Ikhtisar Indeks Perkembangan Dan Kemandirian Desa Di Kabupaten Sukabumi: Tantangan Pembangunan Wilayah Perdesaan
Mengacu pada tabel 22, tesis mengenai tingkat perkembangan dan kemandirian wilayah selatan jauh lebih baik dibandingkan wilayah utara semakin
tidak terbantahkan. Hal ini sekali lagi mematahkan anggapan yang sudah lama berkembang dan dipercayai oleh banyak pihak bahwa wilayah selatan adalah
wilayah tertinggal dan tidak sejahtera.
Terdapat 81 desa yang masuk pada kategori tidak mandiri dan tidak berkembang, jumlah 81 desa ini tersebar di beberapa kecamatan. Kecamatan yang
desa-desanya mayoritas tidak berkembang dan tidak mandiri tipologi 3, sebagian besar merupakan kecamatan yang berada di wilayah utara dengan jumlah
kecamatan sebanyak 11 kecamatan dari total 13 kecamatan yang masuk kategori ini. Karakteristik kecamatan pada tipologi ini merupakan kecamatan dengan
tingkat pengusaan lahan oleh pihak luar desanya sangat tinggi, baik kepemilikan secara individu maupun institusi. Secara garis besar, kepemilikan lahan di 13
kecamatan ini terbagi menjadi tiga tipe penguasaan, yaitu HGU, Taman Nasional TN dan Industripemilik modal Sukabumi dalam Angka 2015.
Luas kepemilikan lahan oleh pemilik HGU terjadi di lima kecamatan yaitu Jampangkulon, Gunungguruh, Cibitung, Cicantayan dan Cikembar. Lima
kecamatan tersebut menjadi basis dari HGU perkebunan dan pertambangan, dengan luas HGU yang relatif cukup tinggi yakni diatas 25 persen dari total luas
wilayahnya. Sedangkan penguasaan lahan oleh Taman Nasional terjadi di empat kecamatan yaitu Parakansalak, Sukabumi TN Gede Pangrango, Kadudampit dan
Kabandungan TN Gunung Halimun Salak. Kepemilikan lahan oleh industri maupun para pemilik modal terjadi di empat kecamatan, yaitu Cikembar, Sukaraja
Industri, Cisaat dan Cireunghas pemilik modal.
Tipologi dua mengelompokkan desa-desa menjadi desa mandiri namun tidak berkembang, pada kelompok ini terdapat 57 desa yang menyebar di
beberapa kecamatan baik utara maupun selatan. Namun demikian, walaupun menyebar baik di utara maupun di selatan, konsentrasi desa-desa pada tipologi
dua ini dapat terlihat pada 14 kecamatan. Dari ke 14 kecamatan yang masuk dalam kategori ini, tiga kecamatan berasal dari wilayah utara dan 11 kecamatan
berasal dari wilayah selatan.
Terjadinya tipologi desa mandiri namun tidak berkembang ini disebabkan oleh strategi pembangunannya yang terfokus pada pembangunan infrastruktur
jalan karena mayoritas desa-desa pada tipologi ini berada di wilayah selatan yang memiliki struktur tanah labil. Hal ini terkonfirmasi dari hasil FGD yang
melibatkan salah satu desa di wilayah dengan tipologi mandiri namun tidak berkembang Desa Cibitung Kecamatan Sagaranten. Selain fokus pembangunan
yang lebih menekankan pada pembangunan infrastruktur jalan, pada wilayah ini perekonomian sangat bergantung pada dua sektor yaitu hasil pertambangan dan
pengolahan batu hias serta transfer dari masyarakatnya yang bekerja diluar daerah.
Banyaknya warga desa yang menjadi pekerja diluar wilayah telah menjadikan desa-desa pada tipologi ini menjadi tidak dapat mengembangkan desa
walaupun ditunjang dengan tingkat kemandirian yang baik. Rendahnya upaya penguatan ekonomi lokal yang dapat membantu perkembangan desa, serta
dorongan untuk mendapatkan pengahasilan instan dengan menjadi buruh pada beberapa industri telah mendorong terciptanya desa dengan tipologi mandiri
namun tidak berkembang.
Desa berkembang dan mandiri adalah kelompok desa yang masuk dalam tipologi satu, total desa yang masuk dalam kategori ini sebanyak 53 desa. Sebaran
desa-desa pada tipologi ini mematahkan asumsi lama yang berkembang tentang kondisi utara-selatan kabupaten Sukabumi, wilayah selatan ternyata memiliki 41
desa yang masuk pada kategori berkembang dan mandiri, dan hanya 12 desa di utara yang masuk pada kategori ini.
Fokus penyebaran desa pada tipologi satu ini berada di dua kecamatan yaitu Kecamatan Pelabuanratu dan Kecamatan Ciracap. Dua kecamatan ini berada
di wilayah selatan Kabupaten Sukabumi, dan berbatasan langsung dengan Samudera Hindia. Pelabuanratu adalah ibukota Kabupaten Sukabumi sejak tahun
2004, sebelumnya ibukota Kabupaten Sukabumi masih bersatu dengan Kota Sukabumi yang berdomisili di wilayah Kota Sukabumi.
Kecamatan Pelabuanratu dan Kecamatan Ciracap adalah dua kecamatan yang memiliki dua destinasi wisata unggulan, pantai pelabuaratu dan pantai
UjunggentengPangumbahan. Destinasi wisata yang menjadi unggulan Kabupaten Sukabumi ada di dua kecamatan ini, Pelabuanratu adalah pantai favorit warga
Bogor dan Jakarta. Tidak kurang dari seribu orang setiap minggunya, Pelabuanratu dikunjungi oleh wisatawan dari dua kota tersebut. Begitu pula
dengan pantai Ujunggenteng, selain menawarkan “ombak tujuh” sebagai andalan dalam menarik para pecinta olahraga surfing, pantai Ujunggenteng juga
menawarkan wisata ekologis yaitu pelepasan tukik.
