2. Apabila wilayah laut diantara 2 dua provinsi kurang dari 24 dua puluh
empat mil, kewenangan untuk mengelola sumberdaya pesisir di wilayah laut dibagi ke dalam jarak yang sama atau diukur sesuai prinsip garis
tengah dari wilayah antar 2 dua provinsi tersebut, dan untuk kabupatenkota memperoleh 13 sepertiga dari wilayah kewenangan
provinsi. 3.
Ketentuan sebagaimana yang dimaksudkan diatas tidak berlaku terhadap penangkapan ikan oleh nelayan kecil.
Batasan wilayah yang sudah ditetapkan, pihak kabupatenkota
mendapatkan kewenangan untuk melakukan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengelolaan kekayaan laut. Eksploitasi atas sumberdaya alam dapat dilakukan
dengan melakukan penangkapan ikan oleh nelayan. Dalam melakukan penangkapan ikan nelayan pada umumnya menggunakan alat tangkap.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 06 Tahun 2010, Alat Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan
Negara Republik Indonesia dikelompokkan menjadi 10 sepuluh menurut jenisnya, yaitu:
1. Surrounding nets Jaring lingkar;
2. Seine nets Pukat tarik;
3. Trawls Pukat hela;
4. Dredges Penggaruk;
5. Lift nets Jaring angkat;
6. Falling gears Alat yang dijatuhkan;
7. Gillnets and entangling nets Jaring insang;
8. Traps Perangkap;
9. Hooks and lines Pancing; dan
10. Grappling and wounding Alat penjepit dan melukai.
2.1.3. Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Lembaga Terkait
Identifikasi pemangku kepentingan dan lembaga terkait merupakan upaya memotret para pelaku dan perannya dalam pengelolaan dan pemanfaatan
sumberdaya perikanan dan kelautan di daerah Satria dkk 2002. Dengan adanya
identifikasi ini, kita bisa menemukan titik-titik kepentingan antara pemangku kepentingan sehingga dapat memudahkan dalam mengatasi masalah konflik yang
selama ini sering terjadi. Identifikasi dilakukan dengan membuat tabel jenis kegiatan yang ada di
wilayah laut daerah, jenis pelaku, masalah dan isu pokok, dan lembaga terkait. Selanjutnya, terhadap lembaga atau organisasi sosial juga perlu dilakukan
pemetaan dan fungsi baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini perlu dilakukan sebagai bahan penting dalam perencanaan dan pengelolaan sumberdaya
perikanan. Tabel 2 menyajikan bagaimana melakukan identifikasi pemangku kepentingan dan lembaga terkait.
Tabel 2. Langkah-langkah Identifikasi Pemangku Kepentingan dan Lembaga Terkait
Jenis pelaku Jenis Kegiatan di
Daerah Masalah
dan Isu
Pokok Lembaga Terkait
Nelayan Penangkapan ikan
dengan mini trawl Konflik dengan nelayan
tradisional Kerusakan ekologis
Dinas Perikanan dan Kelautan DKP
HNSI organisasi
nelayan
Nelayan
Penangkapan ikan dengan bagan
Penataan lokasi bagan DKP
HSNI organisasi
nelayan
Pembudidaya ikan
Budidaya laut Penataan lokasi
DKP HSNI
organisasi nelayan
Pengusaha pelayaran
Pelayaran Jalur-jalur pelayaran
Dep.hub
Pengusaha wisata
Penyelaman dan wisata bahari
Penataan daerah wisata Dinas Pariwisata
Pengusaha pasir
Penambangan pasir
Kerusakan ekologis Kerugian nelayan
Dinas Pertambangan Sumber: Satria dkk 2002
2.1.4. Modal sosial
Modal sosial merupakan seperangkat nilai, norma, organisasi, kepemimpinan dan jaringan sosial yang berpusat pada kepercayaan dan digunakan
untuk mengelola modal fisik, modal uang, sumberdaya manusia, dan sumberdaya alam Woolcock 1998; Sulaeman dkk 2010. Coleman 1990 dalam Vipriyanti
2007 berpendapat bahwa modal sosial adalah atribut struktur sosial dimana seseorang ada di dalamnya. Modal sosial melekat dalam struktur sosial dan
memiliki karakteristik barang publik namun setara dengan modal finansial, modal
fisik dan modal manusia. Sedangkan Putnam 1993 dalam Lawang 2004 mendefinisikan modal sosial sebagai bagian dari organisasi sosial seperti
kepercayaan, norma dan jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi masyarakat dengan memfasilitasi tindakan-tindakan yang terkoordinasi. Lawang 2004
merumuskan konsep inti dari modal sosial, yaitu: 1. Kepercayaan yaitu keyakinan bahwa orang lain tidak akan berlaku maupun
berniat buruk pada diri kita. 2. Norma adalah nilai-nilai yang bertujuan membangun kegiatan bersama
dan menguntungkan bagi semua pihak dapat dilihat dari kemudahan menitipkan anak kepada tetangga, memberikan bantuan fisik, uang dan
perilaku pemboncengan. 3. Jaringan kerja yaitu ikatan formal dan informal yang dimiliki seseorang
dapat dilihat dari jumlah keanggotaan dalam organisasi serta jumlah teman yang berkeluh kesah kepadanya.
