muncul ke permukaan. Kuatnya modal sosial namun tidak disertai dengan kinerja pemerintahan yang baik akan mendorong terjadinya coping. Kelompok–kelompok
yang memiliki modal sosial kuat akan mengambil alih fungsi-fungsi formal pemerintahan.
2.1.5. Hubungan Antar Nelayan
Secara sosiologis, kajian konflik merupakan bagian dari kajian proses sosial. Proses sosial sendiri adalah cara-cara berhubungan yang dapat diamati jika
perorangan atau kelompok manusia saling bertemu. Menurut Gillin dan Gillin dalam Murdiyatmoko 2007 proses sosial ada dua bentuk yaitu proses sosial
yang bersifat asosiatif dan proses sosial yang bersifat disosiatif. Proses sosial yang asosiatif, yaitu:
1. Kerjasama yang merupakan suatu usaha bersama antara orang atau kelompok manusia untuk mencapai suatu atau beberapa tujuan bersama.
Kerjasama dapat dibagi menjadi tiga bentuk. Pertama, bargaining yang
merupakan pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang-barang
dan jasa-jasa antara dua organisasi. Kedua, co-optation yang merupakan
proses penerimaan unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau
pelaksanaan politik dalam suatu organisasi. Ketiga, coalition yang
merupakan kombinasi antara dua organisasi yang berbeda tetapi memiliki tujuan-tujuan yang sama. Untuk sementara waktu akan terjadi stabilitas
dalam struktur sosial akan tetapi karena ingin mencapai tujuan bersama maka dapat terjadi kerjasama.
2. Akomodasi dipergunakan dalam dua arti, yaitu untuk merujuk pada suatu keadaan dan pada suatu proses. Sebagai suatu keadaan, akomodasi berarti
suatu keadaan seimbang dalam interaksi antar orang dan kelompok sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku
dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha untuk meredakan suatu pertentangan untuk mencapai
kestabilan. 3. Asimilasi adalah sutu proses mengembangkan sikap-sikap yang sama.
Asimilasi bertujuan untuk mencapai kesatuan atau integrasi dalam
organisasi sehingga dua kelompok yang berasimilasi dapat menghilangkan perbedaan diantara mereka.
4. Akulturasi adalah suatu proses sosial dimana suatu kelompok mendapatkan suatu unsur kebudayaan yang baru sebagai akibat dari
pergaulan yang intensif dan lama dengan kelompok yang lain tanpa harus membentuk kebudayaan baru.
Proses sosial yang asosiatif bersifat mendekatkan antara satu kelompok dengan kelompok lainnya. Berbeda dengan proses sosial dissosiatif yang bersifat
menjauhkan satu kelompok dengan kelompok lainnya. Proses sosial disosiatif terdiri dari:
1. Persaingan yaitu suatu proses sosial ketika seseorang mencari keuntungan dari segala aspek kehidupan. Sepanjang proses persaingan masing-masing
pihak berusaha untuk menarik perhatian publik untuk menguasai opini publik tanpa melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat ancaman atau pun
kekerasan 2. Kontravensi yaitu bentuk proses sosial yang berada diantara persaingan
dan konflik. Jika persaingan yang terjadi diikuti dengan gejala-gejala ketidakpastian, keraguan tentang sikap seseorang dan sikap tersembunyi
atas gagasan dan budaya yang dimilikinya. Sikap tersembunyi dapat berkembang menjadi rasa benci dan curiga tetapi tidak menunjukkan
indikasi pertentangan atau pun pertikaian di kedua belah pihak. 3. Konflik yaitu suatu kondisi dimana terdapat ketegangan dalam hubungan
antar seseorang atau kelompok karena dikuasai amarah yang berlebihan. Situasi konflik ditandai dengan tindakan menentang pihak lain yang
diikuti dengan ancaman dan tindakan kekerasan Soekanto 2002. Lebih ekstrim lagi, tindakan ini dilakukan dengan perasaan ingin melukai dan
menghancurkan pihak lawan sehingga tidak jarang terjadi perkelahian atau bentrokan antara kedua belah pihak.