Gambar 22. Peta Tipologi Desa-Desa di Kabupaten Sukabumi
Merujuk pada peta dalam gambar 21, bisa dilihat bahwa desa dengan warna coklat di peta merupakan desa mayoritas. Desa ini masuk pada kuadran IV
yang artinya desa dengan kondisi mandiri namun tertinggal, dengan jumlah desa yang termasuk kedalam kuadram IV ini sebanyak 195 Desa 50,51 persen.
Jumlah desa pada kuadran IV ini menegaskan bahwa Kabupaten Sukabumi sebagai kabupaten yang masih tergolong kabupaten tertinggal, namun masih
memiliki sumberdaya yang baik dan memungkinkan untuk dilakukan akselerasi pembangunan sehingga dapat mendorong pada kemajuan perkembangan desanya.
Tipologi desa bergantung dan tidak berkembang atau desa yang masuk pada kuadran III merupakan desa tertinggal dan bergantung, jumlah desa pada
kuadran ini sebanyak 81 desa 20,98 persen dan mayoritas berada di wilayah utara Sukabumi. Penelitian ini menepis anggapan awal banyak pihak mengenai
kondisi wilayah Sukabumi yang seringkali digambarkan bahwa wilayah utara lebih maju dibandingkan wilayah selatan, sehingga banyak pihak terutama dari
wilayah selatan yang menginginkan pemekaran kabupaten karena beranggapan bahwa pembangunan di Kabupaten Sukabumi bias utara.
Sebanyak 57 14,77 persen desa masuk pada kategori berkembang namun bergantung, desa-desa ini berada di wilayah perkotaan karena menjadi ibukota
kecamatan, sudah menjadi kelurahan, dan atau karena daya dukung alam yang tidak baik. Hanya ada 12 desa pada tipologi ini yang berasal dari wilayah utara
Sukabumi, dan 45 desa lainnya berada di wilayah selatan Sukabumi dengan Kecamatan Pelabuanratu sebagai kecamatan yang memiliki desa berkembang
namun bergantung.
Kondisi desa berkembang dan mandiri merupakan kondisi ideal desa yang diharapkan menyebar secara merata serta menjadi mayoritas, kondisi ini
menggambarkan sebuah kemajuan desa yang juga ditopang oleh kemandirian rumah tangga nya dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari terutama pada dimensi
pangan, air dan energi. Sebanyak 53 desa di Kabupaten Sukabumi masuk kedalam kategori ini, hal ini berarti setara dengan 13,73 persen desa merupakan desa ideal
yang mandiri dan berkembang. Kondisi desa mandiri dan berkembang ini dikategorikan kedalam kuadran IV. Berikut Pie Chart yang menggambarkan
tipologi desa-desa di Kabupaten Sukabumi berdasarkan indeks kemandirian dan perkembangan desanya:
Gambar 23. Persentase Tipologi Desa di Kabupaten Sukabumi berdasarkan indeks kemandirian dan Perkembangan
Pentipologian desa-desa di Kabupaten Sukabumi berdasarkan pada kemandirian dan perkembangan desa, menggambarkan keadaan desa-desa di
Kabupaten Sukabumi secara lebih komprehensif. Seluruh indikator yang digunakan dalam kajian ini telah dengan baik dipahami dan disepakati oleh para
pihak yang terlibat dalam Focus Group Discussion FGD, dimana hampir semua para pihak menyatakan bahwa setiap indikator yang digunakan secara nyata
merupakan faktor-faktor yang mereka duga dapat mempengaruhi kemandirian dan perkembangan desa.
Peringkat pengaruh setiap indikator yang digunakan dalam kajian ini, berbeda dengan peringkat pengaruh masing-masing indikator berdasarkan
persepsi para pihak. Pada indeks kemandirian, berdasarkan hasil PCA, indikator yang berpengaruh secara berturut-turut adalah jumlah keluarga pertanian, jumlah
rumah tangga pemakai kayu bakar, jumlah rumah tangga pemakai PDAM, dan luas lahan pertanian. Sedangkan pada hasil FGD dengan para pihak yang
melibatkan 12 orang perwakilan kepala desa, rumah tangga, dan perangkat desa dari empat desa perwakilan setiap tipologi, faktor-faktor yang dianggap
berpengaruh terhadap kemandirian secara berturut-turut adalah: luas lahan, sumber air, jumlah rumah tangga pengguna non PLN dan jumlah keluarga
pertanian.
Indeks perkembangan desa di Kabupaten Sukabumi yang diukur berdasarkan delapan indikator yaitu: sarana jalan, sarana pendidikan, sarana
kesehatan, akses pasar, jumlah pengangguran, jumlah rumah tangga PRA KS, ketersediaan sumber air dan frekuensi bencana setelah dilakukan analisis
didapatkan enam indikator yang sangat besar pengaruhnya. Keenam indikator yang berpengaruh tersebut secara berturut-turut adalah: sarana kesehatan, sarana
pendidikan, akses pasar, sarana jalan jumlah pengangguran dan jumlah rumah tangga PRA KS. Namun demikian, berdasarkan hasil FGD, urutan pengaruh
setiap indikator perkembangan desa adalah sebagai berikut: sarana jalan, akses pasar, pengangguran, jumlah rumah tangga PRA KS, sarana kesehatan dan sarana
pendidikan.