Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Nelayan Jepara Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Jepara

akan lebih memilih memenuhi kebutuhan hidup sekali pun harus melanggar peraturan. Ketiga, penegakan hukum yang lemah. Sosialisasi yang rendah dan keinginan masyarakat yang rendah untuk mematuhi peraturan dapat diatasi apabila terdapat sistem pengawasan terhadap peraturan yang kuat. Sistem penegakan hukum yang tegas dan kuat akan memaksa masyarakat untuk mau patuh dan menjalankan peraturan sebagaimana seharusnya.

5.2. Pengelolaan Sumberdaya Perikanan di Jepara

Pengelolaan sumberdaya perikanan di Jepara lebih sederhana dibandingkan dengan TNKJ. Sumberdaya di Jepara hanya diatur oleh Nelayan Jepara dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Jepara.

5.2.1. Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Nelayan Jepara

Nelayan Jepara memiliki peraturan sendiri dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya yang dilakukan oleh Nelayan Jepara yaitu dengan menetapkan peraturan tidak tertulis antara Nelayan Jepara dengan nelayan lain. Peraturan tidak tertulis tersebut merupakan bentuk kesepakatan antara Nelayan Jepara dengan nelayan yang memiliki alat tangkap yang berbeda. Apabila terjadi sebuah insiden antara Nelayan Jepara dengan nelayan lain yang berbeda alat tangkap maka akan dilakukan penyelesaian dengan cara kekeluargaan. Tidak ada peraturan terlulis yang menjadi pedoman bagi Nelayan Jepara untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan di Jepara.

5.2.2. Pengelolaan sumberdaya perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kecamatan Jepara

Pengelolaan oleh Departemen Kelautan dan Perikanan dilakukan berdasarkan peraturan yang telah ditetapkan dari pusat yaitu Peraturan Menteri dan Undang-Undang. Peraturan menteri yang berlaku dalam mengelola sumberdaya perikanan baik di Jepara maupun di Karimunjawa sama yaitu Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor Per.02Men2011. Peraturan tersebut mengatur tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia. Selain peraturan menteri, landasan hukum yang mengatur pengelolaan perikanan di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 45 Tahun 2009. Berdasarkan Permen yang dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan pasal 22 sampai 31 diatur alat- alat tangkap yang dapat digunakan di Jepara, yaitu: 1. Pukat cincin pelagis kecil dengan satu kapal , dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥1 inch dan tali ris atas ≤ 300 m, menggunakan rumpon dan lampu dengan total daya ≤ 4.000 watt, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II dan III b. Mesh size ≥1 inch dan tali ris atas ≤ 400 m, menggunakan rumpon dan lampu dengan total daya ≤ 8.000 watt, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III c. Mesh size ≥1 inch dan tali ris atas ≤ 600 m, menggunakan rumpon dan lampu dengan total daya ≤ 16.000 watt, menggunakan kapal motor berukuran ≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III 2. Pukat cincin grup pelagis kecil, dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 1 inch dan tali ris atas ≤ 600 m, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III b. Mesh size ≥ 1 inch dan tali ris atas ≤ 800 m, menggunakan kapal motor berukuran ≥30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III 3. Jaring lingkar tanpa tali kerut without purse linesLampara dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1 inch dan tali ris atas ≤ 150 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 sd 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III 4. Pukat tarik pantai beach seines dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1 inch dan tali ris atas ≤ 300 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalurpenangkapan ikan IA 5. Pukat hela dasar berpalang beam trawls dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥1 inch dan tali ris atas ≤10 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II dan III. 6. Pukat labuh long bag set net bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 1 mm; tali ris atas ≤ 30 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 sd 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB. b. Mesh size ≥ 1 mm; tali ris atas ≤ 60 m, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB. c. Mesh size ≥ 1 mm; tali ris atas ≤ 90 m, menggunakan kapal motor berukuran ≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB. 7. Bagan tancap shore-operated stationary lift nets bersifat statis dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1 mm; P ≤ 5 m; dan L ≤ 5 m, menggunakan lampu dengan total daya ≤ 2.000 watt, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB. Pelanggaran terhadap penggunaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan di Jepara akan dikenakan sanksi pidana denda sesuai dengan ketentuan Pasal 100 dan Pasal 100C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, dimana setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan akan dikenakan denda paling banyak Rp. 250.000.000 dua ratus lima puluh juta rupiah. Pengelolaan perikanan di Jepara sama seperti yang terjadi di karimunjawa dari segi sosialisasi, kesadaran dan penegakan hukumnya masih lemah. Hal ini dibuktikan dengan masih adanya Nelayan Jepara yang melakukan penangkapan ikan di TNKJ dengan menggunakan alat tangkap yang tidak tradisional. Selain itu, masih dilakukan pelanggaran-pelanggaran terhadap jalur-jalur tangkap yang sudah ditetapkan. Nelayan Jepara lebih memilih memenuhi kebutuhan hidupnya daripada mematuhi peraturan. Hal ini membuktikan bahwa kesadaran masyarakat untuk patuh terhadap peraturan juga masih rendah.

5.3. Status Kepemilikan Sumberdaya Alam