Penggarapan Lahan Eks PHBM : Studi Kasus Desa Pajambon dengan Desa Seda

167 Pada tahun 2011 perolehan pendapatan dari penjualan tiket memiliki nilai sebesar Rp 72.092.000,- , namun pada tahun yang sama nilai penjualan tiket tersebut hanya mampu menambah pendapatan rumah tangga anggota sebesar Rp 1.351.000,- per anggota atau sebesar Rp 112.600,- per anggota per bulan. Berdasarkan data pengolahan ini, kehadiran potensi wisata di sekitar Taman Nasional Gunung Ciremai belum tentu dapat mengganti posisi pendapatan petani dari sektor pertanian yang dapat meningkatkan jam kerja dan kesempatan kerja buruh tani serta meningkatkan pendapatan dari penjualan hasil komoditas pertanian.

7.3.3 Penggarapan Lahan Eks PHBM : Studi Kasus Desa Pajambon dengan Desa Seda

Lahan eks PHBM secara regulasi formal tidak dapat lagi diakses oleh masyarakat petani. Pihak Balai Taman Nasional Gunung Ciremai terus melakukan tindakan sosialisasi tentang aspek hukum kawasan konservasi dan larangan-larangan serta resiko hukum yang berlaku di kawasan konservasi. Tidak jarang pihak Balai TNGC menggunakan tindakan represif untuk membuat jera masyarakat petani yang masih menggarap lahan eks PHBM. Pendapatan rumah tangga petani di lokasi studi menunjukan keragaman pendapatan yang rendah jika mereka tidak mendapatkan tambahan dari sektor pertani penggarapan lahan eks PHBM. Di tingkat tapak, terdapat perlakuan yang berbeda antar desa dari Balai TNGC. Studi kasus perlakuan yang berbeda ini ditemukan di lokasi Desa Pajambon dan Desa Seda. Meskipun secara regulasi dan pengawasan dari polisi hutan, penggarapan lahan eks PHBM tidak diijinkan namun pada kasus Desa Pajambon, petani Pajambon terutama anggota Kompepar masih dapat menggarap dan memanen hasil tanaman alpukat mereka sedangkan petani Desa Seda mendapatkan perlakuan represif dari Balai TNGC. Petani pajambon secara leluasa dapat memanen buah alpukat dan itu dilakukan tidak secara sembunyi-sembunyi. Sedangkan petani Desa Seda memiliki kasus tindakan hukum ketika mereka membersihkan tanaman di lahan eks PHBM mereka. Meskipun pada tahun 2007 tindakan tegas belum dilakukan oleh pihak Balai TNGC pada hampir seluruh petani eks PHBM namun sejak tahun 2010 pihak Balai TNGC 168 telah menerbitkan surat pernyataan yang harus ditandatangani oleh petani penggarap hutan. Surat tersebut berisi tentang pernyataan kesediaan petani untuk tidak lagi menggarap lahan eks PHBM. Sejak penerbitan surat tersebut, Balai TNGC mulai melakukan tindakan represif pada para petani yang masih menggarap lahan eks PHBM tak terkecuali Desa Seda. Namun petani Desa Pajambon mampu meloloskan diri dari aturan tersebut karena sampai dengan saat ini mereka masih dapat memanen tanaman alpukat pada lahan eks PHBM. Perolehan hasil panen alpukat di lahan eks PHBM oleh petani Pajambon menjadikan pendapatan rumah tangganya masih memperoleh tambahan dari sektor pertanian PHBM. Juga kesempatan kerja pada eks PHBM Desa Pajambon untuk buruh panen dan buruh angkut buah alpukat masih tersedia dan belum seluruhnya hilang. Sedangkan variasi perolehan pendapatan sektor pertanian eks PHBM di Desa Seda tidak lagi dapat menghasilkan dan oleh karenanya kesempatan kerja sektor pertanian eks PHBM di Desa Seda sudah menurun bahkan tidak ada.

7.4 Ikhtisar