Pretty dan Ward 2001 dalam Vipriyanti 2007 mengungkapkan bahwa terdapat empat aspek utama yang dapat membangun modal sosial yaitu 1 Hubungan dari
rasa percaya; 2 Resiprositas dan pertukaran; 3 Aturan umum, norma, dan sanksi; 4 Koneksi kerjasama dan kelompok.
Modal sosial menurut Uphoff 2000 dalam Yulidar 2003 adalah suatu akumulasi dari beragam jenis aset sosial, psikologis, budaya, kognitif,
institusional dan sejenisnya yang meningkatkan jumlah atau kemungkinan perilaku kerjasama bagi kepentingan bersama. Uphoff memisahkan modal sosial
menjadi dua kategori yang saling terkait yaitu kategori struktural dan kategori kognitif Tabel 3.
Tabel 3. Aspek Struktural dan Kognitif Modal Sosial
Struktural Kognitif
Sumber dan
manifestasi
• Peran dan aturan
• Network
dan hubungan
interpersonal lainnya •
Tata cara dan keteladanan •
Norma •
Nilai •
Sikap •
Kepercayaan
Domain Organisasi sosial
Kebudayaan Masyarakat
Faktor dinamis
• Keterkaitan horisontal
• Keterkaitan vertikal
• Rasa percaya
• Solidaritas
• Kerjasama
• Kedermawanan
Elemen utama Harapan yang mengarah pada perilaku bekerjasama
yang menghasilkan manfaat bersama
Sumber: Uphoff 2000 dalam Vipriyanti 2007
Woolcock 2000 dalam Vipriyanti 2007 membedakan modal sosial atas tiga tipe yaitu : modal sosial yang mengait bonding social capital, modal sosial
menyambung bridging social capital dan modal sosial mengait linking social capital. Tipologi modal sosial dilihat dari bagaimana pola-pola interaksi yang
terjadi dalam masyarakat. 1. Bonding Social Capital Modal Sosial Mengikat
Modal sosial terikat cenderung bersifat ekslusif. Apa yang menjadi karakteristik dasar yang melekat pada tipologi ini, sekaligus sebagai ciri khasnya,
yaitu baik kelompok maupun anggota kelompok, dalam konteks ide, relasi dan perhatian, lebih berorientasi kedalam dibandingkan berorientasi ke luar. Ragam
masyarakat atau individu yang menjadi anggota kelompok ini umumnya memiliki persamaan. Misalnya, seluruh anggota kelompok berasal dari suku yang sama.
Apa yang menjadi perhatian terfokus pada upaya menjaga nilai-nilai yang turun- temurun telah diakui dan dijalankan sebagai bagian dari tata perilaku dan perilaku
moral dari suku atau entitas sosial tersebut. Mereka cenderung konservatif dan lebih mengutamakan kebersamaan atau solidaritas daripada hal-hal yang lebih
nyata untuk membangun diri dan kelompok sesuai dengan tuntutan nilai-nilai dan norma masyarakat yang lebih terbuka Hanafri 2009. Modal sosial yang bersifat
mengikat berinteraksi secara intensif, langsung face to face, dan saling
mendukung, contohnya ikatan kekeluargaan, bertetangga atau bersahabat Vipriyanti, 2007.
2. Bridging Social Capital Modal Sosial Menyambung
Bentuk modal sosial ini atau biasa juga disebut bentuk modern dari suatu pengelompokan, group, asosiasi atau masyarakat. Menurut Woolcock 2000
dalam Vipriyanti 2007, modal sosial menyambung adalah keterhubungan yang terbentuk dari interaksi antar kelompok dalam suatu wilayah dengan frekwensi
yang relatif lebih rendah seperti kelompok agama, etnis, atau tingkat pendapatan tertentu. Prinsip-prinsip pengorganisasian yang dianut didasarkan pada prinsip-
prinsip universal tentang persamaan dan kemanusiaan, terbuka dan mandiri.
