134
BAB VII KEHIDUPAN PETANI GUNUNG CIREMAI :
DINAMIKA ATAS IMPLIKASI KEBIJAKAN
7.1 Era Pra Kemerdekaan
Hutan Gunung Ciremai pada era sebelum kemerdekaan mengalami sejarah panjang, dimulai sejak terbentuknya masyarakat Kajene Kuningan. Berdasarkan
sejarah, Hutan Gunung Ciremai yang berada pada daerah administrasi Kuningan mengalami perubahan penguasaan wilayah. Dari bentuk kekuasaan wilayah yang
dipimpin oleh raja sistem Monarki sampai dengan masa penjajahan Belanda dan Tentara Jepang. Perbedaan pada perubahan kekuasaan ini berimplikasi pada struktur
penggunaan lahan hutan Gunung Ciremai serta berimplikasi juga pada sistem pendapatan masyarakatnya. Perbedaan relasi kekuasaan, kepentingan, dan ekonomi-
politik sejak zaman kepemipinan raja, sunan, dan masa penjajahan membentuk ciri yang berbeda-beda pula pada hubungan relasi produksi antara rakyat dan penguasa
pada tiap zamannya. Hubungan relasi produksi ini membentuk struktur ekonomi dan pendapatan pada rakyat Gunung Ciremai. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada masa
sebelum kemerdekaan, rakyat Gunung Ciremai mengalami beberapa kali perubahan pendapatan sebagai akibat dari perubahan struktur kekuasaan yang ada. Era kerajaan
yang mewajibkan rakyat menyerahkan sebagian hasil pertanian sekaligus tenaganya merupakan bentuk relasi produksi yang khas pada masa penguasaan oleh raja. Klaim
bahwa seluruh tanah adalah milik raja membawa implikasi pada bentuk relasi produksi ini. Era Kolonial Belanda setelah adanya kebijakan privatisasi tanah
140
mulai mengubah struktur relasi produksi era raja. Namun pada zaman Pemerintahan Kolonial Belanda, banyak berbagai kebijakan penguasaan rakyat tetap didasarkan
pada kebijakan era raja dan sunan meskipun terdapat modifikasi sedikit. Dalam hal ini, Pemerintahan Kolonial memanfaatkan watak rakyat tersebut untuk menunjang
140
Adanya Kebijakan Agraria Wet tahun 1870
135
eksistensi kekuasaan mereka. Istilah upeti diubah menjadi pajak oleh Pemerintahan Kolonial Belanda serta penerapan tanam paksa pada sebagian lahan milik petani
sebagai pengganti biaya pajak adalah ide yang muncul dari bentuk relasi produksi era raja.
Sedangkan pada masa Pemerintahan Tentara Jepang, rakyat Kuningan dijadikan sebagai tenaga yang diwajibkan membantu menghadapi serangan sekutu. Tidak untuk
ikut berperang namun rakyat wajib menyediakan pangan dan sandang untuk memfasilitasi kebutuhan tentara Jepang. Pemerintahan Tentara Jepang di Indonesia
yang bermaksud menjadikan Indonesia sebagai benteng pertahanan menghadapi kekuatan Sekutu dalam pengepungan blokade ekonomi dari luar negeri berusaha
dengan sekeras-kerasnya untuk melipatgandakan hasil bumi. Agar Indonesia terutama tanah Jawa dapat menjadi gudang dan sumber perbekaallan perang.
Penanaman bahan makanan digiatkan dengan mewajibkan rakyat mempergunkan syarat-syarat dan pengetahuan pertanian yang baru. Penanaman padi larikan,
pembuatan kompos untuk rabuk tanaman dipaksakan oleh Tentara Jepang. Saat itu, Tentara Jepang menerapkan kebijakan pembukaan lahan untuk rakyat dan
mewajibkan penanaman komoditas pangan, kapas, tanaman jarak. Untuk menambah hasil bumi, tanah pertanian rakyat diperluas dengan membongkar hutan-hutan dan
onderneming milik imperialis kapitalis Barat yang diganti dengan tanaman bahan
makanan seperti ubi, singkong, kapas dan jarak. Pembongkaran hutan-hutan dan onderneming
disambut oleh rakyat tani Gunung Ciremai dengan gembira, karena kehausan akan tanah yang sudah lama disertai rasa benci dan dendam terhadap
kekejaman penjajahan Belanda yang telah merampas dan menghabiskan tanahnya. Kebencian rakyat ini oleh Jepang disalurkan dan dibelokan pikiran dan hatinya untuk
membenci imperialis dan kapitalis Barat serta segala yang bernama Barat, Sekutu, Amerika,Inggris, Belanda agar tidak membenci imperialis timur yaitu Jepang itu
sendiri. Berpuluh-puluh orderneming dengan berpuluh-puluh ribu hektar tanah disulap dengan seketika menjadi tanah pertanian rakyat. Tanaman orderneming
dengan seketika berubah menjadi tanaman jagung, singkong, padi huma, kapas dan jarak. Hasilnya untuk keperluan perang dan rakyat harus menahan nafsunya dulu
136
untuk dapat makan dengan kenyang
141
. Pada awalnya Jepang seperti memberi angin surga kepada rakyat dengan menerapkan pembukaan dan pembagian lahan baik
lahan hutan, kebun milik negara Kolonial maupun swasta. Namun dikemudian hari rakyat baru mengerti bahwa Jepang memiliki tujuan yang lebih memberatkan rakyat.
Bencana kelaparan dan mati akibat kekurangan pangan terjadi ketika itu. Pendapatan petani Gunung Ciremai ketika itu lebih sulit saat Jepang menguasai kawasan
Kuningan.
7.2 Era Perhutani