Konflik pada dasarnya terjadi bila dalam satu peristiwa terdapat dua atau lebih pendapat atau tindakan yang dipertimbangkan, konflik tidak harus berarti
perseteruan meski situasi ini dapat menjadi bagian dari situasi konflik. Fisher dkk
2001, menjelaskan konflik sebagai hubungan antara dua pihak atau lebih individu atau kelompok yang memiliki atau yang merasa memiliki sasaran-
sasaran yang tidak sejalan. Konflik terjadi ketika tujuan dalam masyarakat tidak sejalan. Konflik timbul karena adanya ketidakseimbangan antara hubungan
hubungan sosial, seperti kesenjangan status sosial, kurang meratanya kemakmuran dan akses yang tidak seimbang yang kemudian menimbulkan masalah
diskriminasi. Soekanto 2002 memberikan definisi konflik sebagai suatu proses sosial
dimana individu atau kelompok berusaha untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menentang pihak lawan yang disertai dengan ancaman atau kekerasan. Faktor
penyebab utama terjadinya pertentangan adalah perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan, perbedaan budaya yang berpengaruh pada
kepribadian setiap individu, perbedaan kepentingan dalam ekonomi, politik, dan lain sebagainya, dan perubahan sosial terhadap nilai dalam masyarakat. Bentuk-
bentuk pertentangan conflict menurut Soekanto 2002 antara lain: 1. Pertentangan pribadi yaitu pertentangan antara dua orang dimana
masingmasing pihak berusaha untuk memusnahkan pihak lawannya. 2. Pertentangan rasial yaitu pertentangan yang dilatarbelakangi oleh
penampakan individu, perbedaan kepentingan dan kebudayaan. 3. Pertentangan antar kelas sosial yaitu pertentangan yang disebabkan oleh
perbedaan kepentingan individu yang menempati kelas yang berbeda. 4.
Pertentangan politik yaitu pertentangan antar golongan kelompok dalam masyarakat.
Konflik nelayan adalah masalah yang perlu dicermati oleh karena itu berdasarkan berbagai kajian empiris yang telah dilakukan Satria 2006 dalam
Satria 2009a mengidentifikasikan konflik menjadi 7 tipologi, yaitu: 1. Konflik kelas, yaitu konflik antar kelas sosial nelayan dalam
memperebutkan wilayah penangkapan, yang digambarkan dengan kesenjangan teknologi penangkapan ikan.
2. Konflik kepemilikan, yaitu konflik yang sering terjadi akibat dari isu kepemilikan sumberdaya, dimana kepemilikan laut serta ikan tidak dapat
terdefinisi secara jelas milik siapa. 3. Konflik pengelolaan sumberdaya, yaitu konflik yang terjadi akibat
“pelanggaran aturan pengelolaan” serta adanya isu-isu siapa yang berhak mengelola sumberdaya perikanan atau laut.
4. Konflik cara produksialat tangkap, yaitu konflik yang terjadi akibat perbedaan alat tangkap baik sesama alat tangkap tradisional maupun antara
alat tangkap tradisional dan alat tangkap modern yang merugikan salah satu pihak.
5. Konflik lingkungan, yaitu konflik akibat kerusakan lingkungan karena praktek satu pihak yang merugikan nelayan lain.
6. Konflik usaha, yaitu konflik yang terjadi di darat sebagai akibat
mekanisme harga maupun sistem bagi hasil yang merugikan sekelompok nelayan.
7. Konflik primordial, yaitu konflik yang terjadi akibat perbedaan primordialidentitas ras, etnik, dan asal daerah. Akan tetapi konflik
konflik primordial tidak pernah berdiri sendiri atau menjadi penyebab utama
Kinseng 2007 membagi konflik sumberdaya yang terjadi di kalangan umum nelayan mencakup dua kategori utama. Pertama, konflik yang terjadi
diantara sesama nelayan itu sendiri atau konflik internal. Kedua, konflik antara nelayan dengan pihak-pihak non-nelayan atau konflik eksternal.
