Indikatro lainnya seperti pertumbuhan ekonomi, produksi barang dan jas, kemandirian desa, ketersediaan sarana prasarana serta tingkat perkembangan
kelembagaan desa. Berdasarkan keragaman indikator-indikator tersebut dan mempertimbangkan variasi karakteristiknya, maka desa-desa di Indonesia dapat
dikelompokkan menjadi beberapa bagian dengan mendasarkan kesamaan lingkungan fisik, sosial budaya masyarakat, posis geografis terhadap kota, spasial,
administrasi bahkan mendasarkan pada tingkat perkembangan desa.
2.6 Penelitian Terdahulu
Menurut Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang dimaksud dengan desa adalah: “kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat-istiadat
setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik
Indonesia.”BPS memberi definisi desa sebagai berikut:“Desa adalah satuan wilayah yang ditempati sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat,
termasuk didalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah dan langsung di bawah camat, serta berhak
menyelenggarakan rumah tangga sendiri dalam ikatan negara kesatuan Republik Indonesia. Ciri utama desa adalah kepala desanya dipilih oleh masyarakat
setempat”.Selanjutnya, kelurahan adalah satuan wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk yang mempunyai organisasi pemerintahan terendah langsung
dibawah camat, dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri. Ciri utama kelurahan adalah kepala kelurahan lurah sebagai pegawai negeri yang
tidak dipilih oleh masyarakat setempat a
tau rakyat”. Sajogyo 1984 membuat peta Kabupaten dan kecamatan yang perlu
memperoleh prioritas dalam menanggulangi masalah rawan konsumsi pangan.Pemetaan tersebut didasarkan pada frekuensi liputan berita rawan pangan
yang dimuat oleh media cetak. Departemen dalam negeri, pada tahun 1978 juga melakukan penelitian untuk menentukan cara klasifikasi desa-desa menjadi desa
Swadaya, Swakarya dan Desa Swasembada. Selain itu, Sajogyo, dkk 1992
dalam Muta’ali 2014 melalui metode tipologi melakukan studi pengidentifikasian wilayah miskin dengan memberdakan anatar daerah tertinggal
dan maju. Tipologi tersebut dibuat dengan menganalogikan bahwa kemiskinan merupakan fungsi dari ketertinggalan perkembangan sektoral seperti pendidikan,
sarana ekonomi, media massa, kesehatan, industri, pertanian, jasa dan lainnya.
Agusta 2014 mengevaluasi di tingkat nasional menggunakan dimensi kemampuan sendiri, tanggungjawab bersama dan keberlanjutan, nilai indeks
kemandirian desa mencapai 0,54 atau tergolong “rendah”. Hal ini mengindikasikan hasil pembangunan masih kurang meningkatkan potensi
pengembangan, kurang menguatkan partisipasi masyarakat, kurang memberikan manfaat yang diinginkan. Secara rinci hanya sebanyak 107 desa atau 0,14 persen
yang tergolong tinggi. Sebanyak 24.604 desa 31,56 persen tergolong sedang. Dan ada 46.031 desa 59,05 persen yang tergolong rendah dan 7.213 desa 9,25
persen tergolong sangat rendah.
Budi Susetyo 1996 melakukan analisis tipologi Kabupaten dan kecamatan di Proponsi Jawa Barat berdasarkan data potensi desa tahun 1986.
Penelitian tersebut bertujuan untuk membandingkan tingkat kemajuan antar
Kabupaten di Provinsi Jawa Barat berdasarkan data potensi desa. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa Kabupaten-Kabupaten di Provinsi Jawa
Barat dapat diklasifikasikan berdasarkan dua faktor, yakni faktor pelayanan dan faktor pendidikan. Berdasarkan hasil analisis faktor unit kecamatan, dilakukan
suatu klasifikasi kecamatan menjadi empat tipologi. Tipologi 1 adalah kecamatan dengan tingkat pelayanan dan pendidikan rendah. Tipologi 2 adalah kecamatan
dengan tingkat pelayanan rendah, pendidikan baik. Tipologi 3 adalah kecamatan dengan tingkat pelayanan baik, pendidikan rendah. Dan tipologi 4 adalah
kecamatan dengan tingkat pelayanan dan pendidikan baik.
Evianto Evan 2010 melakukan analisis disparitas IPM di Kabupaten Sukabumi dan faktor-faktor yang mempengaruhi capaiannya model regresi panel
tahun 2003-2007. Penelitian tersebut menemukan fakta bahwa wilayah yang maju dan tumbuh cepat high growth and high income didominasi oleh kecamatan
yang ada di utara Kabupaten Sukabumi yaitu Cisaat, Cibadak, Cicurug, Cidahu, Sukaraja, dan hanya ada dua dari wilayah selatan yaitu Pelabuhanratu dan Surade.
Lima kecamatan wilayah utara menguasai PDRB Kabupaten Sukabumi sebesar 37,24 persen sedangkan sisanya 62,76 persen dibagi merata ke 42 kecamatan
lainya. 2.7 Kerangka Pemikiran
Struktur hirarki pemerintahan di Indonesia terdiri dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, Pemerintah KabupatenKota, Pemerintah Kecamatan, dan
terakhir Pemerintah Desa sebagai satuan pemerintahan terdepan dan terkecil. Dari hirarki yang ada, dapat ditarik gambaran bahwa tingkat perkembangan dan
kemandirian level pemerintahan, akan ditentukan oleh baik tidaknya perkembangan dan kemandirian level pemerintahan dibawahnya. Artinya,
semakin baik dan berkembang suatu desa, maka semakin berkembang kecamatannya, dan kemudian demikian seterusnya.
Pengukuran indeks perkembangan desa dilakukan dengan membandingkan kondisi perkembangan desa pada kurun waktu tertentu, dengan menggunakan
berbagai indikator yang dianggap dapat mengukur tingkat perkembangan desa tersebut. Dalam studi ini, perkembangan desa akan dibagi menjadi empat kelas
perkembangan desa, yaitu desa tertinggal, desa kurang berkembang, desa sedang berkembang dan desa maju. Sedangkan indeks kemandirian desa diukur
berdasarkan kemampuan desa dalam menyediakan, mengelola dan menggunakan secara efisien self sufficient di bidang pangan, energi dan air dengan ambang
batas trash hold yang ditentukan. Desa-desa yang dipilih dan dikaji dari 381 desa seKabupaten Sukabumi akan diukur tingkat kemandiriannya dan kemudian
dibagi menjadi dua tingkatan yaitu desa bergantung dan desa mandiri. Pendekatan yang digunakan dari kedua kajian pengukuran ini ini menggunakan teknik scoring
terhadap variable dan indikator yang ditentukan. Setelah hasil skoring mendapakatkan data indeks perkembangan dan kemandirian, kemudian akan
dilakukan analisis dimensi dua ruang sehingga diperoleh tipologi desa irisan antara tingkat kemandirian dan tingkat perkembangannnya.