pertamanya. Selama dua minggu pasca melahirkan, ada perlakuan khusus bagi sang
perempuan, baik di siang maupun malam hari. Saat tidur di malam hari, dia tidak diperbolehkan untuk tidur berbaring tetapi tidur sambil duduk dengan
bersandarkan pada kasur kapuk yang digulung dan ditumpuk. Selama dua minggu tersebut pula, ibu baru tersebut tidak diperbolehkan keluar rumah.
Lekatnya isu fertilitas dengan perempuan juga terlihat pada tanggungjawab perawatan bayi dan ibu pasca melahirkan yang umumnya dibebankan kepada
orangtua perempuan ibu dari sang ibu baru. Sang nenek akan menanggung tanggung jawab tersebut selama kurang lebih satu bulan, setelah satu bulan dan
sang ibu sudah sehat, maka ia dapat kembali beraktifitas seperti semula. Maka, semakin sering sang nenek memiliki cucu baru, semakin sering pula waktunya
tersita untuk kegiatan reproduksi sang anak.
5.7 Nilai Anak