Pertama yaitu persamaan bahwasanya setiap anggota dalam suatu kelompok
memiliki hak-hak dan kewajiban yang sama. Kedua, adalah kebebasan,
bahwasanya setiap anggota kelompok bebas berbicara, mengemukakan pendapat
dan ide yang dapat mengembangkan kelompok tersebut. Ketiga, adalah
kemajemukan dan
humanitarian. Bahwasanya
nilai-nilai kemanusiaan,
penghormatan terhadap hak asasi setiap anggota dan orang lain merupakan prinsip-prinsip dasar dalam pengembangan asosiasi, grup, kelompok atau suatu
masyarakat tertentu. Dengan sikap yang melihat ke luar memungkinkan untuk menjalin koneksi dan jaringan kerja yang saling menguntungkan dengan asosiasi
atau kelompok di luar kelompoknya Hanafri 2009. Sebagai konsekuensinya, masyarakat yang menyandarkan pada modal sosial menyambung biasanya
heterogen dari berbagai ragam unsur latar belakang budaya dan suku. Setiap anggota kelompok memiliki akses yang sama untuk membuat jaringan atau
koneksi keluar kelompoknya dengan prinsip persamaan, kemanusiaan, dan kebebasan yang dimiliki. Modal sosial menyambung akan membuka jalan untuk
lebih cepat berkembang dengan kemampuan menciptakan jaringan networking yang kuat, menggerakkan identitas yang lebih luas dan resiprositas pertukaran
antar individu dan kelompok yang timbal-balik yang lebih variatif, serta akumulasi ide yang lebih memungkinkan untuk berkembang sesuai dengan
prinsip-prinsip pembangunan yang lebih diterima secara universal.
3. Linking Social Capital Modal Sosial Mengait Modal sosial yang berhubungan menunjuk pada sifat dan luas hubungan
vertikal diantara kelompok orang yang mempunyai saluran terbuka untuk akses sumberdaya dan kekuasaan dengan siapa saja. Hubungan antara pemerintah dan
komunitas termasuk di dalam modal sosial mengait. Sektor umum seperti negara dan institusinya adalah pusat untuk kegunaan dan kesejahteraan masyarakat
Hanafri 2009. Colletta dan Cullen 2000 dalam Yulidar 2003 menguraikan hubungan bidang sosial vertikal dan horizontal dengan kohesi sosial yang
disajikan dalam Gambar 1.
Sumber: Colleta dan Cullen , 2000 dalam Yulidar , 2003
Gambar 1. Kohesi Sosial sebagai Integrasi antara Modal Sosial Keterikatan Vertikal dengan Modal Sosial Keterikatan Horisontal
Kuat atau lemahnya ikatan suatu kelompok dikenal dengan kohesi sosial yang merupakan variabel kunci yang berada diantara konflik dan modal sosial.
Jika kohesi dalam suatu kelompok rendah ditandai oleh adanya eksklusi, aturan yang otoriter, birokrasi yang tidak efisien, masyarakat yang tertutup dan
Kohesi sosial tinggi, konflik rendah:
• Akses dan kesamaan
atas peluang •
Ketercakupan •
Masyarakat terbuka
Negara dan pasar
Modal sosial vertikal Modal sosial horizontal
bridging bonding
Kohesi sosial rendah, konflik tinggi:
• Ketidakadilan dan ketidaksamaan
• Keterpisahan
• Masyarakat tertutup
Komunitas dan individu
terjadinya ketidakadilan maka konflik akan berlangsung secara keras atau ekstrim. Sebaliknya, jika kohesi di dalam suatu kelompok tinggi ditandai oleh
adanya inklusi, aluran yang demokrasi, birokrasi yang tidak efisien, masyarakat yang terbuka dan keadilan mengakses peluang maka konflik berlangsung dalam
tingkat yang lebih rendah. Konsep modal sosial merupakan konsep yang relevan baik di tingkat mikro, meso dan makro. Pada tingkat makro, modal sosial
mencakup institusi seperti pemerintah, aturan hukum, hak sipil dan kebebasan politik. Pada tingkat meso dan mikro, modal sosial merujuk pada jaringan kerja
dan norma yang membangun interaksi antar individu, rumah tangga, dan masyarakat.
Modal sosial pada tingkat makro mencakup institusi seperti pemerintah. Woolcock dan Narayan 2000 dalam Vipriyanti 2007 menunjukkan bahwa
terdapat keterkaitan antara modal sosial dengan kinerja pemerintah. Gambar 2 menyajikan bagaimana modal sosial yang dimiliki oleh masyarakat berpengaruh
terhadap kinerja pemerintahan.
Sumber: Woolcock dan Narayan, 2000 dalam Vipriyanti, 2007
Gambar 2. Keterkaitan antara Modal Sosial Masyarakat dan Pemerintah Kinerja pemerintah yang baik dan modal sosial yang kuat akan
menciptakan kesejahteraan baik ekonomi maupun sosial. Sebaliknya,apabila kinerja pemerintah buruk dan modal sosial lemah maka akan berpeluang untuk
terjadinnya konflik laten. Apabila kinerja pemerintah buruk maka konflik akan
Well Fuctioning State
Exclution Latent Conflict
Social And Economic Wellbeing
Low Level of Bridging
Social Capital
High Level of Bridging
Social Capital
Conflict Coping
Dysfunctional State
muncul ke permukaan. Kuatnya modal sosial namun tidak disertai dengan kinerja pemerintahan yang baik akan mendorong terjadinya coping. Kelompok–kelompok
yang memiliki modal sosial kuat akan mengambil alih fungsi-fungsi formal pemerintahan.
2.1.5. Hubungan Antar Nelayan