Pengelolaan Perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan

Perubahan sistem zonasi yang dilakukan Balai Taman Nasional mengakibatkan terciptanya batas-batas sistem zonasi yang baru Gambar 6. Revisi sistem zonasi yang dilakukan oleh TNKJ untuk menyesuaikan kepentingan dari pusat dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat Karimunjawa. Revisi yang dilakukan oleh Balai Taman Nasional dilakukan dengan melibatkan masyarakat untuk memberikan pendapat mengenai sistem zonasi yang seperti apa yang diinginkan oleh masyarakat. Hasil kesepakatan yang terbentuk dari masyarakat dengan Balai Taman Nasional yang kemudian dijadikan sebagai sistem Zonasi terbaru. Gambar 6. Peta Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Tahun 2012

5.1.2. Pengelolaan Perikanan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan

Pengelolaan sumberdaya perikanan dilakukan berdasarkan peraturan pemerintah dalam Per.02MEN2011 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan berisi tentang pengaturan jalur-jalur pemanfaatan sumberdaya perikanan. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang merupakan undang-undang tentang Perikanan. Per.02MEN2011 menetapkan jalur-jalur penangkapan ikan menjadi 3 jalur, yaitu: 1. Jalur penangkapan ikan I yang terdiri dari Jalur penangkapan ikan IA meliputi perairan pantai sampai dengan 2 dua mil laut yang diukur dari permukaan air laut pada surut terendah dan Jalur penangkapan ikan IB, meliputi perairan pantai di luar 2 dua mil laut sampai dengan 4 empat mil laut. 2. Jalur penangkapan ikan II, meliputi perairan di luar jalur penangkapan ikan I sampai dengan 12 dua belas mil laut diukur dari permukaan air laut pada surut terendah. 3. Jalur Penangkapan Ikan III meliputi ZEEI dan perairan di luar jalur penangkapan ikan II diatas 12 mil. Jalur penangkapan ikan di wilayah penangkapan perikanan di Indonesia ditetapkan berdasarkan karakteristik kedalaman perairan. Karakteristik kedalaman perairan dibedakan menjadi 2 dua, yaitu: 1. Perairan dangkal ≤ 200 meter yang terdiri dari: a. WPP-NRI 571, yang meliputi Perairan Selat Malaka dan Laut Andaman; b. WPP-NRI 711, yang meliputi Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan; c. WPP-NRI 712, yang meliputi Perairan Laut Jawa; d. WPP-NRI 713, yang meliputi Perairan Selat Makassar, Teluk Bone, Laut Flores, dan Laut Bali; dan e. WPP-NRI 718, yang meliputi Perairan Laut Aru, Laut Arafura, dan Laut Timor Bagian Timur. 2. Perairan dalam 200 meter yang terdiri dari: a. WPP-NRI 572, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Barat Sumatera dan Selat Sunda; b. WPP-NRI 573, yang meliputi Perairan Samudera Hindia sebelah Selatan Jawa sampai dengan sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu, dan Laut Timor Bagian Barat; c. WPP-NRI 714, yang meliputi Perairan Teluk Tolo dan Laut Banda; d. WPP-NRI 715, yang meliputi Perairan Teluk Tomini, Laut Maluku, Laut Halmahera, Laut Seram, dan Teluk Berau; e. WPP-NRI 716, yang meliputi Perairan Laut Sulawesi dan Sebelah Utara Pulau Halmahera; dan f. WPP-NRI 717, yang meliputi Perairan Teluk Cendrawasih dan Samudera Pasifik. Permen yang dikeluarkan Departemen Kelautan dan Perikanan pasal 22 sampai 31 mengatur alat- alat tangkap yang dapat digunakan di Karimunjawa, yaitu: 1. Jaring insang tetap Set gillnets anchored dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 1,5 inch, P ≤ 500 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size ≥ 1,5 inch, P ≤ 1.000 m, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. 2. Jaring liong bun dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 8 inch, P tali ris ≤ 2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran ≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. 3. Jaring insang hanyut Driftnets dioperasikan dengan menggunakan ukuran: a. Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 500 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 1.000 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 sd 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. c. Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 2.500 m, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. 4. Jaring insang lingkar encircling gillnets dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 600 m, menggunakan kapal motor berukuran 5 sd 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB dan II. 5. Jaring insang berpancang fixed gillnets on stakes bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 300 m, menggunakan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA. 6. Jaring klitik bersifat statis dan pasif dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1,5 inch, P tali ris ≤ 500 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran ≤ 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB. 7. Bubu pots dioperasikan dengan jumlah bubu ≤ 300 buah, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor semua ukuran, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA, IB, dan II. 8. Bubu bersayap fyke nets bersifat statis dioperasikan dengan menggunakan ukuran Mesh size ≥ 1 inch; P tali ris ≤ 50 m, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA. 9. Pancing ulur dioperasikan untuk semua ukuran kapal penangkap ikan, dan disemua jalur penangkapan ikan. 10. Pancing berjoran dioperasikan untuk semua ukuran kapal penangkap ikan, dan disemua jalur penangkapan ikan. a. Jumlah pancing ≤ 800 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran ≤ 10 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IB, II, dan III. b. Jumlah pancing ≤ 1.500 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal motor berukuran 10 sd 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan II dan III. c. jumlah pancing ≤ 2.000 mata pancing nomor 6, menggunakan kapal motor berukuran ≥ 30 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan III. 11. Pancing layang-layang dioperasikan dengan menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB 12. Panah dioperasikan dengan menggunakan kapal tanpa motor dan kapal motor berukuran ≤ 5 GT, dan dioperasikan pada jalur penangkapan ikan IA dan IB Permen Departemen Perikanan dan Kelautan tidak hanya menetapkan alat- alat tangkap yang dapat digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan di Karimunjawa, tetapi juga mengatur alat-alat tangkap yang dilarang beroperasi, yaitu: 1. Pukat hela dasar dua kapal pair trawls 2. Nephrops trawl nephrops trawls 3. Pukat hela pertengahan dua kapal pair trawls. 4. Pukat hela pertengahan udang shrimp trawls. 5. Pukat hela kembar berpapan otter twin trawls. 6. Pukat dorong. 7. Perangkap ikan peloncat aerial traps. 8. Muro ami. 9. Scottish seines. 10. Pair seines. Pelanggaran terhadap penggunaan alat tangkap dan alat bantu penangkapan yang idak sesuai dengan tingkat selektifitas dan kapasitas alat penangkapan, jenis dan ukuran alat bantu tangkap, ukuran kapal perikanan, dan jalur penangkapan ikan akan dikenakan sanksi pidana denda sesuai dengan ketentuan Pasal 100 dan Pasal 100C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009, dimana setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan akan dikenakan denda paling banyak Rp. 250.000.000 dua ratus lima puluh juta rupiah.

5.1.3. Pengelolaan Perikanan oleh Pemerintahan Desa