Faktor-faktor yang Berpengaruh Terhadap Perkembangan dan

7.4 Ikhtisar

Tipologi desa yang ada di Kabupaten Sukabumi terbagi menjadi empat tipologi yaitu sebagai berikut : 1. tipe desa mandiri dan berkembang, 2 tipologi desa mandiri tapi tidak berkembang, 3 tipologi desa bergantung dan tidak berkembang, dan d. Tipologi desa berkembang tapi bergantung. Desa terbanyak di Kabupaten Sukabumi adalah desa dalam kategori mandiri tetapi tertinggal sebanyak lebih dari 50 persen. Desa ini mandiri tertinggal ini jika di dasarkan pada indikator-indikator umum yang di gunakan banyak desa-desa yang tergolong tertinggal terutama dalam soal ketersediaan infrastruktur namun desa-desa tersebut mandiri karena kemampuan mereka dalam mengelolah dan memanfaatkan sumberdaya alam yang tersedia di desa masing-masing tanpa perlu bergantung pada modal-modal dari luar dalam pengelolaannya Iskandar, 2010. Kategori terendah adalah desa berkembang dan mandiri hanya sebanyak 13.73 persen persen, padahal harapanya melalui otonomisasi desa dan adanya undang-undang baru mengenai perdesaaan dapat mendorong kemajuan dan kemandirian desa, tetapi kenyataanya tidak terjadi secara signifikan di Kabupaten Sukabumi. Hal ini diakibatkan oleh penguasa-penguasaan sumberdaya penting didalam desa-desa yang dikelola oleh perusahaan besar dan masyarakat desa tidak memperoleh manfaat yang berarti dari proses pengelolaan dan industrialisasi di desa. Desa yang masuk dalam kategori berkembang dan bergantung di bawah 15 persen ini karena kondisi alam yang sudah mengalami kota-nisasi sehingga tingkat kemandirian desa menjadi jauh lebih rendah. Kondisi ekstrim perdesaan lainya yang paling terburuk adalah bergantung dan tidak berkembang cukup tinggi sekitar 20,98 persen yang mayoritas desa-desa tersebut berada di wialyah utara Kabupaten Sukabumi. Padahal industri berkembang pesat di Wilayah Utara Sukabumi dibandingkan dengan wilayah Selatan Sukabumi. Namun desa-desa yang berada utara lebih banyak yang terkagori dalam tipologi desa tidak berkembang dan bergantung karena kemajuan-kemajuan yang terjadi di wilayah utara ini hanya menciptakan ketergantungan yang semakin dalam di desa-desa bukan mendorong kemandirian masyarakat dan desa. Ketidakmandirian perdesaan dan ketergantungan mereka terhadap sumber daya yang berasal dari luar wilayah merupakan peluang bagi para investor untuk mempermulus jalan mereka dalam proses perluasan-perluasan investasi dengan iming-iming membuka peluang-peluang usaha baru atau kerja yang ternyata dalam kenyataanya adalah menciptakan ketergantungan. Kemandirian dan perkembangan desa sangat bergantung pada bagaimana pemanfaatan sumberdaya yang ada di setiap desa, pemanfaatan sumberdaya desa yang berwawasan ekologis dan berkelanjutan telah menunjukkan bukti dapat membawa perkembangan dan kemandirian pada desa. Hal ini dibuktikan dengan mayoritas desa berkembang dan mandiri berada di kawasan selatan Sukabumi yang mengedepankan sektor unggulan ekowisata seperti Pelabuanratu Kecamatan Pelabuanratu dan Pangumbahan Kecamatan Ciracap. Penguasaan lahan oleh pihak luar desa, perekonomian yang bergantung pada investasi dari luar telah mendorong desa-desa menjadi tidak berkembang dan tidak mandiri. Hal ini tercermin dari desa-desa yang berada di tipologi tiga ini, Desa Bojong Kecamatan Cikembar yang menjadi wilayah penyangga perusahaan industri Gold Star Indonesiaprodusen sepatu Nike dan Adidas. Desa lainya yang memiliki tipe yang sama dengan Desa Bojong adalah Desa Mangkalaya Kecamatan Gunungguruh, sedangkan desa dengan penguasaan lahan yang dimiliki oleh luar desa juga bisa dilihat dari tidak berkembang dan tidak mandirinya Desa Undrusbinangun Kecamatan Kadudampit. Desa Undrusbinangun merupakan desa penyangga Taman Nasional Gunung Halimun Salak TNGHS yang lebih dari 25 persen luas wilayahnya berupa hutan dan Perkebunan yang dikuasai oleh negara. Desa tidak berkembang namun mandiri memiliki ciri utama masyarakatnya bekerja diluar wilayah, hal ini mengakibatkan desa tersebut mengalami kekurangan sumberdaya pengelola kemandirian yang ada hingga tidak bisa berkembang. Pada desa-desa tipologi ini, potensi lokal desa belum termanfaatkan secara optimal dan masih menjadi kelimpahan yang belum bisa memberikan nilai kemanfaatan lebih.