Konflik yang sering terjadi pada masyarakat nelayan sering tidak dapat diselesaikan. Kegagalan dalam menyelesaikan konflik terjadi karena kurang
memahami asal-usul masalah sehingga langkah penyelesaian yang dilakukan tidak tepat sasaran. Oleh karena itu, Fishers dkk 2000 dalam Satria 2002
menjabarkan beberapa penyebab konflik, yaitu:
1. Teori Hubungan Masyarakat Konflik terjadi disebabkan oleh kegagalan dalam interaksi sosial karena
arogansi masing-masing kelompok. Arogansi kelompok tersebut menimbulkan polarisasi yang berkepanjangan. Bahkan tidak jarang diikuti
pula dengan ketidakpercayaan dan permusuhan antar kelompok yang berbeda dalam masyarakat.
2. Teori Negosiasi Prinsip Konflik
terjadi karena
terdapat perbedaan
kepentingan dan
ketidakselarasan di antara dua pihak yang tidak dapat memisahkan antara perasaan pribadi dari berbagai masalah dan isu.
3. Teori Kebutuhan Manusia Konflik terjadi ketika kebutuhan mendasar setiap manusia dihambat atau
dibatasi seseorang atau suatu kelompok. Hambatan yang dirasakan akan menimbulkan perlawanan dari kelompok yang terdeskriminasi untuk
memperjuangkan hak-hak mereka. 4. Teori Identitas
Upaya penghancuran suatu kelompok masyarakat karena kekuasaan ataupun karena dendam sejarah akibat penderitaan masa lalu. Tindakan
suatu kelompok dalam hal ini menjadi ancaman dan ketakutan bagi kelompok lain.
5. Teori Kesalahpahaman Antarbudaya Konflik terjadi karena kurangnya pengetahuan akan budaya lain. Selain
itu, konflik semacam ini juga muncul karena streotipe negatif yang dibentuk satu pihak terhadap pihak lain yang mengurangi rasa saling
menghormati di antara mereka. 6. Teori Transformasi Konflik
Konflik terjadi karena ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai
akibat masalah-masalah
sosial, budaya
dan ekonomi.
Ketidaksetaraan dan ketidakadilan ini seringkali terbangun dalam struktur
sosial suatu masyarakat sehingga subordinasi ini dirasakan sebagai tekanan yang terus menerus.
Berbagai bentuk kemungkinan intervensi dapat dilakukan apabila sifat- sifat konflik yang memiliki potensi dan tantangan sendiri dapat digambarkan.
Fisher dkk 2001 dalam Sembiring dkk 2010 mengajukan sifat konflik, yaitu: 1. Tanpa konflik, yaitu kesan umumnya baik. Dalam kehidupan bersifat
dinamis, memanfaatkan konflik perilaku tujuan serta mengelola konflik secara kreatif.
2. Konflik laten, sifatnya tersembunyi dan perlu diangkat ke permukaan sehingga dapat ditangani secara efektif.
3. Konflik terbuka, berakar dalam dan sangat nyata. Memerlukan berbagai tindakan untuk mengatasi akar penyebab dan berbagai efeknya.
4. Konflik di permukaan, memiliki akar yang dangkal atau tidak berakar dan muncul hanya karena kesalahpahaman mengenai sasaran dimana dapat
diatasi dengan komunikasi. Untuk menganalisis berbagai kasus konflik, Fisher dkk 2000 dalam
Shaliza 2004 menawarkan penggunaan beberapa alat bantu yang dapat dikombinasikan satu dengan yang lainnya. Diantaranya sebagai berikut:
1. Urutan kejadian yang dipergunakan untuk menenunjukkan sejarah suatu konflik berdasarkan waktu kejadiannya tahun, bulan, hari sesuai skalanya
yang ditampilkan secara berurutan. 2. Penahapan konflik yang dipergunakan untuk menganalisis berbagai
dinamika yang terjadi pasa masing-masing tahap konflik. Analisis tersebut meliputi lima tahap yaitu prakonflik, konfrontasi, krisis, akibat dan
pascakonflik. Pemetaan konflik yang merupakan visualisasi terhadap hubungan-hubungan
dinamis antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Selain ditujukan untuk mengidentikasi masalah atau isu-isu yang dihadapu oleh masing-masing pihak,
alat ini juga berguna untuk menganalisis tingkat dan jenis hubungan di antara pihak-pihak tersebut.
2.2. Kerangka penelitian